mhib 13 : akad

7.7K 387 8
                                    

“Namun bila kau ingin sendiri. Cepat-cepatlah sampaikan kepadaku. Agar ku tak berharap. Dan buat kau bersedih. Bila nanti saatnya tlah tiba. Ku ingin kau menjadi istriku.”
Akad — Payung Teduh

[Masih Flashback]

Datang ke NY, tepatnya salah satu rumah sakit di sana, Vany dan Jo dikejutkan dengan Fares yang duduk frustasi dan Bunda yang histeris di koridor rumah sakit. Segera, pasangan yang membawa anak laki-laki itu menghampiri ketiga orang di sana. Jo berjongkok, dan merangkul bahu Bunda dengan erat.

"Bun, ada apa?" tanya Jo, lembut. Namun di balas dengan isak tangis kencang Bundanya.

Vany bergerak cepat. Setelah melihat keadaan terpuruk Fares, Vany segera menatap melalui jendela, dimana di sana para dokter sedang menangani Crystal dengan kejut jantung. Vany melangkah pelan ke arah Fares, dan menatap adik iparnya itu dengan tatapan sendu.

"Om Ayes," Adam, anak laki-laki Vany segera memeluk leher sang Paman yang sedang menangis. "Om Ayes kok nangis? Biasanya juga Om Ayes nggak suka nangis. Sukanya melotot sama Adam."

Fares tidak mengacuhkan Adam dan terus menangis di lantai. Tatapannya menerawang entah kemana, dan tangisannya yang menyayat hati sukses membuat Vany ikut meneteskan air matanya.

"Res ..." panggil Vany, lembut. Tangannya menekan bahu Fares, memberi kekuatan. "Lo yang sabar, ya?"

Fares segera menangkap tangan Vany, dan mendongak untuk menatap wajah Vany yang sudah ikut menangisi keadaan Fares. "Kalau aja lo nggak ninggalin gue," jeda, Fares menelan ludahnya dan menatap Vany tajam. Suaranya berat dan serak. "Semuanya nggak akan gini, Van, kalo lo nggak ninggalin gue dulu."

Vany tersentak dan segera melepaskan tangannya dari Fares. Dia bahkan mundur selangkah, kaget dengan tatapan tajam Fares yang baru lelaki itu perlihatkan padanya.

"Fares!" bentak Jo, memelototi adik tirinya. "Gue tau lo lagi kacau. Tapi, jaga omongan lo! Vany istri gue, sekarang! Istri Kakak lo!"

Fares mendelik ke arah Jo. Dia tersenyum dingin di antara air matanya yang terus mengalir. "Gue iri sama lo yang bisa dapetin cewek yang gue mau dengan gampangnya. Bahkan, Crystal juga nggak pernah benar-benar berpaling ke gue dulu! Dia ngelakuin itu GARA-GARA LO!" bentak Fares kencang dengan napasnya yang memburu tajam.

"Apa maksud lo?" tanya Vany bingung.

"Jangan dengerin dia, Van!" seru Jo, kemudian beralih pada Fares. "Semuanya nggak akan selesai dengan lo membongkar apa yang terjadi dulu, Res! Gue tau lo lagi kacau. Tapi, ini bukan saatnya buat lo membuat kekacauan!"

Fares terlihat memejamkan matanya pelan, lalu menghela napas panjang. Satu yang dulu Fares pelajari saat 10 tahun kehilangan Crytsal. Jika kendali dirinya yang buruk yang menyebabkan kejadian yang dahulu terjadi. Dan itu yang membuat Fares belajar mengendalikan diri. Menjadi seseorang yang lebih tenang dan bersabar. Dan ternyata, bukan hanya karena Crystal pergi, kendali diri Fares tercipta. Namun, mengetahui jika Crystal akan pergi, juga membuat kendali diri Fares hancur.

"Om Ayes!" Adam berteriak, dan menangis kencang, membuat lamunan Fares terhenti dan segera melepaskan pelukan anak kecil itu.

Fares mengusap punggung Adam dengan lembut. "Adam ke Mama dulu, ya?" tanyanya tenang, lalu mendorong pelan punggung anak itu ke arah Vany. "Gue minta maaf." ucap Fares kemudian.

Vany menggelengkan kepalanya pelan. "Omongan lo bener, Res," ucapnya sambil menggendong Adam. "Kalau aja gue nggak ninggalin lo, mungkin gue nggak akan nikah sama cowok tukang nyembunyiin rahasia."

"Babe!" seru Jo, tak terima.

Fares mendengus sinis, dan memandang Jo yang membopong Bunda agar berdiri tegak. Fares ikut berdiri. Matanya menghujam dingin pada Jo. "Gue juga kaget. Gue pikir, cuma gue, Crystal, dan Tuhan yang tau. Gue nggak berpikir kalo kakak gue sendiri nyembunyiin tentang ini."

"Mama!!" raung Adam dengan mulut yang menganga lebar.

"Cup, cup, cup," Vany menenangkan anaknya sambil mengusap punggung Adam. "Mama ngerti kok, nak. Mama ngerti perasaan kamu yang juga kecewa punya bapak yang nggak terbuka."

"Serius, Van? Disaat genting kayak gini?" tanya Jo tak habis pikir, sambil menghela napas panjang.

"Apa? Kamu mau cari bapak lagi?" tanya Vany pada Adam, seolah tidak mendengar ucapan suaminya. "Boleh. New York banyak cowok-cowok ganteng. Lumayan buat memperbaiki keturunan."

"Vany!"

Bersamaan dengan ucapan Jo, pintu ruangan terbuka, dan dokter juga para perawat di sana berhamburan keluar. Fares segera mendekati sepupunya, Harris. "Tolong kasih tau gue kalo Crystal masih di sini. Tolong." ucapnya lirih.

Harris terlihat lelah akan sesuatu. Dia lalu menghela napas panjang. "Kemana orangtua Crystal? Gue harus kasih tau mereka lebih dulu."

"Gue nggak tau mereka kemana. Mereka bilang, mau nemuin seseorang," jawab Fares cepat. Matanya lagi-lagi menatap Harris dengan dingin. "Bilang ke gue aja! Ada apa?"

"Gue nggak bisa. Mereka berhak tau lebih dulu."

Emosi, Fares mencengkram kerah kaos yang digunakan Harris di balik jas dokternya. Mata Fares menatap Harris lurus, dan telinganya tidak mempedulikan seruan yang memanggil namanya dengan kencang. "Gue ngebayar lo dan nyuruh lo ke sini, bukan buat ngerahasian keadaan Crystal."

Harris menghela napas panjang. Wajahnya tenang walaupun Fares memelototinya sedemikian rupa. "Walaupun beberapa menit yang lalu kita sempat kehilangan dia, tapi gue dan dokter lainnya berhasil membawa Crystal kembali. Saat ini, Crystal mengalami koma. Gue nggak tau ini bakal berakhir baik atau enggak. Tapi, seperti yang lo liat tadi, kalo Crystal kritis dan kalo tubuhnya nggak kuat lagi, dia bisa mati. Lagi."

Napas Fares tercekat tajam mendengar kalimat terakhir Harris. Secara refleks, dia melepaskan cengkramannya dan menjauhkan tubuh dari Harris. Matanya terlihat bingung, dan tersesat. Bergulir ke sana ke mari, dan berakhir dengan menutupi wajah dengan kedua tangan.

"Sori, Res," ucap Harris kemudian. "I do my best. Tapi, kecelakaan Crystal yang parah bener-bener membuat tubuh Crystal rentan. Gue nggak bisa ngejamin apa dia bakal bagun apa enggak."

Fares menyentuhkan dahinya pada tembok, lalu menjambak rambutnya kencang. Napasnya memburu dan Fares tidak tahan lagi untuk menangisi nasibnya. 10 tahun Fares menunggu, apa ini hasilnya? Fares hanya dapat bertemu 2 kali dengan Crystal. Namun, inikah akhirnya? Ini tidak adil. Bagaimana bisa penantiannya yang selama 10 tahun ini berakhir dengan Fares yang tidak dapat memiliki Crystal?

Memiliki.

Kata itu membuat Fares spontan mengangkat kepalanya, seolah menemukan solusi. Ya, Tuhan membutuhkan pembuktian. Dan mungkin, inilah yang harus dilakukan Fares untuk bukti perjuangannya pada Crystal.

Pembuktian dengan menikahi Crystal yang saat ini berada dalam keadaan antara hidup atau mati.

Crystal padahal gue matiin aja kali ya? Biar Fares ntar jadi duda 😎😎😎

My Husband Is a Boss [COLD DEVIL #4]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang