Min Hee sedang menghangatkan telapak tangannya di atas bara api di ruang sekap. Entah kenapa, rasanya semakin dingin saja dalam ruangan senyap itu.
Sekarang ini Min Hee sedang terbelenggu dalam kerinduannya dengan ibu, rumah, bahkan jalanan menuju kampusnya. Terlintas juga dalam benaknya wajah Soon Young yang sedang membuat lelucon konyol untuknya, seperti terakhir kali.
Tapi dalam ketidakberdayaan hatinya, ia bisa merasakan bahwa pertemuannya dengan Won Woo bukan sekadar kebetulan semata.
Menurutnya, ada suatu hal yang tak terkalahkan telah ikut campur dalam jalan hidupnya dan Won woo. Semacam takdir Tuhan, mungkin.
“Kau kedinginan?” tanya Won Woo memastikan.
“Tidak juga,” jawab Min Hee seraya menurunkan kedua tangannya.
Min Hee menoleh pada Won Woo. Kali ini ia tidak lagi menemukan sebuah ancaman dalam diri laki-laki itu. Tapi ia tidak bisa bohong, kalau tubuhnya masih ingat betul kekejaman yang pernah diberikan laki-laki itu padanya.
Hal yang paling ia inginkan sekarang adalah sebuah kesempatan agar bisa memperbaiki hubungan mereka menjadi sesuatu yang lebih baik dan menjanjikan. Karena ia tak bisa terima jika saling menyakiti adalah pilihan mutlak bagi mereka.
Min Hee menyadari kalau Won Woo terlihat sedang melamunkan sesuatu. “Apa yang sedang kau pikirkan?” tanyanya.
“Tidak ada,” jawab Won Woo agak kaku.
Min Hee kembali waspada. Seharusnya tidak ada rahasia di antara mereka, pikirnya.
“Kau tahu, aku selalu siap mendengarkanmu,” kata Min Hee memancing Won Woo untuk bicara.
Won Woo membuka mulutnya, hendak mengatakan kegundahan itu pada Min Hee. Jika saja tidak ada orang lain yang tiba-tiba menerobos masuk ke ruangan, sambil menodongkan pistol pula.
“Angkat tangan kalian!” Seorang polisi memerintah.
Won Woo dan Min Hee langsung berdiri mengahadap para tamu tak diundang itu sambil mengangkat tangan mereka ke udara.
“Astaga!” pekik polisi lain saat mengenali wajah Min Hee. “Itu benar dia!” sambungnya.
Min Hee menurunkan tangannya perlahan saat Won Woo berniat menghampirinya. Tapi bak kilat, polisi segera menekan tubuh Won Woo hingga jatuh tersungkur. Akibatnya wajah Won Woo langsung mendarat tepat di atas lantai yang kotor, dan kedua tangan laki-laki itu sudah mulai diborgol di belakang punggung.
Bersamaan dengan hal itu, sebuah tangan merengkuh Min Hee dan berencana membawanya pergi dari sana, meninggalkan Won Woo yang sedari tadi berusaha melawan kendali polisi.
“Min Hee!” teriak Won Woo parau. “Min Hee-ya!”
Tubuh Won Woo ditindih menggunakan lutut polisi dan kepalanya semakin ditekan ke lantai, tapi nama Min Hee tetap lolos dari mulutnya yang setengah mencium permukaan lantai. “Min Hee-ya!”
Min Hee menemukan ada cairan bening di ujung mata elang Won Woo yang berubah merah. Cairan itu berkumpul menjadi satu kesatuan yang utuh sebelum menetes dan membasahi debu di lantai. Tapi sayangnya, Min Hee tidak punya kuasa untuk menolong Won Woo.
Polisi tidak memberinya kesempatan bahkan walau hanya sekadar untuk mengucap salam perpisahan pada Won Woo. Ia ditarik keluar ruangan agak paksa dan berjalan melewati lorong yang pernah jadi jalan kaburnya, dan selama kurun waktu tertentu ia hanya bisa meneteskan air mata dalam diam.
Min Hee mencoba mengingat trauma yang telah Won Woo torehkan dalam tubuhnya, tapi ia malah mengingat hari-hari dimana laki-laki itu memberikan perhatian padanya. Jujur saja, ia jadi bimbang. Dan tidak pernah sebimbang ini selama dua puluh tahun perjalanan hidupnya.
“Min Hee-ya!” Sekali lagi terdengar sebuah panggilan dari Won Woo di belakang sana.
Min Hee menoleh dan kakinya tergerak menuju asal suara itu, tapi polisi di sampingnya tidak mengizinkan. “Lewat sini,” ucap polisi menunjuk arah berlawanan.
“Tidak, aku ingin kembali saja,” balas Min Hee.
“Kau tidak perlu memperdulikannya lagi, sekarang kau aman bersama kami,” ucap polisi itu lagi. Cengkeramannya semakin kuat di pergelangan tangan Min Hee.
Samar-samar Min Hee bisa mendengar perlawanan Won Woo terhadap polisi yang menahannya di ruang sekap. Terdengar pula suara lainnya, seperti pukulan dan erang kesakitan.
“Aku ingin kembali,” ucap Min Hee. Ia memelintir tangannya sendiri agar terlepas dari genggaman kokoh milik Pak Polisi.
“Tidak! Kau tidak boleh kembali ke sana.” Polisi itu menolak.
Perdebatan pun tak dapat dihindari oleh Min Hee dan polisi yang membawanya pergi. Dan mengingat tangan Min Hee yang masih sakit, perlawanannya terhadap polisi sangatlah lemah.
“Tidak! Kau tidak boleh kembali. Orang itu sudah menjahatimu.” Polisi itu memperingatkan Min Hee agar tidak goyah.
Di saat Min Hee hampir berhasil melepaskan diri, bunyi tembakan terdengar dari ruang sekap. Atmosfer pun berubah menjadi mencekam dan mengerikan.
Ia merasa bahwa semua perasaan berkumpul menjadi satu dalam hatinya, sampai ia tidak bisa menentukan mana yang lebih dominan.
Waktu seolah berhenti dari pekerjaannya.
Min Hee menatap nanar pintu ruang sekap. Air matanya terjun bebas seiring dugaan mengerikan tentang kondisi Won Woo muncul dalam otaknya.
Ia bisa mendengar polisi itu mengajaknya bicara, tapi ia tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang dibicarakan polisi itu padanya.
Kepalanya berdenging tak karuan. Jiwanya seperti dibawa pergi menuju antah berantah, dan ia tidak bisa mencegahnya. Otaknya lumpuh total dan tubuhnya pun sudah bukan miliknya lagi, karena ia hanya diam saja saat dipapah pergi oleh polisi.
Saat keluar dari gedung karaoke, Min Hee segera diberi selimut hangat dan penanganan pertama oleh petugas ambulans.
Di sana ada banyak orang yang berkerumun untuk menyaksikan kebebasannya, tapi Min Hee tetap tidak bisa fokus dan malah merasa seorang diri setelah terpisah dengan Won Woo.
Ia menoleh langit malam yang memberikan penampilan terbaiknya malam ini, seolah sedang merayakan hari kebebasannya. Kebebasan yang pernah diinginkannya, namun tidak lagi. Ia pun semakin merasa terpuruk karena tidak tahu harus menggantungkan hidup pada siapa lagi.
Setelah itu, interogasi panjanglah yang menggantikan posisi Won Woo di setiap waktu.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
SYNDROME ||Jeon Won Woo|| ✔
FanficBersama adalah bahan dasar untuk membuat kasih sayang, walau bahkan dalam pembuatannya tidak memerlukan perasaan. 11 September 2018 - 16 Februari 2019