Part 8

3.6K 414 19
                                    

Kembali ke masa sekarang. 11:12 AM KST, masih di hari yang sama saat Min Hee diinterogasi oleh polisi. Tapi kali ini polisi sebelumnya digantikan oleh seorang detektif muda yang mengenalkan dirinya sebagai Choi Seung Cheol.

Detektif Choi lebih santai dan banyak mengulur waktu. Buktinya sejak pertama masuk ke ruangan, dia belum mengatakan sepatah kata pun.

Min Hee merasa bahwa ia harus lebih hati-hati dibanding sebelumnya. Entah kenapa, ia sudah merasa tak enak hati setiap kali mata mereka bertemu.

“Kau sudah makan?” tanya Detektif Choi mengawali percakapan.

Min Hee tak menjawabnya. Tapi saat ini ia memang tengah dalam kelaparan yang hebat. Coba bayangkan saja ia belum makan sejak kemarin sore!

“Aku bisa memesankan makanan jika kau mau.” Detektif Choi menawarkan lagi.

Min Hee menelan salivanya bersamaan dengan kata-kata bahwa ia ingin makan.

Tapi Detektif Choi langsung melihat CCTV di pojok ruangan untuk memberi isyarat agar menyiapkan makanan untuk Min Hee pada orang-orang di balik cermin dua arah.

“Mereka memang lamban dalam masalah kepekaan,” ujar Detektif Choi pada Min Hee. “Tapi mereka sebenarnya orang-orang baik yang ingin membantumu.”

“Mereka tidak perlu membantuku,” ucap Min Hee pelan. Sangat pelan sekali.

“Tentu saja, kau sudah aman sekarang,” sambung Detektif Choi.

Seorang polisi masuk dan memberikan mie hitam untuk Min Hee.

“Terima kasih Petugas Lee.” Detektif Choi yang menerima makanan itu.

Detektif Choi bahkan mengadukkan mie-nya agar tercampur rata dengan bumbu. Lalu menyerahkannya ke hadapan Min Hee.

Min Hee menatap nanar lebam-lebam yang menghiasi tangannya. Ia pun memaksakan diri untuk memegang sumpit dengan tangan yang gemetar.

“Apa kau bisa menceritakan padaku bagaimana kau bisa mendapatkan luka-luka itu?” tanya Detektif Choi lembut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Apa kau bisa menceritakan padaku bagaimana kau bisa mendapatkan luka-luka itu?” tanya Detektif Choi lembut. “Aku hanya ingin tahu saja,” lanjutnya.

“Aku terjatuh,” jawab Min Hee penuh rasa takut.

“Kau terjatuh?” Detektif Choi mengulangi.

Laki-laki itu menghela napasnya lemah. “Aku tahu otakmu sedang memutar kejadian itu dengan baik sekarang. Bisakah kau hanya memberi tahuku apa yang kau lihat di sana?”

Min Hee tak mendengarkan, tapi ia tidak bisa menghalau kalimat-kalimat itu mengetuk gendang telinganya. Ia memang sedang menyaksikan rekaman ulang dalam otaknya, apa yang sudah terjadi selama satu minggu terakhir ini padanya.

“Mungkinkah makanan ini semacam sogokan?” tanya Min Hee sambil meremas sumpit yang digenggamnya.

“Tidak. Aku bukan orang yang seperti itu. Makanlah!” kata Detektif Choi cepat-cepat.

Min Hee pun menyantap mie hitam itu dengan lahap, tanpa memperdulikan Detektif Choi atau orang-orang yang sedang mengawasinya di kaca dua arah.

“Aku tahu ada dimana dia sekarang,” kata Detektif Choi saat mie hitam Min Hee sudah tinggal setengah lagi.

Karenanya, Min Hee menghentikan aktivitas makannya dengan terpaksa. Ia lebih tertarik pada topik baru yang dibicarakan Detektif Choi.

"Kita hanya perlu bekerja sama agar bisa bertemu dengannya." Detektif Choi melanjutkan.

"Kau mempermainkanku," desis Min Hee tak terima.

"Tidak soal makanannya. Itu gratis."

"Kau memanfaatkan kelemahanku."

"Aku tidak bermaksud menggunakannya."

Setelah perpisahan tragis antara dirinya dan Won Woo kemarin, Min Hee tidak mendapat kabar lagi mengenai Won Woo.

Dan, tembakan itu.

Memori menyakitkan itu kembali terulang dalam benaknya, menyiksanya lebih kejam dibanding luka-luka di sekujur tubuhnya. Ia benar-benar takut, tapi tidak yakin takut terhadap apa.

Tubuhnya melorot dari kursi dan ia mulai menangis dengan sedu-sedu. Ia mengelus dadanya untuk menenangkan derita dalam hati yang tengah menggerogotinya dengan bengis.

***

Di balik cermin dua arah, seorang polisi yang duduk di kursi menyenderkan punggungnya karena lelah. Ia mengusap dagunya sambil menyuarakan pendapatnya mengenai interogasi kali ini.

“Mungkinkah gadis itu jatuh cinta pada penculiknya?” tanya polisi itu heran.

“Dia pasti sudah gila,” komentar Pak Polisi Lee yang berdiri di samping rekannya.

“Dan... kenapa rasanya Detektif Choi mengulur-ulur waktu sangat lama, sementara Ketua sudah mendesak kita agar membujuk korban memberikan laporan secepatnya,” kata polisi yang sedang duduk.

Dr. Kim yang sedang bersandar di dinding belakang, maju beberapa langkah. Lalu memberikan pendapatnya dengan bijaksana.

“Sepertinya Detektif Choi sedang mencoba berteman dengan korban,” ucapnya sembari membetulkan letak kacamatanya untuk kesekian kali.

“Berteman?” Pak Polisi Lee terkejut. “Kita tidak punya waktu untuk berteman.”

“Aku khawatir kalau kita memang perlu berteman dengan korban lebih dulu.” Dr. Kim menimpali dengan santai.

“Apa benar yang dikatakan Pak Polisi Min, kalau korban telah jatuh cinta pada penculiknya sendiri?” tanya Pak Polisi Lee, terdengar kurang bersahabat.

“Apa kau merasa bahwa korban sedang jatuh cinta?” Dr. Kim balik bertanya. “Kau pernah menginterogasinya langsung.”

Wajah Pak Polisi Lee berkedut sekali, merasa tersinggung. Tapi ia tak bisa menjawab pertanyaan sederhana dari Dr. Kim itu.

“Aku curiga kalau korban mungkin sedang sakit sekarang,” kata Dr. Kim sambil menyipitkan matanya ke arah Min Hee yang berada di seberang ruangan.

Pak Polisi Lee memutar bola matanya tak tahan berbicara dengan teman dialognya. “Dia sudah sakit sejak kita membawanya kemari,” gerutunya.

***

TBC

SYNDROME ||Jeon Won Woo|| ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang