"I'm saying, baby, please have mercy on me. Take it easy on my heart."
Mercy — Shawn Mendes
[Masih Flashback]
Dengan alasan pergi ke rumah teman, Euis dapat keluar dari rumah dengan lancar walaupun harus memberikan beberapa ucapan menenangkan pada Bunda dan Ayahnya. Wajar saja, memang. Ini sudah tengah malam, dan tidak seharusnya seorang gadis pergi di jam segitu. Euis memang terpaksa untuk menjemput Fares di kelab malam. Namun apa daya. Euis tidak tahu nomor telfon teman-teman Fares. Sempat terpikir untuk meminta bantuan Jo, namun Euis terlalu malu sekaligus takut mendapat penolakan.
Euis sampai di sana tepat saat gerimis turun, dan membuat Euis harus berlari kecil ke dalam kelab tersebut, terpaksa masuk dengan alasan menjemput teman. Euis sempat menanyakan tentang dimana ia bisa menemukan seorang bartender, dan salah satu satpam yang menjaga di sana mengantarnya ke dalam. Mungkin, karena dandanan Euis yang sangat rapi dan terlihat sopan, si satpam tersebut juga rela mengantarnya hingga kedalam.
Dandanan yang kontras membuat Euis menjadi pusat perhatian sepanjang jalan. Walaupun, ada beberapa pemabuk yang tidak peduli dan lebih memilih berjoget dan hanyut dalam permainan DJ. Di bar, Euis dapat melihat seorang pria yang merupakan bartender di kelab sana. Euis menghampiri meja bar tersebut, dan seketika mendapatkan perhatian dari orang-orang di sana akibat pakaiannya yang terlalu sopan untuk clubbing.
"Hai ..." sapanya pelan saat bartender tersebut menatapnya. "Aku yang tadi kamu telfon buat jemput teman. Yang kamu bilang kalau temenku bakal babak belur."
"Oh! Si Fares!" seru bartender itu, membuat Euis terkejut karena orang itu mengetahui nama Fares. Sebuah senyum miring kemudian tersungging di wajah pria itu. "Padahal, gue bercanda. Ternyata beneran di jemput. Elo yang namanya Vany?"
Euis mengerjapkan matanya dengan cepat. "Hah? Aku bukan—"
"Lo ke atas aja. Cowok lo ada di ruangan paling ujung."
"Tapi, aku bukan Vany. Aku Euis."
Bartender itu malah mendengus sinis. "Sono jemput. Kenapa masih di sini?"
Euis cemberut, dan langsung berbalik untuk menuju ke tangga. Setidaknya, Euis sudah memperjelas identitasnya. Jadi, bukan salahnya jika bartender itu salah alamat. Sampai di atas, Euis dapat menemukan 3 pintu yang menyambutnya. Sesuai intruksi bartender tadi, Euis langsung memasuki ruangan yang paling ujung. Dia mengetuk pintunya sejenak, lalu membukanya dengan cepat. Jangan salahkan Euis atau mengatakan dia tidak sopan. Euis hanya merasa harus pulang lebih awal karena waktu sudah sangat malam. Dan kebetulan, Euis sengaja tidak membawa ponselnya karena takut sang Bunda menyuruhnya cepat-cepat pulang. Di dalam, suasana remang karena lampu yang digunakan kamar tersebut. Namun, Euis masih dapat melihat Fares tertidur dengan telentang.
Euis tidak menutup pintu kamar tersebut, dan langsung melangkah menghampri Fares. Dia menendang kaki pria itu, juga memukuli tulang betis Fares. "BANGUN!" teriaknya.
Sekalian juga, kan, Euis menumpahkan kekesalannya pada Fares?
Fares seketika terduduk dari tidurnya, dan langsung mencekal tangan Euis. "Van, jangan pergi, Van ..., aku butuh kamu." ucapnya melantur.
Euis mendelik, lalu melepaskan cengkraman tangan Fares dengan sekali hentakan. "Aku bukan Vany!"
"Van ..., jangan bepaling ke Jo, Van. Dia brengsek!"
"Kamu yang berengsek! Jo itu baik."
Fares kali ini mencengkram kedua tangan Euis. "Dia sama sekali nggak baik, Van. Ayo, kamu mau apa? Aku bakal kasih segalanya."
Euis mendelik kesal. "Duit masih minta orangtua aja sombong. Jo malah udah bisa cari duit sendiri! Nggak kayak kamu. Orangtua kamu yang kaya, tapi ngomong seolah kamu yang punya segalanya."
"Berhenti puji-puji Jo, Van," ucap Fares penuh penekanan, dengan tangan yang mencengkram kuat lengan Euis. "Kamu harus jadi milik aku. Selamanya."
Euis menelan ludahnya dengan susah payah. Dia tahu kalimat itu ditujukan untuk seseorang yang ada di bayangan Fares sekarang. Tapi, Euis juga harus mengakui bahwa saat ini jantungnya berdesir mendengar ucapan Fares. Menghela napas pelan, kali ini Euis membiarkan tangannya digenggam Fares. "Kamu harus kuat, Res. Hidup tanpa orang yang kamu cintai memang sulit. Tapi, bukan berarti kamu harus hidup dengan menderita begini, kan? Kamu tau kenapa Vany pergi dari kamu?" tanyanya, yang dijawab diamnya Fares. "Itu karna kamu nggak hidup bahagia, Vany ikutan nggak bahagia. Dan untuk membahagiakan orang lain, kamu harus buat diri kamu sendiri bahagia. Let it flow. Kehilangan pacar bukan berarti akhir dunia. Oke?" ujar Euis panjang lebar, lalu menghela napas panjang. "Sekarang, ayo kita pulang."
Sejenak, Fares diam, begitupun Euis yang ikut diam akibat tidak tertarik membuka percakapan dengan Fares. Yang Crystal inginkan saat ini hanyalah Fares sadar, dan Crystal menyelesaikan tugasnya. Namun, baru saja Crystal akan membuka suara, cengkraman keras dari Fares dan tatapan tajam Fares pada Crystal membuat Crystal hanya meringis kecil.
"Kamu ingat, Van, saat terakhir kali kamu mutusin aku, apa yang aku lakuin ke kamu?" tanya Fares dingin, mencekam, dan dalam, sukses membuat Euis seketika dilanda ketakutan. Apalagi, dengan cengkraman tangan Fares yang lagi-lagi membuat Euis meringis. "Kalau kamu mengandung anak aku, kamu nggak akan pergi dari aku."
Tersentak, Euis membuka kelopak matanya dengan lebar. "Apa?" belum sempat Euis mencerna kalimat Fares, lelaki itu sudah menarik tangannya hingga Euis terbaring di kasur dengan Fares yang berada di atasnya. "Astaga! Fares! Sadar! Aku bukan Van—hmp!" ucapan Euis terpotong saat Fares mencium bibirnya dengan kasar, menekan, dan cepat. Mata Euis melotot, dan seketika kesadaran memenuhi otak pintarnya.
Segera, Euis meronta dan menampar pipi Fares dengan sekuat tenaga. "TOLONG!!" jeritnya kuat, pada pintu yang masih terbuka di sana. "LEPAS!! FARES! AKU BUKAN VANY!!"
"DIEM!" satu tamparan dari Fares membuat jeritan Euis tertahan. Mata Fares menatap nyalang sekaligus gelap akan nafsu primitifnya. "Lo tenang aja, Van. Gue bakal tanggung jawab dengan senang hati."
"Fares, aku beneran bukan Vany ..." lirih Euis dengan air mata yang perlahan turun. "Ayo sadar. Liat aku baik-baik. Aku bukan orang yang kamu inginkan. Aku Euis. Aku orang lain, Fares. Sadar sekarang, atau aku bakal benci sama kamu seumur hidup."
Fares sempat tertegun dan diam menatap Euis dengan alis yang bertautan. Euis berharap, Fares segera sadar dan tidak melakukan hal yang dapat menodai Euis. Namun, Fares malah menyentuh sebelah pipi Euis dengan lembut. "Aku minta maaf, Sayang. Aku gak akan nampar kamu lagi."
Ini tidak akan berakhir baik.
Segera, saat Fares akhirnya lengah, Euis menyikut tulang iga Fares dengan tangannya yang bebas, lalu mencolok mata lelaki itu dengan kedua jarinya. Fares mengerang dan terguling ke bawah ranjang. Euis segera turun dari kasur dan hendak berlari keluar. Namun, Fares menarik kakinya hingga Euis terjatuh dengan tubuh bagian depannya yang menyentuh lantai terlebih dahulu. Dan setelah itu, pintu yang terbuka di depannya perlahan tertutup. Mata Euis melotot melihatnya, lalu beralih menatap takut pada Fares.
Sementara Euis terjatuh dengan wajah pucat pasi, Fares berdiri dengan wajah menyeringai mengerikan. "Ayo, kita bikin kamu nggak bisa lepas dari aku."
Saat itu, dunia seolah sedang menghukum Crystal untuk kesalahan yang tidak pernah Crystal lakukan, atau ketahui sebelumnya. Crystal padahal sudah meronta, dan sudah meminta Fares untuk berhenti melakukan kegiatan keji itu padanya. Namun, Fares seolah tuli. Tidak mendengar jerit dan tangisnya.
Masa depan Cystal, seketika hancur.
Instagram: nrshf.mara.s
Blogger: nurshifasf.blogspot.com
Yt channel: sf ling
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is a Boss [COLD DEVIL #4]
Romansa[Cold Devil Series] Bangun dari komanya, tahu-tahu Crystal sudah menjadi seorang isteri dari Fares Dharma, seorang pemegang saham kaya raya yang menikahinya akibat kejadian 10 tahun yang lalu. **** Sumpah gue baper makk. Dedeq gak kuat. Mas Fares sa...