Namaku Marryana tapi kebanyakan orang memanggilku Marry. Aku bisa dibilang sangat anti dengan cinta. Menurutku cinta hanya akan membuat sakit hati saja jika pada pertengahan jalan aku dan dia tidak sejalan.
Bukannya aku tidak memikirkan masa depanku. Tapi saat ini aku hanya ingin menikmati masa mudaku. Bisa berteman dengan siapa pun tanpa dicekal, bahkan menikmati tawa haha hihi yang kadang garing bersama sahabat-sahabatku.
"Marry! Kamu pakai celana robek-robek itu lagi? Ayolah! Kamu ini bukan anak remaja lagi. Coba lebih sedikit rapih. Pantas saja tidak ada yang mau berpacaran denganmu." ucap ibuku sedikit membentak setelah melihat aku keluar menggunakan kaos oblong polos dan jeans yang robek-robek di bagian lutut.
Aku tidak perduli walaupun saat ini ibuku akan mengucapkan kata perawan tua berkali-kali. Toh, nanti jika saatnya ada laki-laki yang bisa menerimaku apa adanya bahkan mengerti aku, aku akan berlabuh padanya.
Aku berjalan menuju terminal untuk naik angkutan umum. Kali ini aku sudah ada janji untuk menemui Oby sahabatku sejak kecil di caffe Rosemary dekat dengan Sekolah Dasar kami dulu. Dia baru saja pulang dari Australia dan bilang sangat rindu padaku.
Setibanya di Caffe Rosemary beberapa orang yang sudah menikmati hidangannya terheran-heran dengan kedatanganku--wanita yang turun dari angkutan umum berpenampilan seperti kenek ini.
"Mana si Oby, kenapa harus di Caffe kayak begini sih. Udah tau tempat cantik begini gak pantes buat aku." aku mendumal sambil terus mencari keberadaan Oby.
"Marry! Sini!" teriak laki-laki di sudut ruangan. Aku langsung menghampirinya tanpa pikir panjang.
"Oby?" tanyaku heran. Oby benar-benar berubah. Dari bocah ingusan menjadi laki-laki tampan yang sangat mempesona.
"Terus siapa lagi? Gak ketemu enam tahun aja udah lupa sih lu." jawabnya, aku baru sadar jika laki-laki di depanku benar-benar oby saat melihat senyum dan gingsulnya.
"Ya, ya, ya, gimana kabar?"
"Baik kok. Kerjaan gua di Australia enak banget. Makanya gua balik ke Indonesia dulu buat jengukin lu."
"Emang gua anak kecil sampe harus di jengukin?"
"Bagi gua sih iya, soalnya walau lu itu kelihatannya kuat tapi rapuhnya parah."
"Sok tau lu!"
Oby tertawa, lalu dia pamit untuk memesan dan ke kamar mandi. Seperti mimp bisa bertemu dengan Oby, karena dia sempet bilang lama buat balik ke Indonesia lagi. Dan tiba-tiba sekarang dia ada disini. Benar-benar tidak bisa di tebak.
Sekitar lima menit pesanan kami datang dan Oby juga sudah kembali. Aku tatap lamat-lamat Oby yang duduk bersebrangan denganku. Gelagatnya sedikit aneh. Sesekali dia tersenyum bahkan mencuri pandangan.
"Marry, please Marry me," ucap Oby lirih. Aku terdiam seperti tersengat ribuan listrik dan membuatku kaku seketika.
"Gua mau nikah nih."
"Ha? Sama siapa?"
"Pastinya sama cewek idaman gua."
"Orang Indonesia?"
"Ya,"
Aku yakin, tadi dia bilang please marry me. Bukannya itu dia ngajak gua nikah? Atau perasaan aku aja karena lama menjomblo dan jadi halusinasi?
"Oby, lu lagi gak ngelamar gua, kan?" tanyaku hati-hati. Oby diam menatapku sebentar lalu tertawa.
"Sok tau!"
"Tapi lu bilang... Tadi..."
Oby tersenyum lalu berpamitan untuk pulang mengurus persiapan pernikahannya. Dia meninggalkan aku yang masih bingung sendirian.
-11.45-
Akhirnya aku bisa up challenge lagi :')
Cerita aku kali ini terinspirasi dari banyaknya teman-teman aku yanh sudah nikah ya.
Hmm, kalian sesuatu sekali (temen aku)
Kena gak sih endingnya. Aku mepet banget nulisnya sama deadline.Seeyou babe~ ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Zora : NPC's 30 Days Writting Challenge
RastgeleYa, ini hanya sebuah hidup. Hanya sebuah kenangan dari perjalanan hidupku yang aku coba tuliskan menjadi sebuah nostalgia untukmu nanti. Agar kamu ingat denganku. Meski tertelan waktu yang lama. -MOnthMAso-