Min Hee tidak bisa menjelaskan bagaimana bisa ia tertidur dalam keadaan yang tidak menguntungkan itu. Ia merasa bahwa bagian sisi kiri tubuhnya beku karena beradu dengan lantai cukup lama, apalagi mengingat bahwa saat itu sudah memasuki Bulan November yang dingin.
Pelipisnya berdenyut tak karuan, dan ia tak bisa meraih untuk memijatnya karena kedua tangannya masih terikat ke belakang kursi. Tapi ia menyadari kalau ikatan itu sudah lumayan kendur dibanding sebelumnya.
Min Hee mencoba mengguncang tubuhnya beberapa kali, sampai ia bisa merasakan kedua tangannya sudah terbebas dari jeratan tambang. Ia cepat-cepat melepaskan ikatan di kaki-kakinya lalu bangkit dengan keseimbangan tubuh yang kurang.
Ia mengatur napasnya dalam-dalam agar bisa berpikir jernih.
“Tenangkan dirimu, Cha Min Hee!” gumamnya. “Kau baru saja mendapat kesempatan untuk hidup lagi.”
Min Hee merogoh saku mantel untuk mengambil ponselnya.
Baterainya habis.
“Sial!” desisnya.
Kakinya berjalan menuju pintu, anehnya pintu itu tidak dikunci. Ia berjalan di sepanjang lorong - tentunya dengan bunyi yang sangat minim, mungkin sekitar 4dB atau setara dengan membuka halaman buku di perpustakaan.
Tempat itu sangat sepi dan tertutup, hampir mustahil membuat kakinya tidak menimbulkan bunyi lebih pelan dari itu.
Min Hee sama sekali tidak bisa membayangkan ada tempat kosong seperti ini di Seoul, rasanya tidak mungkin. Tanpa sepengetahuannya, bisa saja ia sudah berada di luar kota, terkanya dalam benak.
Ia tak begitu banyak mendapati pintu lain, tapi jalan yang dilaluinya terus menempatkannya dalam dua pilihan; jalur kanan atau kiri. Ia sampai berpikir bahwa ia justru semakin menjauh dari dunia luar.
Apalagi dengan jantungnya yang bergemuruh karena takut akan ada sosok yang tiba-tiba muncul di depannya, membuatnya terkadang tidak membenarkan rencana kabur ini.
Samar-samar, gendang telinga Min Hee mendengar kegaduhan yang berasal dari atap, seperti musik yang diputar dengan sangat keras. Pantas saja tidak ada yang mendengar teriakannya!
Ia menemukan tangga pertama setelah hampir sepuluh menit berjalan, dan lantunan musik semakin terdengar dekat. Ia mengikuti jalan itu dan mencoba percaya bahwa ia bukan orang yang sesial itu.
Saat hendak menghitung anak tangga pertama, kedua matanya menangkap siluet di ujung tangga paling atas sedang berdiri tegap. Walaupun tidak jelas, ia yakin sosok itu tengah menatap penuh intimidasi ke arahnya.
Tubuh Min Hee bergetar seketika. Setiap bagian sendinya jadi linu dan ia hampir saja kehilangan jiwanya.
Saat itu ia hanya bisa mengandalkan gerak refleks tubuhnya untuk menghindar. Ia membanting haluan dan kembali menyusuri jalur yang tadi dilewatinya menuju ruang sekap.
Min Hee tidak tahu apa yang menyandung kakinya hingga membuatnya terjerembap saat dalam pelarian yang menegangkan itu. Belum sempat bisa berpikir, ia merasakan tarikan luar biasa pada rambutnya yang sudah berantakan.
Kepalanya mendongak secara terpaksa, sehingga ia kesulitan untuk mengambil napas.
“Lepaskan!” teriaknya.
“Kau pikir apa yang sedang kau lakukan?” tanya Won Woo marah.
Tubuh Min Hee terangkat dengan ringan sampai kedua kakinya menapak tak nyaman di atas lantai. Ia meronta minta dilepaskan, tapi itu sama sekali tidak membuahkan hasil apapun, sampai-sampai tangannya yang sedang berontak tak sengaja menyenggol kupluk yang dikenakan penculiknya.
Kupluk itu jatuh di belakang leher seorang laki-laki yang diperkirakan masih berumur dua puluh akhir. Dan untuk yang pertama kalinya, mata mereka bertemu secara resmi. Tapi itu hanya membuat Min Hee semakin tercekik rasa takut saja.
Mata laki-laki itu seperti predator, dingin tak bersahabat. Rahangnya tercetak dengan jelas, dan bibirnya terlihat seperti tak mengenal senyuman.
“Kumohon!” Min Hee menangis lagi, padahal air matanya sudah mengering.
“Kau baru saja melakukan kesalahan besar, asal kau tahu!” Won Woo memukul wajah Min Hee tanpa memandang status Min Hee sebagai wanita. Karenanya, ada cairan merah yang keluar di ujung mulut Min Hee.
Won Woo tak memberi Min Hee kesempatan untuk mengaduh, ia dengan sadis menyeret Min Hee ke ruang sekap dan menghiraukan raungan tangis gadis itu.
Saat sampai, Won Woo langsung melempar tubuh Min Hee ke lantai lalu mengunci ruangan itu dari dalam. Ia menatap lurus ke arah Min Hee, seakan cukup untuk memakan gadis itu hidup-hidup.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
SYNDROME ||Jeon Won Woo|| ✔
FanfictionBersama adalah bahan dasar untuk membuat kasih sayang, walau bahkan dalam pembuatannya tidak memerlukan perasaan. 11 September 2018 - 16 Februari 2019