°Lembar Kesembilan

267 51 11
                                    

Rumah masih sepi, kakak belum pulang rupanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rumah masih sepi, kakak belum pulang rupanya. Ya sudah, aku akan menonton TV agar perasaanku rileks. Ah, iya, Ludwig dan Kiku. Aku harus menelepon mereka berdua! 

Pertama, aku akan hubungi Ludwig!

"Ada apa?" Hmmmm, suara Ludwig lebih berkarisma bila dihubungi lewat telepon.

"Ludwiiiiig!" Aku memanggilnya dengan riang terlebih dahulu ketimbang langsung meledak menceritakan rencanaku untuk lusa nanti.

"Iya, ada apa?" Dia masih datar dan sabar menjawabku.

"Ve, Ludwig! Ludwig! Ludwiiiig!" Aku masih ingin memanggilnya seperti ini.

"Kalau kau tak segera bicara! Akan aku matikan telepon ini!" Di-dia mulai marah.

"Ehhh, tunggu sebentar, Ludwig. Aku tak menjahilimu, kok, aku sungguh-sungguh ingin membicarakan hal penting denganmu."

Aku dengar ada helaan napas dari seberang. "Baiklah. Ada apa? Segeralah bicara!"

"Jangan buru-buru begitu, Ludwig." Terburu-buru itu tak baik, hehe. "Sedang apa, Ludwig? Apa hari ini hari mu berjalan baik?"

"KAU SEKELAS DAN SEEKSKUL DENGANKU! HARUSKAH AKU PAPARKAN APA YANG KULAKUKAN SELAMA TADI DI SEKOLAH?!" Amukan angin keluar dari lubang telepon dan menyerangku hingga rambut ini beberapa helaiannya menjadi terangkat.

"Maaf, Ludwig~"

Dia menghela lagi, lebih kasar dari yang tadi.

"Hei, Ludwig. Seperti dugaan Kiku, sepertinya aku benar-benar menyukai [Name]. Apa menurutmu tidak gegabah untuk menyatakan cinta ini nanti lusa?"

Ada jeda dan pekikan kekagetan dari seberang. Yap. Keputusanku ini bukan hanya mengagetkan kalian, kok, aku juga kaget. Tapi, kurasa memang keinginanku ialah hal itu. Tak memendam perasaan.

"Yahh, kurasa hal itu berani."

"Berani?"

"Banyak orang yang lebih memilih memendam perasaannya dibanding menyatakannya. Kurasa, kau sudah semakin dewasa, Feliciano. Aku mendukungmu."

"Ludwiiiiig!"

Dan, setelah melewati perbincangan ringan, akhirnya Ludwig pamit sembari mematikan sambungan telepon.

Sekarang giliran Kiku!

"Kikuuuuu!" Aku langsung menerjang Kiku melewati suaraku yang nyaring ini.

"Fe-Feliciano-kun ... pelankan suaramu." Sebelumnya Kiku menjerit, tapi kini suara dia bergetar.

"Hehe, maaf, aku terlalu bahagia." Begitu responsku.

Ada helaan napas dari Kiku, dia penyabar tepatnya. "Ada yang bisa aku bantu, Feliciano-kun?"

"Ada! Hehe." Aku suka perangai Kiku yang sopan ini.

"Benarkah? Apa itu?"

"Dengarkan curhatku!" Aku lebih bersemangat dari sebelumnya.

"Ah, pasti tentang [Name]-san." Berbeda dengan Ludwig, Kiku tampaknya senang saat aku ingin mengadu soal [Name]. Hehe, Kiku benar-benar saksi perkembangan kisah cintaku. Haha.

Lalu, aku ceritakan tepat seperti bercerita pada Ludwig. Begitu pula reaksi Kiku, berbeda dengan reaksi Ludwig.

"Itu kedengarannya bagus, Feliciano-kun. Aku mendukungmu!"

"Kikuuu!" Aku sangat terharu menyadari kehadiran dua sahabatku ini.

Tepat setelah aku menyimpan gagang telepon, kakak datang.

Tunggu, dia bawa teman! Ve~ akhirnya kakak tidak sendirian lagi.

Kakak dan aku punya kunci rumah, kita kan suka pulang di waktu yang berbeda. Terlebih aku, yang ikut ekskul koran. Kakak biasanya selalu pulang sendiri, dia anti ekskul katanya. Aku selalu sedih mengingat betapa ia benci saat aku membawa Ludwig dan Kiku. Aku yakin, bukan semata-mata membenci kedua sahabatku, Lovino pun pasti merasa kesepian.

Tetapi, kini dia membawa teman ke rumah! Akhrinya. Aku intip ah!

"Rumahmu punya banyak lukisan klasik, ya, Lovi."

"Kan sudah aku bilang! Jangan selalu berkutat di dapur, rumahku punya banyak seni. Cocok untuk tugas kelompok kita, ya kan?"

"Iya, Lovi. Aku akan berusaha demi keberlangsungan tugas kita."

"Nah! Ayo ke lantai atas. Tunggu di kamarku, aku akan membuatkan sesuatu yang bisa dimakan!"

Suara gadis, aku langsung lari dan bersembunyi di dapur saat suara seorang gadis terdengar.

Are? Suaranya seperti ....

Aku pernah mendengar suara ini!

"[Name], suka makanan pedas?" Suara langkah kakak terhenti, kemudian ia berteriak.

"Sukaaaa!" Ada balasan dari gadis yang dibawa kakak.

Lho? Kok? [Name] ... kenapa ia dan kakak bisa ....

"HUWAH!" Lovino menemukanku bersembunyi di sini. "Bastardo, jangan duduk di sana!" Dan memarahiku.

"... Siapa teman yang kau bawa, kakak?" Aku merasakan hasrat hidup menguap dari setiap sisi. Aku bertanya dengan nada rendah serta melihat kaki kakak sebagai tujuan mata.

"Siapa? Dia temanku."

"Kenapa kakak tiba-tiba punya seorang teman ... dan orang itu [Name] ...." Aku berdiri, kemudian melarikan diri menuju kamar.

"OI, FELICIANO!" Teriakan kakak seiring dengan lari menguap begitu saja. Aku tak tahu apa yang membuatku menyimpulkan hal lain, mereka akrab sekali, pasti bukan sekadar teman sekelas!

... Aku mengunci kamar dan mengurung diri dalam kegelapan sampai pagi menjelang datang.

...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

A/n:

Feli:') 

I Will Catch You! (Italia) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang