Chapter 23: Facing Grief

6K 482 18
                                    

Satu minggu berlalu, Baby Blue sudah siap untuk menghadapi ujian. Mereka kini berada di depan ruangan ujian bersama Vstar yang setia menemani mereka. Ketika Baby Blue hendak melangkah masuk, sebuah teriakan seorang siswa menghentikan langkah mereka.

"KEKASIH GURU TSUNADE MENINGGAL!" teriak siswa tersebut, membuat jantung Sakura berdetak tak karuan.

"Nona Tsunade... Tidak, nona, aku akan pergi!" ucap Sakura panik, hendak pergi. Namun, Ino segera menarik tangan Sakura, menghentikan aksinya.

"Apa yang kau pikirkan, Jidat? Kita harus ujian. Aku tahu kau menyayangi Guru Tsunade, aku tahu kau mengkhawatirkannya, tapi ujian ini penting, Jidat," ucap Ino dengan wajah serius.

"Tapi—"

"Dengar, semuanya akan baik-baik saja. Aku akan mengirim orang untuk memastikan Guru Tsunade baik-baik saja, oke? Tetap di sini dan ikuti ujiannya," ucap Sasuke sambil mengusap pipi Sakura, menatap matanya dengan penuh keyakinan.

"Percayalah padaku, semuanya akan baik-baik saja," lanjut Sasuke. Sakura mengangguk mantap dan memasuki ruang ujian.

Setelah menghadapi ujian yang cukup menegangkan, mereka segera menuju kantor ANBU. Sakura tahu betul bahwa urusan seperti ini akan ditangani oleh sang kakak dan segera menuju ruangan kakaknya.

Pikiran Sakura terlalu kalut hingga membuka pintu ruangan Nagato dengan tergesa-gesa, membuat semua orang di dalam tersentak kaget. Di dalam sana ada Nagato, Tsunade, Yahiko, dan Konan yang merupakan rekan kerja sang kakak.

"Nona hiks," panggil Sakura dengan isak tangisnya, langsung menerjang tubuh Tsunade erat-erat.

"Tak apa, Sakura. Aku baik-baik saja," ucap Tsunade sambil mengelus rambut Sakura, seolah ia benar-benar baik-baik saja.

"Apa yang sebenarnya terjadi pada kekasih Guru Tsunade?" tanya Sasuke, menatap Nagato. Nagato mendesah pelan.

"Malam itu, Dan melakukan transaksi sabu dan kami mengejarnya, tapi tak disangka ia bunuh diri di atas gedung," jelas Nagato, membuat semua orang tersentak kaget, kecuali Yahiko, Konan, dan Tsunade yang memang sudah tahu.

Suasana menjadi hening seketika, tak ada yang berniat berbicara. Suasana terlalu canggung bahkan Naruto yang biasanya cerewet sekalipun memilih bungkam. Naruto melirik Tsunade yang tengah tertidur bersandar pada bahu Sakura. Naruto mengenal Tsunade sangat baik karena beliau merupakan teman dekat Jiraiya. Naruto tahu jika Tsunade bersedih, tetapi ia berusaha terlihat kuat padahal nyatanya wanita itu sangat rapuh. Ia kehilangan orang tuanya, kakek tercintanya, bahkan adik laki-lakinya. Wanita itu sebatang kara, hidup tanpa cinta dan kasih sayang, dan ketika ia mendapatkan kembali cinta dan kasih sayang, Tuhan kembali menamparnya dengan merenggut sosok pria yang amat ia cintai.

Malam semakin larut, semua orang sudah pulang. Nagato baru saja keluar dari kantornya dan berjalan menuju mobilnya yang terparkir. Ia melihat Tsunade tengah duduk sendirian di atas mobilnya. Matanya nampak sayu, wajahnya pucat, dan Nagato menebak bahwa wanita itu tengah kedinginan karena mengenakan pakaian yang terbuka. Nagato melepaskan jaketnya dan meletakkannya di bahu Tsunade, membuat wanita itu tersentak kaget dan kemudian menatap mata Nagato.

"Apa yang kau lakukan di sini, nona? Pulanglah, hari sudah malam," ucap Nagato selembut mungkin karena ia tahu wanita di depannya itu tengah kehilangan arah.

"Aku... Tak tahu harus apa," ucap Tsunade pelan, tersirat rasa sedih mendalam dalam ucapannya.

"Yang harus kau lakukan adalah menjalani hidupmu dengan baik," ucap Nagato tenang.

"Untuk apa aku hidup? Untuk siapa? Pada dasarnya aku tak punya siapa-siapa, lantas untuk apa aku bertahan?" gumam Tsunade sambil menundukkan kepalanya.

"Jika bukan untuk dirimu sendiri, maka hiduplah untuk mereka yang berada di atas sana. Mereka berharap kau bisa menjalani kehidupanmu dengan baik, nona. Jadilah wanita yang kuat. Jangan kecewakan mereka. Jangan anggap masalahmu adalah masalah yang paling berat karena banyak orang yang punya beban kehidupan yang jauh lebih berat darimu, tapi mereka tak mengeluh," nasehat Nagato, membuat Tsunade terteguh.

"Pulanglah. Kau masih punya rumah dan pasti ada seseorang yang menanti kepulanganmu di rumah dengan rasa cemas. Jadilah wanita yang kuat. Aku yakin kau bisa, aku percaya itu. Selamat malam," ucap Nagato diiringi senyum hangat yang jarang ia tunjukkan selain kepada Sakura dan ibunya, Mebuki.

Sebuah kecupan mendarat di kening Tsunade, membuat ia nampak bersemu tipis. Sementara itu, Nagato masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan Tsunade yang masih tercegang dengan rona merah menghiasi wajahnya.

Sementara itu, Sasuke tengah berusaha memanjat tembok menuju kamarnya, sedangkan Mikoto tengah menunggu kepulangan Sasuke di ruang tamu dengan memegang sapu. Fugaku terlihat berusaha menahan tawa melihat kelakuan sang istri seperti orang yang ingin pergi berperang dengan wajah garangnya.

"Apa yang kau lakukan, istriku?" tanya Fugaku, membuat Mikoto mendengus kesal.

"Tentu saja menunggu anak ayammu pulang, suamiku. Lihat, ia benar-benar sudah lupa akan rumahnya sendiri," ucap Mikoto. Sejujurnya, Mikoto tahu Sasuke sering berada di rumah Sakura, dan itulah yang membuatnya kesal, bukan karena tidak menyukai Sakura, melainkan karena Sasuke yang tidak pernah membawa calon menantu cantiknya itu ke rumah lagi.

'Aku sedang melihat induk ayam yang tengah siap-siap untuk menendang bokong anak ayamnya,' batin Itachi sambil tertawa geli.

Fugaku menatap Itachi yang tengah tersenyum geli, lalu menepuk pundak sang anak. Keduanya berbalik, saling pandang, dan tertawa pelan agar tidak didengar Mikoto.

"Akan sangat menyenangkan melihat Sasuke dipukuli ibunya," bisik Fugaku, membuat Itachi tertawa pelan.

"Oh, ini sangat menyenangkan, ayah. Tak sabar rasanya melihat adik durhaka ku itu mendapatkan omelan ibu," bisik Itachi, membuat Fugaku tertawa pelan.

"Apa yang kalian lakukan!?" tanya Mikoto, menatap garang suami dan putra sulungnya. Entah kemana hilangnya wajah lembut Mikoto kini. Ia nampak sangat menyeramkan, membuat Fugaku berdidik mengerti teringat kisahnya ketika ia dituduh istri tercintanya berselingkuh dengan sekretarisnya, padahal nyatanya itu tidak benar.

"Oh, istriku, aku hanya tengah berunding dengan Itachi dan kupikir sebaiknya kami menemanimu," ucap Fugaku dengan senyum terbaiknya.

"Astaga, aku benar-benar pusing dengan tingkah Sasuke. Anak itu benar-benar merepotkan," ucap Mikoto, duduk di sofa diikuti oleh Fugaku dan Itachi.

Pukul sudah menunjukkan jam 2 dini hari, namun ketiganya masih setia menanti kepulangan Sasuke, tanpa tahu bahwa sosok yang mereka tunggu kepulangannya telah tertidur dengan nyenyaknya di kasur empuknya, meninggalkan Mikoto, Fugaku, dan Itachi yang mati-matian menahan rasa kantuk mereka hanya karena menunggu Sasuke. Ah, nampaknya Sasuke sudah tahu jika ibunya menunggu di ruang tamu, maka dari itulah ia masuk lewat jendela. Benar-benar Uchiha yang cerdik.

Entertainment School Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang