Tayangan televisi itu menghibur, sekalipun tidak mendidik dan sedikit banyak memberikan dampak buruk tetap akan digemari penonton setianya. Kalau disalahkan alasannya pasti "kembali lagi pada penontonnya" atau "peran orang dewasa dalam mengawasi anak di bawah umur".
Pertanyaannya, lalu bagaimana dengan anak yang tidak memiliki orang tua-setidaknya yang hampir tidak merasakan apa itu keluarga, siapa yang akan membimbing mereka? Atau, salahkah anak-anak itu menonton tv di jam mainnya? Kalau tidak mendidik seharusnya ditayangkan pukul 12 malam saja, saat anak-anak sudah tertidur lelap. Tapi coba lihat, selama hampir dua puluh empat jam seperti tidak ada bedanya. Semua acara televisi seperti dibuat untuk ditonton semua kalangan. Jadi, siapa yang salah?
"Seol, kau tidak mungkin melakukan hal bodoh hanya karena sebuah tayangan televisi, kan?"
"Memang tidak," jawab Seolhee membenarkan perkataan Jungkook. "Aku hanya mencontohnya sebagai tindakan tepat yang dapat cepat kuambil. Tapi sialnya aku tertipu!"
"Hah? Kau gila, ya? Menyakiti diri sendiri kau bilang tindakan yang tepat?!"
Seolhee mengangguk ringan lalu kembali berucap, "Waktu itu aku begitu merasa tertekan dengan situasi yang terjadi. Satu-satunya cara yang terpikirkan adalah mengakhiri hidup dengan melukai pergelangan tanganku dengan benda tajam, persis seperti adegan dalam televisi yang aku tonton. Berharap semua masalah akan hilang begitu saja tapi dasarnya aku memang bodoh pada saat itu. Bukannya mati aku justru merasakan perih setiap kali lenganku terkena air. Atau, seharusnya aku memotong lenganku dengan pisau daging saja, ya?"
"Jangan gila, Seolhee!"
"Ahaha iya. Aku hanya bercanda. Tidak etis juga jika aku mati dengan pisau daging."
Jungkook sedikit bernapas lega, setidaknya Seolhee masih hidup sampai sekarang terlepas dari semua beban berat yang dipikul gadis itu sejak kecil. Permasalahan keluarga benar-benar bisa memengaruhi pola pikir anak kecil, ya?
"Tapi Jung, kau kenapa? Kenapa tiba-tiba bertanya hal seperti itu? Tidak mungkin jika hanya ingin mendengar pendapatku tanpa ada alasan yang jelas. Kau ingin bunuh diri, ya?" tanya Seolhee to the point.
"Tidak," jawab Jungkook dengan cepatnya.
"Jangan bohong!"
Jungkook tertawa kecil hingga memperlihatkan gigi depannya. Memang terlihat sekali ya jika sedang berbohong? Tapi sungguh, Jungkook sedang tidak berbohong sama sekali. Kalau hal yang disembunyikan sih, iya.
"Aku tidak berbohong, Seol. Lagipula aku lebih suka jadi seorang predator daripada mangsa yang lemah."
"Jung, jangan bilang kau ingin-"
"Ya, aku akan lebih memilih jadi orang yang membunuh daripada menyakiti diriku sendiri. Apalagi jika aku tidak melakukan kesalahan, kejam sekali jika aku melukai tubuhku."
"Jangan gila, bodoh! Membunuh itu dosa!"
"Lalu apa bedanya dengan yang melakukan bunuh diri, Seol?" tanya Jungkook dengan sedikit meninggikan suaranya. "Setidaknya jika aku yang menyakiti orang, perasaanku sedikit merasa lega."
"Jungkook..."
Pria yang dipanggil namanya itu tertawa kecil melihat ekspresi Seolhee yang nampak murung.
"Hey, tenang saja, Seol. Aku tidak memiliki niatan untuk melenyapkan nyawa orang lain. Setidaknya untuk saat ini."
Dengan kencang Seolhee memukul kepala belakang Jungkook, membuat pria itu meringis seraya mengusap-usap letak pukulan Seolhee.
"Akh, sakit Seolhee!"
"Dasar bodoh! Kau harus berjanji padaku tidak akan pernah melakukan hal tidak waras itu!"
"Seolhee..."
"Janji! Cepat berjanji, Jungkook!"
Jungkook mendesah pasrah, perempuan di sampingnya terlihat marah sekali.
"Iya, iya. Janji! Aku janji, Park Seolhee!"
Seolhee sedikit bernapas lega mendengar janji Jungkook, kendati hatinya masih sedikit merasa tidak tenang. Gadis itu memilih untuk melanjutkan langkah kakinya dan membiarkan Jungkook menggerutu di belakangnya.
"Hey, Seol..., kenapa membunuh dilarang sementara orang bebas melakukan bunuh diri?"
"Karena membunuh itu tanpa persetujuan korban. Memangnya siapa yang ingin nyawanya dihilangkan secara paksa? Merebut hak milik orang lain jelas melanggar hukum. Ada harga mati yang harus dibayar. Sementara bunuh diri, itu pilihan hidup. Tidak akan merugikan orang lain, pengecualian untuk orang yang memiliki bertumpuk hutang. Pasti sangat merugikan orang lain."
"Jadi, kau ingin melakukan bunuh diri hanya karena tidak memiliki hutang? Kau... tidak bodoh dan selemah itu, Seol. Aku tahu dirimu melebihi apapun," ujar Jungkook.
Pria itu yakin masih banyak hal yang disembunyikan oleh Seolhee darinya. Jungkook memang pernah membaca buku harian Seolhee, tapi tentu ada beberapa hal yang tidak mungkin dituliskan oleh pemiliknya pada lembaran kertas berwarna merah muda itu. Terkadang ada permasalahan yang tidak ingin ditulis karena tidak ingin mengingatnya. Sebuah permasalahan besar yang seharusnya dilupakan bukan menjadi sebuah kenangan.
Seolhee tidak mungkin berpikiran pendek hanya karena permasalahan sepele, pasti ada hal besar lainnya yang disembunyikan begitu rapat oleh gadis itu.
"Kau, menjebakku ya, Jung?"
"Hah?"
"Kau bertanya tentang kematian karena ingin mendengar rahasia besarku, kan? Kau memancingku dengan topik yang begitu aneh tapi menarik untuk dibahas. Bukan begitu, Jungkook?"
Sial, peringkat paralel memang memiliki insting yang kuat.
Seolhee melirik Jungkook yang terlihat gelagapan, begitu lucu menurutnya.
"Jangan pasang ekspresi seperti itu. Kau terlihat seperti orang bodoh, Jungkook." Seolhee meregangkan sejenak otot-otot kakunya lalu kembali berbicara, "Cepat tunjukkan tempat indah yang kau maksud. Nanti aku akan bercerita di sana," pungkasnya.
Bola mata Jungkook langsung membesar mendengarnya. Sangat jarang bagi seorang Park Seolhee begitu mudahnya menceritakan permasalahan hidupnya. Tanpa pikir panjang jemari besar Jungkook segera ia tautkan pada milik Seolhee. Menggenggamnya kuat lalu segera berjalan cepat.
"Hey, pelan-pelan, Jungkook! Kau penasaran sekali, ya?"
"Diam! Cepat berjalannya. Kita harus segera sampai agar kau memiliki banyak waktu untuk bercerita."
Seolhee menggeleng pelan, sejujurnya ia tidak ingin menceritakan hal buruk yang selalu coba ditutupinya. Tapi Jungkook meruntuhkan pertahanannya. Mengeruk lebih dalam kehancuran yang terjadi pada dirinya.
Satu hal yang Seolhee harapkan hanyalah ketenangan. Berharap dengan bercerita dapat membuat harinya terasa lega tanpa bayang-bayang mimpi buruk itu lagi.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
LILIUM✓
FanfictionJeon Jungkook itu hancur, tapi Park Seolhee jauh lebih hancur. Keduanya memiliki penyebab kehancuran yang sama tapi berbeda cara dalam menanggapinya. Satu hal yang keduanya tahu, mereka ditakdirkan untuk bersama. Started : 28 August 2018 Published ...