°Lembar Keempat

306 64 12
                                    

Aku dan Kiku sama-sama termenung dalam keseriusan berpikir di tengah keributan kelas yang mensyukuri ketidakhadiran guru sekaligus tak jadi terlaksananya ulangan harian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku dan Kiku sama-sama termenung dalam keseriusan berpikir di tengah keributan kelas yang mensyukuri ketidakhadiran guru sekaligus tak jadi terlaksananya ulangan harian. Begitu lamanya kami termenung, hingga bel istirahat pun menyapa.

"Sebenarnya dari tadi ... apa yang coba kalian lakukan?" Ludwig pun yang tak ikut dengan kami berdua segera bertanya.

"Um, Ludwig-san, bisa tidak Ludwig-san ikut berpikir juga?" Aku mendengar suara Kiku.

"Berpikir tentang apa? Ulangan tak jadi, lihat sekarang jam istirahat. Makan tepat waktu merupakan hal yang mutlak." Sekarang suara Ludwig.

"Tentang Feliciano-kun dan [Name]." Kiku berbisik.

"Hah? Siapa? [Name]?" Ludwig, kenapa suaramu keras?!

Aku membuka mata, segera meraih buku kemudian merapatkannya pada wajah Ludwig. Tentu saja, Ludwig yang tiba-tiba dibeginikan olehku, lantas menyingkirkan buku, menarik lenganku, dipelintirlah ini sampai aku menjerit minta ampun.

"Ada apa kalian ini sebenarnya?!" Dia mulai murka. Aku masih lemas di lantai.

"Kita kan baru tahu identitas [Name] kemarin, jadi sekarang kita sedang memikirkan langkah selanjutnya." Kiku menggantikanku untuk menjelaskan. Ve~ grazie, Kiku.

"Langkah selanjutnya?" Dari bawah sini, aku bisa melihat lipatan di kening Ludwig. Ugh, dia memang selalu menampilkan wajah seperti itu, entah dia senang, sedih, galau, atau pun bingung. Apa aku berlebihan? Hehehe.

"Benar. Bagaimana menjelaskannya ya ...." Oh? Kiku mulai kebingungan. Sekarang giliranku! Aku pun bangkit dan kembali menduduki kursi tercinta~

"Aku masih memikirkan dia!"

"Lalu?" Arah pandang kedua temanku seketika tertuju padaku.

"Lalu ... bukankah masalahnya akan tuntas kalau menemui [Name]?" Aku bertanya balik.

Kiku mengangguk. "Seperti kataku kemarin. Hanya saja masalahnya, kita tak tahu harus mulai dari mana. Ludwig-san, tolong bantu kami." Suara Kiku persis seperti orang dewasa yang mengemban tugas berat.
"Eng, aku tak paham. Kenapa tidak langsung menemuinya saja?" Ludwig melemparkan pandangan padaku dan kepada Kiku secara bergantian.

"Langsung menemuinya? Tanpa rencana?" Kiku tampak terguncang.

"Memangnya kenapa?" Ludwig semakin kebingungan.

"Yang akan menemuinya itu Feliciano-kun, lho, Ludwig-san. Dia kalau tidak sedang percaya diri mana mau langsung menemui orang."

Apa yang kau coba jelaskan sih, Kiku?

"Tapi, dia selalu senang untuk menemui gadis-gadis, kan?" Ludwig belum menyerah.

"Ludwig-san ... mungkin kau tak mengerti bagaimana ciri-ciri orang jatuh cinta. Kemungkinan besar Feliciano-kun sedang jatuh cinta pada [Name], dan biasanya orang yang jatuh cinta tidak akan langsung menemui orang yang dicintainya begitu saja tanpa ada alasan pasti. Jadi, Ludwig-san, menurutku untuk menemui [Name], langkah awalnya ialah .... are? Feliciano-kun?!"

"Feliciano?!"

Ve ... aku menyembunyikan diri di balik buku.

Sejauh mana kau mengerti soal perasaanku ini, Kiku? Ja-jatuh cinta katanya? Benarkah? Bu-bukannya ini perasaan di mana ingin menjadikan seseorang sebagai teman?

"Feliciano-kun, kenapa?" Kiku menarik bukuku.

"Sudah cukup, semua. Sisanya biar aku yang urus." Aku bangkit duduk. Entah kenapa, aku merasa masalah ini akan sangat tuntas jika aku sendiri yang mengurusnya.

"Hontou desuka?" Kiku jangan menatapku seolah aku ini anak yang akan tersesat di hutan! Ve~

"Bagus, Feliciano! Akhirnya kau mulai seperti prajurit." Hehe, terima kasih, Ludwig~

"Baguslah. Ganbatte kudasai,  Feliciano-kun."

Keduanya menyemangatiku~

Ini akan sangat gampang! Temui gadis itu di kelasnya; ajak berkenalan, ajak mengobrol, lalu jadi teman. Perasaan aneh setiap melamun akan segera hilang. Benar? Meski tidak bisa kupungkiri, mengingat [Name] begitu membuat perasaanku nyaman.

-0-

Meski aku bilang begitu ... Sudah hampir sepuluh menit aku diam di sisi pintu kelas [Name].

"Ve ...." Me-melihatnya dari sini membuat jantungku bersuara! Dagdigdug dagdigdug, Ve! Seperti itu suaranya! "Se-seharusnya aku dengarkan Kiku, ya." Pergi ke mana semua keberanianku?!

"Feliciano?"

"Ve!" Siapa itu?!

"Woi, jangan berteriak, sialan!" Astaga, kakak?

"Niichan ...." Aku mendesah dan perlahan berjongkok.

Lovino tampak memandangku dengan penuh kebingungan. Dia mulai berjongkok di sisiku. "Sedang apa kau di sini? Ada perlu denganku?"

Aku menggeleng.

"Lalu, dengan Emma?"

Aku menggeleng lagi.

"Lalu, sedang apa kau di sini?!" Nada suaranya mulai meninggi! Ve, aku takut.

"A-aku ...." Suara bel masuk pun terdengar. "... entah kenapa aku ingin duduk di sini sampai bel masuk terdengar ...."

"Hah?"

Dan begitulah rencana menemui [Name] gagal total.

A/n:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A/n:

Kamu masih volos, Feli:')

I Will Catch You! (Italia) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang