CHAPTER 3

4.1K 700 10
                                    


Pagi-pagi sekali Seolhee sudah terduduk di kursi makannya dengan kedua orang tuanya yang berada di depannya. Menyantap berbagai makanan yang tersaji di meja-hasil masakkannya.

Sejujurnya Seolhee merasa malas sekali harus bangun pagi-pagi sekali hanya untuk sarapan bersama, bukan malas dalam hal harus menyiapkan makanannya karena sedari awal ia duduk di bangku sekolah menengah pertama pun semua sudah dilakukannya, ia hanya malas harus terjebak dalam keheningan yang diciptakan keluarganya. Kendati kadang kala ia juga merasa malas untuk memasak.

Hey, tugasnya seharusnya hanyalah belajar, bukan mengerjakan pekerjaan rumah. Membantu orang tua boleh saja, tapi apa harus seluruh pekerjaan rumah dilimpahkan padanya? Memasak, membersihkan rumah, mencuci dan segala tetek bengek lainnya harus dikerjakannya di sela-sela jam belajarnya.

Jika bertanya mengapa, ibunya hanya akan menjawab "Itu tugas perempuan. Semua anak perempuan akan melakukannya. Sekarang atau nanti sama saja", selalu akan seperti itu. Benar, pernyataan ibunya memang tidak sepenuhnya salah. Tetapi, di mana letak belas kasih mereka ketika mengharapkan pekerjaan rumah terselesaikan dengan baik namun nilai sekolah harus tetap tinggi? Robotkah seorang anak perempuan itu?

"Aku selesai. Piring kotornya taruh saja di dapur, aku akan membersihkannya setelah pulang dari rumah Jungkook. Kami ada tugas sekolah bersama," ujar Seolhee dan langsung melenggang pergi meninggalkan ruang makan tanpa mendegar jawaban dari salah satu pasangan suami-istri itu.

Sebenarnya Seolhee tidaklah memiliki pekerjaan sekolah apapun yang harus dikerjakan bersama Jungkook, itu hanyalah sebuah alasan agar ia bisa segera pergi dari suasana menyebalkan itu. Seolhee benci keheningan, setidaknya pagi-pagi mengganggu Jungkook yang masih tertidur akan membangkitkan semangat paginya, tapi sayangnya tidak berjalan selancar itu.

Begitu sampai di depan pintu rumah Jungkook yang terbuka lebar, Seolhee justru melihat kedua orang tua Jungkook yang sedang melanjutkan kegiatan tadi malam-saling beradu mulut hingga membuat Seolhee menghembuskan napasnya pelan. Tidak lebih baik dari pasangan suami-istri di rumah, pikirnya.

Apa semua pasangan yang sudah menikah seperti itu?

Untuk beberapa saat Seolhee hanya diam membatu di depan pintu, menunggu kedua pasangan yang masih sibuk bertengkar itu menyadari keberadaannya dengan sendirinya.

"O-oh, Seolhee. Sudah lama, Nak?"

Seolhee tersenyum tipis, akhirnya pasangan itu menyadari keberadaannya.

"Tidak. Aku baru saja sampai. Jungkook-nya ada? Kami ada pekerjaan sekolah yang harus diselesaikan bersama."

"Ah, ya. Jungkook masih tertidur di kamarnya. Langsung ke kamarnya saja, tolong sekalian bangunkan. Anak itu tidak akan bangun sekalipun rumah kebakaran."

"Ya, kalau begitu aku akan langsung ke atas," ucap Seolhee dengan ramahnya, membungkuk singkat guna menunjukkan rasa hormatnya pada kedua orang yang lebih tua di hadapannya.

Hingga kakinya dapat memijak anak tangga ke sepuluh, panggilan lembut dari Ny. Jeon berhasil menghentikan kakinya sejenak.

"Seolhee..."

"Ya?" Gadis itu membalikkan punggungnya, menatap lekat wajah cantik yang dipenuhi kerutan halus, sama seperti ibunya.

"Bisa aku minta tolong sekali lagi?"

Seolhee mengernyit, tapi tetap menganggukkan kepalanya. "Ya, tentu," jawabnya lembut.

"Hari ini tolong sekalian jaga Jeonshan, ya? Aku harus pergi ke suatu tempat. Mungkin sampai sore. Tapi jika kau tidak bisa, tidak apa-apa. Jangan terlalu dipaksakan."

"Tidak! Aku akan menjaganya," jawab Seolhee cepat. Menjaga buntalan manis seperti Jeonshan siapa yang tidak mau?

"Terima kasih, ya. Cah, pergilah ke kamar Jungkook dulu. Jeonshan masih tertidur, baru akan bangun pukul sembilan nanti. Kalian bisa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas."

"Ah, ya..."

Seolhee melanjutkan perjalanannya ke kamar Jungkook, pikirannya sedikit menerka ke mana kira-kira Ny. Jeon akan pergi?

"Ah, sudahlah. Itu bukan urusanku," bisiknya halus sebelum memutuskan untuk membuka pintu kamar Jungkook lebar-lebar.

Di sana, di atas tempat tidur, seperti dugaannya sang pemilik kamar masih terlelap begitu nyenyaknya. Tidak terganggu dengan kebisingan pagi yang dibuat oleh kedua orang tuanya. Ah, benar. Sekalipun ada kebakaran hebat Jungkook tidak akan terbangun. Mungkin akan ikut hangus terbakar di dalam rumah.

Seolhee berkacak pinggang melihat posisi tidur Jungkook yang begitu luar biasa aneh. Kaki berada di atas ranjang sementara kepalanya ke luar dari tempat tidurnya - hampir menyentuh lantai - dengan bibir terbuka lebar. Gadis itu sedikit heran, Jungkook itu memiliki lubang hidung yang cukup besar, kenapa masih menggunakan mulut untuk bernapas?

"Hey, bangun..."

Satu kali ia bersuara.

"Yak, Jungkook... bangun!"

Kedua kalinya ia bersuara dengan sedikit meninggikan suaranya, masih mencoba membangunkan pangeran tidur.

"JUNGKOOK BANGUN!!!"

Ketiga kali suaranya meninggi tapi Jungkook masih belum mau tersadar juga. Benar-benar merepotkan, pikirnya.

Cara terakhir, pikir Seolhee. Satu-satunya cara yang ia yakini dapat membangunkan pangeran tidur. Tanpa membuang waktu lebih banyak lagi, Seolhee segera memposisikan badannya sejajar dengan Jungkook, berlutut menghadap wajahnya. Tangannya bersiap pada tempatnya, hingga hitungan ketiga dalam hatinya, ia segera memencet kuat hidung besar Jungkook.

"JEON JUNGKOOK, BANGUN!!!" teriaknya bersamaan dengan jepitan kuat ibu jari dan telunjuknya.

Jungkook megap-megap, mata sedikit merahnya dipaksa untuk terbuka lebar, melihat perempuan jahat yang berani mengganggu tidur nyenyaknya.

"Aaa... Seolhee, hentikan! Hidungku mau patah, yak!"

Seolhee melepaskan ibu jari dan telunjuknya dari hidung besar Jungkook. Mengusap-usapnya pada perpotongan pakaiannya karena merasa lengket. Hidung Jungkook sedikit berminyak, ciri khas orang yang baru bangun tidur.

"Cepat mandi. Aku tunggu di bawah," ujar Seolhee begitu tenangnya lalu berlalu meninggalkan pria itu begitu saja menunju kamar Jeonshan, si Buntalan manis yang menjadi incarannya. Sedikitpun tidak merasa bersalah karena telah mengganggu minggu pagi Jeon Jungkook-hari kemerdekaannya.

"Cih, menyebalkan!" gerutu Jungkook sebelum berlalu memasuki kamar mandinya.

Jungkook memang kesal karena jam tidurnya diganggu oleh Seolhee, tapi bukan berarti ia marah. Terlalu sulit melampiaskan kemarahan karena hal sepele pada sahabat kecilnya itu. Toh kadang-kadang ia juga sering mengganggu tidur nyenyak Seolhee. Saling mengganggu dan menjaili satu sama lain sudah terlalu biasa untuk keduanya. Bersikap kekanak-kanakan. Bukankah seperti itu cara manis menjalin sebuah hubungan persahabatan?

[]

LILIUM✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang