Chapter 08: The Story Behind Rame

7.4K 648 20
                                    

Hari ini agak berbeda dari biasanya. Ino tampak datang ke sekolah lebih awal dari biasanya, bahkan masih sangat sedikit orang yang sudah datang. Gadis keturunan Yamanaka itu nampak fokus pada ponselnya, menonton MV BTS - "Fake Love". Ino memang sangat mengidolakan boyband asal Korea Selatan tersebut, terutama Jungkook.

"Ohh shit, kenapa kau begitu tampan, Kookie?" ucap Ino.

"Argh, shit, my sexy boy," ucap Ino lagi, saat melihat Jungkook menarik sedikit kemejanya hingga menampilkan perut seksi pria tersebut.

"Aku lebih seksi dari dia," ucap Sai tiba-tiba muncul dan duduk di samping Ino, sambil memamerkan senyum palsunya.

"Kyaa, sejak kapan kau di sini?" ucap Ino histeris sambil menunjuk wajah Sai.

"Sejak Ino mengatakan pria yang ada di video itu tampan," jawab Sai.

"Aiss, menjauhlah Sai," ucap Ino yang baru menyadari posisi mereka yang sangat dekat.

"Memangnya Sai salah apa sampai-sampai Ino tidak mau dekat Sai?" tanya Sai, dengan tatapan onyx hitam kelam yang menunjukkan rasa kecewa, membuat Ino merasa tidak tega.

"Ahh, Sai, maafkan aku," ucap Ino.

"Kenapa Ino minta maaf pada Sai?" tanya Sai sambil memiringkan kepalanya.

"Tidak," jawab Ino sambil memalingkan wajahnya ke arah jendela.

*'Dia ini benar-benar polos'* pikir Ino.

Setelah pelajaran bela diri dengan Guru Gai, Sakura, Ino, dan Hinata pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka.

"Hahh, aku tidak mengerti kenapa Guru Gai bisa menjadi aktor film laga yang terkenal," ucap Ino.

"Ku pikir itu karena semangat masa mudanya yang berkibar," celetuk Sakura, membuat Hinata terkekeh pelan.

"Ck, kau ini sudah seperti Lee saja," ucap Ino.

"Hei, itu kenyataan," ucap Sakura sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh arah di kantin, karena ia tidak menemukan tempat duduk kosong.

"Kita duduk di meja Kak Neji saja," saran Hinata.

Mereka pun duduk di meja tempat anggota Vstar dan Kiba duduk. Ketiganya juga membawa semangkuk ramen masing-masing. Sakura duduk tepat di samping Sasuke, sedangkan Ino duduk di tengah-tengah antara Sai dan Naruto, disusul Hinata di samping Naruto, Neji di sebelahnya, dan Kiba di depan Sakura.

"Tak apa kan jika kami bergabung?" tanya Ino, dibalas anggukan lima orang laki-laki tersebut.

Sasuke tampak terus memperhatikan Sakura yang tengah meniup ramenya, membuat Naruto memiliki ide untuk menggoda sahabatnya itu.

"Eh teme, melihatmu terus, Sakura," ucap Naruto, membuat semua orang di meja menatap Sasuke dan Sakura.

"Apa masalahmu, dobe?" ucap Sasuke kesal.

"Ya tentu saja masalah karena kau terus menatapnya," ucap Naruto.

"Ohh, jangan-jangan kau menyukai Sakura, hm?" lanjut Naruto menggoda Sasuke.

"Hn, tentu aku menyukai kekasihku," jawab Sasuke enteng.

Sakura tampak merona lalu menyembunyikan wajahnya di balik lengan Sasuke.

Semua orang di meja itu menatap Sasuke dan Sakura bergantian, seakan tidak percaya bahwa keduanya kini tengah merajut kasih.

"TEME DAN SAKURA PACARAN?!!" teriak Naruto histeris, membuat seisi kantin menatap ke arah meja mereka, lebih tepatnya ke arah Sasuke dan Sakura.

Sakura semakin malu, dan Sasuke segera membawa kepala merah muda Sakura ke arah dada bidangnya agar gadis itu bisa menyembunyikan rona merah di wajahnya.

"Hn," sahut Sasuke.

"Sejak kapan?" tanya Ino yang mulai penasaran, tapi tampaknya pasangan SasuSaku tidak berniat menjawab pertanyaan Ino.

"Hei kalian ini," ucap Ino sebal.

Hari mulai menjelang sore. Seharusnya Sakura dan Ino sudah pulang sejak tadi, tapi karena keduanya masih ada kelas malam, mereka memutuskan untuk tetap di sekolah. Kesalahan Guru Orochimaru yang tiba-tiba mengganti jadwal pelajaran vokal mereka menjadi malam hari.

Meskipun malam, sekolah masih ramai karena pencahayaan yang lengkap, jadi tidak ada kegelapan yang membuat orang-orang ketakutan.

"Makan dulu yuk, Jidat," ucap Ino pada Sakura.

"Ayo kita makan di kedai Ichiraku, lumayan tidak terlalu jauh," ucap Sakura, dibalas anggukan oleh Ino.

Keduanya berjalan keluar dari area sekolah menuju Kedai Ichiraku ramen yang letaknya tidak terlalu jauh dari sekolah. Dalam perjalanan, mereka tak sengaja melihat seorang gadis berjempol dua tengah sibuk mencari sesuatu di pinggir jalan.

"Babi, dia siapa?" tanya Sakura sambil menunjuk ke arah gadis berjempol dua tersebut.

Ino mengikuti arah telunjuk Sakura dan akhirnya melihat Tenten, teman sekelas mereka. Ino menatap Sakura jengkel.

"Bukankah aku sudah bilang agar kau sedikit bergaul?" ucap Ino melotot ke arah Sakura.

"Ck, ayolah, babi," jawab Sakura memutar bola matanya bosan.

"Hufhh, dia itu Tenten, teman sekelas kita. Kau dengar, Sakura, teman sekelas kita," ucap Ino jengkel sambil menghela napas.

"Ohh begitu, lalu apa yang sedang dia lakukan?" tanya Sakura.

"Bodoh, kau tanya saja padanya, kenapa malah tanya denganku?" ucap Ino geram.

Sakura berjalan meninggalkan Ino untuk menghampiri Tenten yang masih sibuk mencari sesuatu.

"HEI JIDAT, TUNGGU AKU!" teriak Ino sambil berlari menghampiri sahabatnya itu.

Kini keduanya telah berada di dekat Tenten yang tak menyadari kehadiran Sakura dan Ino.

"Hai Tenten," ucap Sakura, membuat Tenten menghentikan aksinya.

Gadis keturunan China itu tampak kaget mendapati kehadiran Sakura dan Ino. Ia tahu keduanya adalah teman sekelasnya, meski sekelas ia memang tidak pernah ngobrol dengan mereka.

"Ohh, H-hai Sakura, Ino," ucap Tenten ragu-ragu.

"Apa yang kau cari, Tenten?" tanya Ino.

"Cincin peninggalan ibuku," ucap Tenten terlihat sedih.

"Aa, begitukah? Kami akan membantumu mencarikannya," ucap Sakura.

"Yap, jadi apa cincin itu punya bandul?" tanya Ino.

"Ya, cincin itu punya bandul berwarna hijau," jawab Tenten.

Sakura dan Ino pun ikut mencari cincin Tenten yang hilang. Cukup lama mereka mencari hingga kelelahan, ditambah Sakura dan Ino belum makan membuat mereka cepat lelah.

Hari mulai gelap, tapi mereka masih belum menemukan cincin tersebut. Tenten mulai menangis karena tidak mendapatkan cincin peninggalan ibunya yang merupakan kenang-kenangan terakhir dari ibunya.

Ino tampak menenangkan Tenten yang tengah menangis, sementara Sakura terus mencari cincin tersebut hingga akhirnya gadis bernama bunga kebanggaan Jepang itu menemukan cincin Tenten di balik semak-semak.

Sakura segera menghampiri Tenten lalu menunjukkan cincin yang ia temukan. Seketika mata Tenten berbinar senang melihat cincinnya telah kembali. Gadis itu kembali menangis, bukan tangis kesedihan melainkan tangis haru.

"T-terima kasih," ucap Tenten tulus sambil mengenggam erat cincinnya itu.

Sakura mengulurkan tangannya lalu meletakkannya di atas kepala Tenten. Tenten nampak kaget dan segera menatap Sakura. Kali ini, dia terpanah menatap manik emerald hijau teduh milik Sakura.

"Bukankah itu gunanya teman, Tenten?" tanya Sakura, sukses membuat Tenten merona tipis.

Entertainment School Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang