Drivel

487 93 16
                                    

Jihoon ingin sekali berteriak saat kedua tangannya ditahan. Namun sosok dengan bekas luka di mata kanan justru membekap mulutnya. Pekik tertahan mengisi lorong. Ia memberontak. Namun cengkraman berubah semakin erat, menyakiti tubuhnya.

"Bukankah istana adalah rumahmu? Mengapa kau berada di penginapan kumuh dengan rakyat jelata?"

Jika ada satu hal yang Lee Jihoon sesali adalah mengapa ia tidak kuat. Mengapa ia tidak bisa melepaskan diri dari orang-orang ini dan berlari ke dalam kamar? Jeonghan-ssi pasti bisa membantunya. Jika saja Jihoon bisa.

"Pangeran?"

Suara sang jelmaan naga. Jihoon hendak memberontak lagi, mencoba melepaskan diri. Namun lehernya dipukul dengan begitu keras. Pandangannya kabur. Cengkraman pada tangannya lepas. Tapi Jihoon tidak bisa menggerakkan apapun. Titik sarafnya baru saja dihantam dan tubuh itu menjadi tidak berdaya.

"Oh, halo?" sapa sosok yang tiba-tiba muncul dari pintu penginapan. Yoon Jeonghan.

Pria dengan bekas luka tersenyum menyambut. Ia mengenakan pakaian seperti prajurit kerajaan, membuat jelmaan itu menunduk hormat.

"Apa kau berasal dari istana?"

Yang ditanya balas mengangguk.

"Apakah kau tahu keberadaan pangeran? Aku tidak melihatnya di manapun."

Pria di hadapannya tersenyum canggung. Ia menunjuk lorong di sisi kamar dengan ibu jarinya. "Mungkin ayahnya memanggil. Aku melihat orang-orang membawanya kembali ke istana."

Jeonghan mengangguk paham.

"Dia pulang?"

"Ya. Orangtua yang kehilangan anaknya selama berhari-hari pasti akan rindu."

.

.

.

A Man with Red Hair
Drivel

.

.

.

Ketika membuka mata, Jihoon bisa melihat langit-langit kamarnya. Pemandangan yang selalu ia lihat selama tujuh belas tahun. Pemandangan yang tidak sedikitpun berubah.

Ruangan itu juga tidak jauh berubah. Hanya saja sekarang, ia tidak bisa berada di sini. Jihoon terkesiap, langsung beranjak dari atas ranjang dan berlari menuju pintu.

Para pelayan menyambut dengan ekspresi hangat, "Selamat pagi."

Namun wajah lelaki itu berubah pucat. Ia panik. "Di mana Pengawal Choi?" tanya Jihoon--karena tidak mungkin bertanya tentang Soonyoung pada pelayan istana.

"Astaga, Pangeran Lee. Hamba turut berduka. Prajurit istana bilang mereka menemukanmu di pinggiran hutan, pingsan seorang diri."

Jihoon mengernyitkan dahi saat mendengar penjelasan itu. Semuanya hanya omong kosong. Entah siapa yang mengatakan itu, Jihoon perlu bicara. Ia tidak bisa berada di kamarnya.

"Mereka bilang telah menemukan bukti bahwa Pengawal Choi tewas diserang dan menjadi makanan hewan liar."

Kedua mata Jihoon terbelalak. Tidak mungkin orang-orang percaya bahwa seorang pemburu naga tewas karena hewan liar biasa.

Sang pangeran berbalik badan, menatap para pelayannya skeptis, "Kalian yakin?"

"Awalnya kami tidak percaya sampai pakaian dan pedangnya ditemukan berlumuran darah di bagian dalam hutan."

Lelaki itu membeku di tempat. Mungkin semua cerita yang diucapkan para pelayannya tidak benar. Tapi masalah Choi Seungcheol, perihal pakaian dan pedang yang penuh darah--apa yang mereka lakukan pada pengawalnya?

Kaki kecilnya langsung berlari meninggalkan paviliun timur. Jihoon panik. Jika selama ketidaksadarannya Seungcheol terluka dan dibunuh, bagaimana dengan Soonyoung? Apa yang mereka lakukan pada Soonyoung?

Langkahnya terhenti sebelum memasuki area paviliun tengah. Ada seorang pria yang menghadang di sana. Sama dengan orang yang mengunjunginya dan berkata untuk tetap berada dalam zona aman.

"Pangeran Lee, apakah kau sudah siuman?" sambutnya.

"Penasehat Jung. K-kau-- A-apa yang kau lakukan pada P-pengawal Ch--,"

Sebuah seringai terbentuk pada bibir ketika Jihoon luar biasa gugup. Ia menatap tangan pria itu, tangan yang mungkin sudah kotor akan perbuatan keji.

"Katakan dengan jelas, pangeran. Apakah kau berlari padaku hanya untuk menanyakan kondisi pengawal malangmu itu atau orang lain?"

Tangan Jung Hoseok terulur dan membelai pipi Jihoon. Ia mendekatkan bibir pada telinganya dan berbisik.

"Bukankah sudah kubilang dulu? Jika pangeran tidak melakukan apapun, jika pangeran tetap berada dalam zona aman, maka semuanya akan baik-baik saja."

Sebuah tepuk mendarat di pundaknya sebelum Jung Hoseok berlalu, meninggalkan Jihoon dengan lebih banyak pertanyaan.

"Di mana--," seru sang pangeran membuat langkah penasehat kerajaan terhenti, "--orang itu?"

Hoseok menoleh, menatap bahu yang sekarang tengah gemetar. Jika pangeran berbalik sekarang, pasti akan ada ekspresi ketakutan dan kebingungan pada wajahnya, ekspresi yang sedikit membuat Jung Hoseok merasa bersalah.

Sedikit saja.

"Pangeran mau melihatnya? Mungkin kunjungan seorang kekasih bisa membuat laki-laki itu terhibur."

Nyaris sebelum Jihoon berbalik dan mengiyakan ajakan itu, seorang wanita datang, berlari sambil memanggil namanya.

"Ibu," sebut pangeran pelan saat sang ratu mendekapnya.

"Kau tidak apa-apa, kan, Jihoon?" Wanita itu mengusap puncak kepala sang anak kemudian memeluknya lagi. Ia benar-benar khawatir hingga tidak bisa melakukan apapun.

"Aku baik-baik saja." Jihoon merutuki kalimat yang lolos dari mulutnya, ucapan yang berbeda seratus delapan puluh derajat dengan apa yang terjadi pada dirinya dan orang-orang di sekitarnya.

"Syukurlah, anakku," lirih sang ibu.

Jihoon melirik ke belakang, tidak menemukan siapapun lagi di sana. Penasehat kerajaan sudah pergi, meninggalkan tanda tanya besar pada benaknya.

.

.

.

"Di mana pangeran? Mengapa kau menahanku?"

Soonyoung geram karena ia tidak leluasa bergerak. Rantai pada tangannya amat menyiksa. Seandainya ia bebas, tangan-tangan itu akan menarik kerah sang penasehat kerajaan, membuatnya merasa terintimidasi.

"Pangeran sudah kembali ke istana. Aku harus menyaksikan reuni mengharukan sebelum menempuh perjalanan ke tempat ini," sebut Jung Hoseok kemudian terkekeh.

"Kalau kau bertanya mengapa aku menahanmu," jeda sejenak ketika pria itu memasang gestur berpikir.

"Aku ingin membuatmu berada di pihakku."

Pernyataan itu sungguh di luar dugaan. Soonyoung tidak berpikir seseorang yang ingin menggulingkan tahta raja membutuhkan bantuannya.

"Sebagai anak raja sebelumnya, aku tahu kau bisa menjadi alasan utama bagi orang-orang untuk memberontak," jelas Hoseok kemudian menepuk pipi Soonyoung.

"Jika para pemberontak menang, aku bisa memberikanmu apapun sebagai imbalan," tawar pria itu.

"Bahkan Pangeran Lee sekalipun."

.

.

.

To be continued

Akhirnya updet wkwkwk

Btw,

SELAMAT HARI BURUNG, LEE JIHOON!!

🍚🍚🍚

A Man with Red Hair | SoonHoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang