“Cause I just need one more shot at forgiveness. I know you know that I made those mistakes maybe once or twice. By once or twice I mean maybe a couple a hundred times. So let me, oh let me redeem, oh redeem, oh myself tonight. Cause I just need one more shot at second chances.”
Sorry — Justin Bieber
Mobil Fares sudah terparkir di halaman rumah saat asisten rumah tangganya tergopoh-gopoh keluar dari dalam rumah dan menghampiri Fares dan Crystal yang baru saja keluar dari dalam mobil.
"Tu-tuan ... Ny-nyonya ..." ucap Mbok Diah dengan tergagap.
Crystal yang kini berada di rangkulan Fares, menatap dengan heran. "Ada apa, Bi?"
"I-itu—"
"Fares."
Suara dari arah lain membuat Fares dan Crystal menatap seorang perempuan yang berdiri tepat di belakang mereka.
"Diandra?" tanya Fares dengan terkejut.
Entah mengapa perasaan Crystal tidak enak untuk hal ini. Mungkin karena perempuan bernama Diandra itu terlihat sendu saat menatap Fares. Atau karena seorang anak laki-laki yang berdiri tepat di samping perempuan itu dengan wajah yang memiliki kemiripan dengan Fares.
Perasaan Crystal, benar-benar buruk tentang ini.
***
Crystal duduk dengan tidak nyaman saat Fares dan Diandra sedang berbicara di ruang kerja milik Fares. Anak laki-laki yang bernama Bryan itu kini berada di depannya. Duduk dengan wajah dingin dan mulut yang terkatup rapat. Bryan berumur 5 tahun. Namun, kepintaran dan attitudenya mungkin seukuran anak SMP. Saat Diandra hanya memandang anak kecil itu, Bryan seolah tau jika ada suatu hal yang tidak ia ketahui terjadi. Namun, anak itu hanya berkata. "Aku tunggu. Jangan lama-lama."
Dan setelah itu, anak itu duduk sopan dan menutup mulut seolah mengerti jika itu bukanlah situasi di mana dia boleh berbicara.
Sedangkan Crystal, perasaannya masih terasa tidak enak saat Fares langsung menyetujui saat Diandra mengajak berbicara. Apalagi, Fares menatap Bryan dulu dengan waktu yang lama saat menyetujui ajakan Diandra. Menghela napas pelan, Crystal mencoba tersenyum pada anak itu. "Hai, nama kamu Bryan, ya?"
Bryan, seolah tahu jika itu waktunya bersopan santun, anak laki-laki itu tersenyum tipis pada Crystal. "Ya, tante."
"Ohh, udah sekolah?" tanya Crystal kemudian.
"Udah, Tan."
"Kelas berapa?"
"Kelas nol."
Crystal tersenyum mendapat jawaban dari Bryan. Kelas nol, kalimat yang biasanya diucapkan saat anak kecil masuk Taman Kanak-kanak. Crystal menganggukan kepalanya dengan mengerti. "Sekolah di TK mana?" tanyanya, dan langsung dijawab oleh Bryan. "Wah, jauh juga ya dari sini. Rumah kamu di mana?"
"Dekat kok, dengan sekolahnya Bryan."
"Kamu sekolah di antar?"
"Nggak, aku jalan."
"Loh? Papa Mama kamu nggak anter?"
"Aku nggak pernah ketemu Papa. Dan Mama selalu kerja dari pagi."
Dan perasaan tidak enak itu kini berkumpul di dadanya. Anak laki-laki di hadapannya kini, tidak pernah bertemu dengan seorang Ayah. Dan dari banyaknya rumah di dunia ini, mengapa rumah Fares yang harus didatangi mereka? Dan darimana Diandra tahu rumah yang baru 3 tahun ditinggali Fares ini?
Kali ini, rasa sesak memenuhi dada Crystal saat memikirkan, jika Bryan adalah buah hati hasil Fares dan Diandra. Crystal ingin berpikir positif dan ingin mencoba mengalihkan pikirannya dari Bryan dan Fares. Namun, mengetahui jika Fares dan Bryan memiliki kemiripan, hanya pemikiran itu yang melintas di benaknya. Pemikiran tentang Fares adalah ayah biologis Bryan.
Masih dengan lamunannya, Crysta merasakan tarikan kencang yang membuatnya berdiri, dan pelukan tiba-tiba yang sangat erat. "Fares ..." kagetnya saat mengetahui siapa yang melakukan hal tersebut.
Fares memeluk pinggang dan bahu Crystal dengan erat. Dari balik bahu Fares, Crystal melihat Diandra yang tersenyum sendu di belakang Fares.
"Fares ..., ada apa?" tanya Crystal, seiring dengan air mata yang ditahannya jatuh perlahan melewati pipi. Fares tidak menjawab, dan hanya memeluk Crystal dengan erat. "Fares ..., plis ngomong." katanya sambil terisak kencang dan mencengkram ujung jas Fares.
"Maafin aku ..." lirih Fares pelan. "Aku mohon, jangan tinggalin aku karna ini."
"Fares! Ngomong ada apa!!" teriak Crystal kencang bersamaan dengan tangisnya yang mengencang. Crystal mencoba mendorong Fares, namun pelukan laki-laki itu mengerat. "Fares!"
"Kamu sudah berjanji, Crystal. Kamu nggak boleh tinggalin aku."
"Fares ..." Crystal melirih saat tangisnya makin menjadi. Dia merasa lemas. Tenaganya seolah terkuras habis karena rasa sesak. "Kasih tau aku. Aku mohon ..."
Fares mengeratkan pelukannya, seolah mengurung Crystal di dalam pelukannya agar tidak ke mana-mana. "Bryan ..." jeda, Fares membuang napasnya dengan berat. "... Dia anakku."
Crystal tercekat. Tangisnya mengencang dan tangannya memukuli bahu Fares dengan keras. "BRENGSEK! KAMU JAHAT FARES!"
"Maaf ..., aku minta maaf."
Tangis Crystal mengencang. Tubuhnya kehabisan tenaga dan tangannya melemas. Crystal hanya dapat menangis layaknya anak kecil dan pasrah dalam pelukkan Fares.
"Aku minta maaf ..."
Apakah kenyataan ini belum cukup untuk Crystal meninggalkan Fares?
Nah kannnn
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is a Boss [COLD DEVIL #4]
Romance[Cold Devil Series] Bangun dari komanya, tahu-tahu Crystal sudah menjadi seorang isteri dari Fares Dharma, seorang pemegang saham kaya raya yang menikahinya akibat kejadian 10 tahun yang lalu. **** Sumpah gue baper makk. Dedeq gak kuat. Mas Fares sa...