Part 10

3.4K 407 11
                                    

#Malam ketiga penculikan Min Hee.

Won Woo meraih dagu Min Hee yang tidak sadarkan diri, tidak bisa membedakan apakah gadis itu hanya tertidur atau benar-benar pingsan. Ia melihat bibir gadis itu yang kering dan pecah-pecah. Ia baru ingat kalau ia belum memberinya makan atau minum sedikit pun sejak malam pertama penculikan.

Won Woo mengambil sebotol air mineral dan meminumkannya pada Min Hee. Sedetik kemudian, gadis itu akhirnya terbangun dan terlihat sangat kehausan.

Won Woo melihat mata Min Hee yang sebening kristal. Pikirnya, itu karena Min Hee banyak menangis akhir-akhir ini. Rasa kemanusiaan Won Woo pun teruji saat itu juga, ia segera memalingkan wajahnya lalu mengambil sebungkus roti.

Mata mereka bertemu lagi. Kali ini lebih canggung dari sebelumnya.

Won Woo ditempatkan pada dua pilihan, yaitu menyuapi Min Hee oleh tangannya langsung atau melepaskan ikatan gadis itu agar bisa makan sendiri. Ia berdeham karena bingung menentukan. Tapi pada akhirnya, ia memilih untuk melepas tambang yang mengikat kedua tangan gadis itu.

Min Hee menerima roti itu dengan tangan yang gemetar. Sebagian karena lemas, sebagiannya lagi karena takut. Saat membuka bungkus roti itu pun, ia mengalami kesulitan karena tangannya yang sakit.

Won Woo segera merebut roti itu agak kasar dan membukakannya untuk Min Hee.

“Terima kasih,” kata Min Hee sambil menundukkan kepalanya.

Won Woo terhenyak sesaat setelah mendengar ucapan terima kasih dari Min Hee. Baginya, itu terdengar tidak masuk akal jika mengingat dirinya sudah melakukan suatu kejahatan yang tak termaafkan pada Min Hee.

“Kau membawa ponselmu?” tanya Won Woo.

Min Hee merogoh saku bagian dalam mantelnya, lalu memberikan ponsel yang dimaksud Won Woo dengan mudahnya. “Ini.”

Won Woo tak kunjung menerima karena merasa ada yang ganjil, hanya saja ia tidak tahu apa tepatnya. “Kenapa kau memberikannya padaku?” tanyanya ingin memastikan.

“Karena kau menanyakannya barusan,” jawab Min Hee apa adanya.

Won Woo tak bicara apa-apa lagi, tapi wajahnya masih menampilkan ekspresi keheranan. Rasanya, Min Hee jadi sangat penurut dibanding sebelum-sebelumnya. Ia tidak tahu apakah ia harus senang atau sebaliknya, tapi yang pasti ia membutuhkan ponsel Min Hee sekarang. Ia pun mengambil ponsel itu.

"Tapi baterainya habis," kata Min Hee memberi tahu.

Min Hee pun hanya mampu memakan roti itu secuil demi secuil, karena tidak peduli seberapa laparnya ia, bagian rahang bekas dipukul Won Woo terus merintih kesakitan saat digerakan.

Min Hee mencuri pandang ke arah Won Woo beberapa kali. Ia ingin menanyakan sesuatu pada penculiknya itu, tapi merasa segan untuk bersuara.

Min Hee berdeham kecil, sampai berhasil membeli perhatian Won Woo. “Aku belum tahu namamu,” katanya pelan.

Won Woo menoleh kaku karena tak percaya apa yang baru saja didengarnya. Ia menimbang-nimbang sebentar sebelum memberikan respons.

“Memangnya ada alasan kau harus tahu?” tanya Won Woo tak bersahabat.

Min Hee menggeleng. “Tapi mulai sekarang, kau dan aku....”

Won Woo menatap dalam manik Min Hee, membuat gadis itu mengurungkan maksud perkataannya. Hanya ada kejujuran yang terpancar dalam iris hitam milik gadis itu. Ia tak habis pikir, kenapa Min Hee bisa memiliki keinginan untuk mengetahui nama penculiknya.

Beberapa saat hanya diisi oleh keheningan saja. Tiba-tiba Min Hee membuka mulutnya lagi dengan ragu.

“Er, aku ingin ke kamar kecil,” ungkapnya agak sedikit malu.

SYNDROME ||Jeon Won Woo|| ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang