Encounter

1.2K 256 28
                                    

Daerah selatan merupakan perbatasan paling rawan yang dimiliki negeri itu. Jika raja tidak turun langsung, maka tidak akan ada yang terselesaikan.

Seorang raja memang memiliki wibawa yang cukup untuk membungkam rakyat. Jabatannya memiliki kesan tinggi juga menakutkan— seakan siapapun yang tidak tunduk akan mendekam di dalam jeruji, atau yang paling parah dipenggal.

Jimin datang ke selatan dengan wibawa dan pesan perdamaian. Ia ingin melakukan negosiasi lagi dengan pemimpin perbatasan.

Syaratnya memang sulit dan ia yakin tidak akan ada orang yang setuju akan hal ini. Mereka tidak akan mengusik lagi asalkan negeri mengirim rakyat untuk melakukan kerja rodi, perbudakan.

Sang raja terpaksa mengorbankan satu perkampungan untuk memenuhi syarat itu. Tidak ada pilihan lain.

"Bolehkah hamba mengambil beberapa ekor rayap lagi?" tanya si pemimpin angkuh.

Jimin sangat membenci wajah itu. Wibawanya sebagai seorang raja seketika luntur di hadapan pria itu. Ia tidak bisa berkutik demi sebagian wilayah kerajaannya.

"Aku harap mereka membangun dinding yang kokoh agar tidak ada yang bisa menembusnya," sindirnya tersirat.

Sosok di hadapannya itu tersenyum. Kesan angkuh masih melekat pada ekspresinya. Ia membiarkan Jimin beranjak dari ruangannya dan membungkukkan badannya tanda hormat.

Sepanjang perjalanan kembali ke penginapannya, sang raja terus saja mengepalkan tangannya. Sangat kuat hingga mungkin akan menimbulkan bekas kemerahan.

Atau luka.

Ia sangat membutuhkan bantuan sekarang. Namun siapa yang bisa ia mintai tolong.

Dirinya sendiri— seorang raja— bahkan tidak mampu melakukannya.

.

.

.

A Man with Red Hair
Encounter

.

.

.

Satu lagi malam penuh dengan frustasi bagi Jimin. Ia telah gagal melindungi rakyatnya sendiri, gagal menjaga tugas sebagai seorang raja.

Saat ini ia tengah berbaring di atas ranjangnya. Beberapa pengawal berjaga di depan pintu, juga di sekitar penginapan. Seseorang sepenting dirinya sudah sewajarnya menerima perlakuan khusus.

Langit-langit kamar tidak tampak jelas. Sang raja sengaja mematikan penerangannya agar ia bisa cepat terlelap.

Namun sia-sia saja. Kelopaknya enggan terpejam. Ia masih menopang kepalanya dengan sebelah tangannya sambil membayangkan kondisi istri serta putranya.

"Apakah Yoonji dan Jihoon sudah pulih?" gumamnya pelan.

Dalam hati ia berharap bisa bertemu mereka lagi. Tentunya dalam keadaan bahagia seperti dulu. Mereka seolah menjadi keluarga paling bahagia saat Jihoon lahir.

Sebelum peramal istana memberikan sebuah ramalan yang membuatnya harus merampas kebebasan anaknya. Ia tidak tahu mengapa. Hanya saja ia tidak ingin takdir itu terjadi.

Tiba-tiba pikirannya buyar saat terdengar suara tubrukan di luar kamar. Ia sontak beranjak dari ranjangnya dan mengambil pedang yang ia simpan di bawah ranjang sebagai perlindungan.

Ada sesuatu yang mencurigakan terjadi di luar sana— mungkin mengancam nyawanya.

"Siapa di luar?" teriak sang raja. Ia sengaja memasang wajah garang agar lebih terlihat kuat.

A Man with Red Hair | SoonHoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang