Part 19

2.5K 331 15
                                    

Keesokan harinya, 10 November, jam telah menunjukkan pukul 03:21 sore.

Hari itu terasa sangat lama dan melelahkan untuk dilalui, lebih lelah dari hari-hari lainnya. Interogasi yang dilakukan terhadap Min Hee belum memberikan perkembangan yang signifikan.

Detektif Choi meninggalkan Min Hee dan keluar dari ruangan. "Kita butuh waktu lebih lama agar bisa membujuknya," katanya.

Pak Polisi Min yang sedang menyeruput mie hitam jadi tersedak. "Ketua tidak akan mengerti," timpalnya.

"Jadi menurutmu, korban yang harus mengerti Ketua?" tanya Detektif Choi dengan nada yang lebih tinggi.

Akibatnya, Pak Polisi Min menjadi bungkam. Ia juga berpikir bahwa seharusnya pihak kepolisian lebih memberikan kelonggaran untuk korban yang masih dalam traumanya, tapi ia hanyalah seorang bawahan yang harus selalu bergerak saat diberi tugas.

Keheningan mengambil alih untuk sementara. Kemudian Pak Polisi Lee berdeham agar suasana kembali menghangat.

"Apa yang sebenarnya membuat dia takut untuk bicara?" tanya Pak Polisi Lee masih keheranan karena korban terus melindungi penculiknya.

Dr. Kim menggelengkan kepala. "Dia bukan takut untuk bicara, dia hanya tidak mau bicara. Satu hal yang ditakutinya sekarang hanyalah berpisah dengan penculiknya."

"Kenapa?" tanya Pak Polisi Lee. "Aku tidak paham apa yang berusaha kau sampaikan dari tadi. Kumohon, beri tahu aku apa yang kau tahu!"

Dr. Kim melirik Detektif Choi sejenak. Mata mereka tampak bicara banyak hal, tapi sayangnya hanya mereka saja yang tahu.

"Disebut dengan Sindrom Stockholm," kata Dr. Kim mengawali jawabannya. "Sebuah kelainan jiwa yang langka, dimana korban penculikan akan berpihak pada penculiknya sendiri. Secara medis, ia tidak benar-benar jatuh cinta tapi gejalanya hampir terlihat sama. Korban akan terlihat seperti menyukai penculiknya, bahkan sangat setia padanya."

Pak Polisi Lee mengerutkan dahinya.

Dr. Kim menghela napas berat sebelum melanjutkan. "Korban mengalami penyiksaan yang sangat parah baik secara fisik maupun mental di awal penculikan, sampai membuatnya jadi sulit untuk berpikiran jernih, apalagi untuk bisa menemukan jalan untuk kabur. Jadi caranya ya korban harus patuh pada penculik. Selanjutnya jika penculikan berjalan lama, maka korban perlu mengenal penculik lebih jauh untuk bertahan hidup."

Kali ini giliran Detektif Choi yang membagi pengetahuannya tentang Sindrom Stockholm. "Dalam keadaan tersiksa dan penuh tekanan itu, sedikit kebaikan dari penculik berarti luar biasa bagi korban. Penculik akan tampak seperti seorang pahlawan yang sangat baik bagi korban."

"Pahlawan?" Polisi Min tak terima. "Yang benar saja," cibirnya karena kesal.

"Ya, itu benar," sambung Dr. Kim serius. "Korban pun akhirnya akan mengalami suatu delusi atau pemahaman palsu untuk mengurangi stres psikologis yang ia alami, dimana ia benar-benar mengira bahwa si penculik adalah temannya. Sementara orang lain yang berusaha untuk menyelamatkannya justru dirasa bukanlah temannya."

"Itu terdengar seperti kita." Pak Polisi Min mengomentari. "Kita berusaha menyelamatkan dirinya, tapi dia bahkan terlihat tidak menginginkan kita ada di sini." Ia berujar iba sambil menoleh pada Min Hee yang ada di ruang interogasi.

SYNDROME ||Jeon Won Woo|| ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang