Part 1

12.5K 677 32
                                    

Hari ini 10 November 2018, tepatnya pukul 10:10 AM KST. Daun-daun kompak merubah warna mereka menjadi kemerahan di sepanjang jalan Kota Seoul. Suhu saat itu menunjukkan 12°C di atas nol.

Seorang gadis remaja tujuh belas tahun sedang duduk berhadapan dengan seorang pria ubanan yang memakai seragam polisi lengkap. Dan sebutlah nama gadis itu Min Hee.

Min Hee tampak tak sehat dilihat dari sudut manapun. Rambut panjangnya kusut tak terurus, lingkaran hitam menghiasi kantung matanya yang sembab, dan ada lebam di ujung bibir kirinya.

Ruangan yang ditempatinya itu terasa dingin dan lembab, jadi ia terus mengepalkan tangannya dengan kaku. Ia melirik sebuah kaca segi panjang berwarna hitam di salah satu sisi ruangan. Pikirnya, bahwa masih ada lagi orang yang sedang mengawasinya di balik kaca itu.

Suara serak dan berat sang polisi mengejutkan lamunannya. “Apa kau bisa menceritakan lagi bagaimana kejadiannya?”

Min Hee bergeming. Sekalipun ia bisa menceritakan dengan detail kejadiannya, ia tak punya rencana untuk memberi tahu siapapun apa yang sebenarnya terjadi.

Pertanyaan yang baru saja terlontar - walau bagaimanapun – sudah menemaninya semalaman suntuk, jadi ia bukan saja sudah lelah dengan pertanyaan itu tapi ia juga sudah sangat jenuh dan muak. Seperti sebuah kelelahan yang hanya bisa dirasakan oleh seseorang yang pernah mengalami nasib serupa dengannya saja.

“Kau akan tetap diam saja begini?” tanya polisi itu lagi, ada rasa kesal yang tertahan didengar dari nada bicaranya.

Min Hee – tentu saja – sadar betul apa yang sedang dilakukannya. Tapi orang-orang tidak mengerti dirinya. Mereka seperti memaksanya untuk mengatakan sebuah kebohongan besar.

“Dimana dia sekarang?” tanya Min Hee gemetar.

Polisi itu malah bangkit dari kursi dengan gusar. Kemudian berlalu begitu saja seakan tidak pernah ada kalimat tanya dari Min Hee barusan.

Dalam kesendirian itu, Min Hee bisa merasakan kekhawatiran jika apa yang sedang menantinya di masa depan tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Ia menggigiti kuku-kukunya untuk meminimalisir kecemasan itu, tapi hasilnya nihil sekali.

Dentuman di rongga dadanya berpacu keras sekali seiring kecemasan itu menguasai kendalinya, dan itu sangat sakit. Ia melirik lagi kaca hitam di depannya, masih yakin bahwa ada banyak orang yang sedang menontonnya.

***

Di luar ruangan itu memang benar adanya sekumpulan orang serius yang sedang memonitor setiap gerak-gerik kecil Min Hee. Mereka tampak tak habis pikir menanggapi korban yang seolah terus melindungi pelaku yang menjahatinya.

“Apa yang dia pikirkan sebenarnya?” tanya polisi paruh baya yang baru saja keluar dari ruangan. Wajahnya menunjukkan kefrustrasian dan kejemuan setelah menginterogasi Min Hee tanpa hasil.

“Kita sudah melakukan ini semalaman.” Polisi lain menimpali sambil meregangkan tangannya ke udara, ia juga menguap tanpa menutup mulutnya.

“Apapun itu, kita harus mendapatkan kesaksian dari korban secepatnya.” Seseorang yang baru saja datang langsung menengahi dialog pertama. Suara berat itu berasal dari seorang pria jangkung yang jika dilihat dari seragam polisinya, punya pangkat lebih tinggi.

“Tapi korban tidak menunjukkan tanda-tanda akan memberikan kesaksian dalam jangka waktu dekat, malah dia terlihat seperti mengkhawatirkan pelaku,” jelas Polisi Lee, yaitu polisi yang tadi menginterogasi Min Hee langsung.

“Aku baru saja mendapatkan bukti lain.” Sang Ketua memberikan selembar kertas. “Tim yang memeriksa lokasi kejadian menemukan ada bekas sperma yang mengering, yang setelah diperiksa ternyata adalah milik pelaku.”

Para polisi yang bertugas di ruang interogasi terkejut mendengar berita terbaru itu. Karenanya, mereka juga semakin termotivasi untuk mendapatkan kesaksian dari Min Hee.

“Oleh karena itu, kita harus mendapatkan kesaksian dari korban langsung,” kata Ketua setelah melihat respons bawahannya yang berapi-api. “Dengan bukti ini, kita bisa menambah tuntutan lain pada pelaku, yaitu tidak hanya penculikan tapi juga pemerkosaan,” lanjutnya penuh ambisi.

Di antara orang-orang berseragam polisi, ada seorang wanita berjas dokter yang biasa dipanggil dengan sebutan Dr. Kim. Kepala medis di kepolisian itu memberikan pendapat yang tak terduga mengenai kasus yang sedang diselidiki saat ini.

“Itu tidak semudah kedengarannya,” ucap Dr. Kim mengawali.

Orang-orang segera menoleh pada wanita berkacamata itu dengan tatapan yang terheran-heran.

Dr. Kim menjelaskan. “Lain ceritanya jika korban juga menginginkan hubungan intim itu.”

“Aku tidak paham maksudmu, Dokter,” kata Ketua sambil mengerutkan dahinya.

“Sudah jelas. Jika korban juga menginginkannya, maka tuntutan pemerkosan tidak bisa diterima,” lanjut Dr. Kim. Ia membenarkan letak kacamatanya dengan santai.

“Maksudnya, kenapa korban juga harus menginginkan hubungan intim itu? Kau tidak melihat luka-luka di sekujur tubuhnya?” Ketua menunjuk ke arah Min Hee yang tidak bisa mendengarnya dari dalam ruangan.

“Siapa tahu?” timpal Dr. Kim merasa yakin.

***

TBC

Jangan lupa vomentnya yaa 😄

SYNDROME ||Jeon Won Woo|| ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang