Sepeninggal pemuda itu, Min Hee kembali mengguncang tubuhnya untuk melepaskan diri dari ikatan. Rasa sakit di tangannya sudah ia hiraukan sejak keinginan untuk pergi dari tempat itu semakin menggila. Ia berusaha memanfaatkan kesempatan semaksimal mungkin selagi penculiknya sedang tidak ada.
Min Hee menggoyangkan kursi kayu yang didudukinya sekuat tenaga, namun yang didapatnya setelah berusaha beberapa menit adalah lantai dingin dan kotor. Ia jatuh terjerembap dengan posisi masih terikat dari kursi.
Min Hee menatap nanar pintu yang menghubungkannya dengan dunia luar. Ia mendapat bisikan bahwa sepertinya ia tidak akan bisa pergi dari sana dalam jangka waktu dekat. Ia pun kembali menangisi hal tersebut, sampai-sampai rambut panjangnya menempel dan menutupi seluruh wajahnya yang menyedihkan.
***Si penculik mengangkat panggilan secepat yang ia bisa setelah merasa jauh dengan sanderanya.
"Bagaimana?" tanya orang di seberang sana dengan penuh percaya diri kalau orang yang baru saja mengangkat telepon tahu maksudnya.
"Aku sudah menangkapnya," jawab si penculik. "Dia bilang akan memberikan tebusan jika kita memberinya kesempatan untuk menelepon keluarganya. Bagaimana?" lanjutnya.
"Tunggu sebentar lagi! Kita harus membuat semuanya lebih sempurna," balas si penelepon, yang jika diperhatikan memiliki otoritas atas si penculik.
"Ini belum dua puluh empat jam untuk dikatakan sebagai kasus penculikan, tapi gadis itu menawarkan diri untuk memberikan tebusan. Bukankah itu lebih menguntungkan kita?" jelas si penculik.
"Jeon Won Woo!" bentak si penelepon. "Sejak kapan kau mendengarkan seorang perempuan yang merengek begini?"
Won Woo tersentak akibat pekikan dari bosnya. Walaupun yang dikatakan sanderanya terdengar masuk akal, ia punya kewajiban untuk mengutamakan perintah atasannya. Selain itu, ia tidak ingin mencari masalah dengan orang ini.
"Maafkan aku!" kata Won Woo menyesali keteledorannya barusan.
"Jangan buat dirimu terpengaruh oleh orang lain! Kita lebih tahu tugas kita, ingat itu!" kata si penelepon. "Jika kita membuat sedikit pertunjukan dalam prosesnya, kita bisa menambah harga tebusan berkali lipat. Kau paham?" tanya si penelepon.
"Baik, Abeoji," timpal Won Woo patuh.
"Kau adalah anakku. Ada darahku yang mengalir dalam dirimu. Jangan kecewakan aku!" kata Tuan Jeon dengan tegas. "Aku akan menyuruh adikmu untuk mengawasi rumah gadis itu."
Tubuh Won Woo memanas setelah mendengar adiknya disebut-sebut. Sebetulnya ia sangat tidak setuju jika adiknya juga terlibat dalam masalah ini.
"Abeoji!" Nada bicara Won Woo meninggi dari sebelumnya. "Aku sudah pernah memintamu untuk tidak membawa-bawa Bo Hyuk ke dalam pekerjaan kita. Sekarang dia kelas tiga SMA dan harus fokus untuk ujiannya," lanjutnya.
"Aku ingat kau pernah mengatakannya. Tapi bukan berarti aku harus menurut padamu, kan?" kata Tuan Jeon dengan enteng. "Dia tidak akan kenapa-napa hanya karena mengawasi rumah."
Won Woo sudah tahu sejak lama kalau ucapannya tidak pernah didengar oleh ayahnya, jadi ia berhenti membantah. Tapi di luar itu semua, ia bertekad akan menjauhkan adiknya dari pekerjaan bahaya yang sedang dilakukannya saat ini.
"Lakukan saja apa yang seharusnya kau lakukan jika ingin semuanya cepat beres," kata Tuan Jeon sebelum memutuskan sambungan.
Won Woo termenung cukup lama setelah panggilan itu berakhir, memikirkan apa yang akan segera tangan jahatnya lakukan pada sanderanya di dalam.
Won Woo pun kembali ke ruangan dimana sanderanya ia sekap. Ia mendapati sanderanya sudah tersungkur di lantai dengan posisi yang tidak nyaman. Ia berjalan mendekat dengan santai lalu jongkok di depan gadis yang sedang menahan tangis itu.
"Kau tahu?" Suara Won Woo berubah jadi tak bersahabat. "Aku tidak ingin hal ini berakhir dengan cepat. Katakan saja bahwa aku sedang membuatnya jadi rumit, lalu apa yang bisa kau lakukan dengan itu?"
"Jika orang tuaku sampai melapor polisi, maka keadaan bisa berbalik menyerangmu," kata Min Hee memberi tahu.
Won Woo tertawa licik. "Jika orang tuamu sampai menelepon polisi, kau akan sadar bahwa keadaan sama sekali tidak memihakmu," ucapnya bernada kejam.
Won Woo meraih rahang Min Hee dengan kasar. "Kau tidak punya hak megancam orang lain saat kau sendiri sedang terancam." Ia lalu menghempaskan kepala Min Hee hingga membentur lantai.
Setelah itu, Won Woo beranjak pergi tanpa sempat membetulkan posisi Min Hee.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
SYNDROME ||Jeon Won Woo|| ✔
Hayran KurguBersama adalah bahan dasar untuk membuat kasih sayang, walau bahkan dalam pembuatannya tidak memerlukan perasaan. 11 September 2018 - 16 Februari 2019