Berdebat dengan Seolhee adalah salah satu hal yang paling Jungkook coba hindari. Perempuan satu itu selalu memiliki ratusan alasan yang dapat menutup rapat bibirnya.
Jelas, Seolhee itu pintar juga baik hati, kedua hal itu digabungkan menjadi kesatuan yang membuat perempuan itu begitu baik dalam menanggapi permasalahan. Atau seberapa pun kejamnya kehidupan dunia yang harus dihadapinya, Seolhee selalu mampu mengatasinya dengan kepala dingin.
"Kalau kau sudah lelah, katakan padaku," ujar Jungkook pelan, kali ini ia kembali membiarkan Seolhee tetap teguh pada pendiriannya.
Seolhee mengangguk pelan.
"Ya, tentu."
Netranya langsung beralih kembali menatapi adik laki-laki Jungkook. Tersenyum kecil setiap kali melihat semangat Jeonshan yang tidak pernah luntur, seperti tidak ada lelahnya mengayuh pedal sepedanya.
Hidup bertiga dengan Jungkook dan Jeonshan memang terdengar menyenangkan. Seolhee juga yakin Jungkook tipe pria yang bertanggung jawab pada perkataannya. Tidak akan membiarkan dirinya maupun Jeonshan dalam keadaan menderita karena ulah dirinya. Tapi ia juga tidak ingin bergantung pada sahabatnya itu, takut akan semakin sulit melepaskannya.
Lagipula Seolhee tidak yakin jika dirinya dan Jungkook akan baik-baik saja jika tinggal seatap bersama, atau masih tetap dalam hubungan pertemanan. Ia dan Jungkook itu sudah dewasa, setidaknya hampir mendekati kata dewasa. Tidak menjamin bahwa tidak akan terjadi hal yang melanggar norma antara keduanya. Kendati Jungkook pasti akan bertanggung jawab, Seolhee tetap tidak ingin mengambil resiko. Tidak ingin ada lagi bayi-bayi murni yang terlahir seperti dirinya.
Murni, tidak berdosa, lalu hancur.
"Jung..."
Jungkook menoleh begitu mendengar namanya dipanggil.
"Ya?"
"Menurutmu, bayi yang baru lahir itu memiliki dosa atau tidak?"
"Tentu saja tidak, Seol. Kau tahu sendiri 'kan, orang-orang bilang bayi yang baru lahir itu dalam keadaan murni, suci, tanpa dosa," jawab Jungkook begitu yakin.
Seolhee lagi-lagi hanya mampu tersenyum tipis, dadanya terasa sesak mendengar jawaban Jungkook. Benarkah sebersih itu?
"Itu 'kan katanya, Jung. Bagaimana dengan sebuah kelahiran seperti diriku? Apakah bayi yang terlahir dalam keadaan sepertiku masih bisa disebut tanpa dosa?"
"Seol..." Jungkook memandang teduh manik mata gadis di sampingnya, mulai mengerti arah pembicaraan keduanya.
Seolhee mendongak, kembali memandang langit biru demi membentengi kuat pertahanannya yang bisa roboh kapan saja.
"Jika kau mendasari perkataanmu pada perkataan orang-orang, maka aku jelaslah berdosa. Semua orang tahu jika hubungan ranjang di luar pernikahan itu dosa, Jung. Mereka berdosa, lalu ikut menyeretku untuk memikul dosanya. Membawa beban berat di punggung merahku hingga sampai di dunia ini."
"Seolhee..."
"Kau tahu, Jung?" Ia kembali berucap, tidak membiarkan Jungkook menghentikan perkataannya. "Kadang ada kalanya aku merasa iri padamu. Pada kedua orang tua yang kau miliki. Aku tahu, mereka mungkin begitu jahat karena menunjukkan sifat binatang mereka padamu, tapi coba lihat keadaan kedua orang tuaku. Mereka bahkan tidak menginginkan kehadiranku."
Seolhee menarik kuat napasnya, mengisi paru-parunya yang mulai terasa sesak sebelum berujar kembali, "Tapi ada kalanya aku juga bersyukur memiliki keluarga seperti mereka, Jung. Terutama Ibuku. Dia... mungkin jahat, tapi setidaknya masih memiliki sedikit rasa iba dengan tidak membiarkanku menjadi bahan gunjingan masyarakat. Yang kutahu, terlepas dari perbuatan jahatnya di masa lalu, ia telah sedikit menembusnya. Dan hal itu yang membuatku masih ingin bertahan lebih lama."
Jungkook tidak mengerti. Sama sekali tidak mengerti dengan perkataan Seolhee yang seolah membela ibu kandungnya padahal jelas-jelas wanita itu terlihat masih tidak menginginkan kelahiran putrinya. Ada beberapa hal yang sampai detik ini belum ia ketahui.
"Seol, sumpah aku tidak mengerti. Apa kau sedang mencoba meninggikan derajat Ibumu? Wanita yang hampir membunuhmu dalam kandungannya, wanita yang hampir menjualmu semasa bayi, wanita yang tidak pernah memberikanmu air susunya dan wanita yang sampai sekarang masih sering memperlakukanmu begitu tidak berotaknya, hah?!" Jungkook bertanya dengan meninggikan suaranya, begitu tidak terima saat gadis di sampingnya masih saja berusaha menutupi kekejaman ibu kandungnya.
Jungkook tahu betul bagaimana ibu kandung Seolhee itu. Wanita paruh baya itu mendapatkan Seolhee dari hubungan di luar pernikahan, mencoba untuk menggugurkannya beberapa kali tapi sialnya tidak berhasil. Tapi bukannya berhenti, wanita itu justru memikirkan niatan jahat lain dengan menjual Seolhee yang pada kala itu usianya baru menginjak satu minggu. Tapi Tuhan seperti tidak mengizinkannya, semuanya harus gagal karena kasus penipuan.
Hingga keputusan wanita itu jatuh pada meninggalkan Seolhee begitu saja pada sang ibu, anggota keluarga satu-satunya yang dimiliki Seolhee yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu.
Seolhee kecil hidup dengan neneknya, tinggal pada rumah sewaan kecil yang dulu berada di belakang rumah Jungkook. Pria itu ingat betul bagaimana menderitanya kehidupan Seolhee semasa kanak-kanak, hinaan sampai tuduhan pencuri kecil hampir selalu Seolhee terima. Jungkook bahkan selalu membagi bekal makanannya selama jam istirahat sekolah karena tidak tega membiarkan sahabatnya itu kelaparan. Seolhee teramat menderita.
Lalu Jungkook kira setelah kematian nenek dan kembalinya ibu kandung Seolhee, kehidupan gadis itu akan jauh lebih baik seperti anak-anak lainnya. Tapi sayangnya tidak, sahabatnya itu justru terlihat seperti pekerja gratisan yang bertugas menyelesaikan pekerjaan rumah dengan bayaran kata-kata kasar yang selalu menyapa rungunya. Di manakah letak kebaikan wanita itu?
"Dia baik, Jung."
Lagi, Jungkook mendengus marah mendengarnya.
"Kau tahu 'kan, aku hanyalah segumpal darah yang selalu ia coba buang. Aku tidak berarti apa-apa di matanya. Tapi tahu tidak, ia telah sedikit menyelamatkanku," ucap Seolhee dengan ujung bibir yang terangkat ke atas. "Dulu, saat masih bersama nenek, nenek selalu bilang jika Ibu bekerja keras di kota. Mencari uang untuk membeli susuku. Lalu nenek juga bercerita jika Ibu berusaha menyuap pekerja rumah sakit untuk mendapatkan berkas-berkas kelahiranku agar sama seperti anak-anak lainnya. Sebuah akta kelahiran dengan namanya dan nama Ayah kandungku di dalamnya. Setidaknya orang-orang tidak akan mengetahui seberapa kotornya diriku ini, Jung."
Jungkook mulai sedikit mengerti penjelasan Seolhee mengenai ibu kandungnya. Katakanlah wanita paruh baya itu bekerja keras, mengumpulkan banyak uang agar Seolhee tidak dipermalukan di depan umum karena hanya memiliki seorang Ibu tanpa kepastian Ayah yang jelas. Meskipun sejujurnya tidak jauh lebih baik karena ibu Seolhee menutupi kejahatannya dengan menyatakan jika ayah kandung Seolhee telah meninggal dunia.
"Jadi, kau senang dengan usaha ibumu itu?" tanya Jungkook dengan sedikit lebih berhati-hati.
"Tidak juga. Kadang kala aku justru penasaran jika di dalam akta kelahiranku hanya tertulis nama ibuku. Apakah orang-orang akan memandangku dengan tatapan iba... atau merendahkan? Apakah mereka akan menyalahkan ibuku atau justru kelahiranku? Kadang kala aku juga merasa jika tatapan kasihan itu sangat menyebalkan, Jung."
Seolhee membasahi bibir bawahnya sejenak sebelum kembali berucap, "Dia masih hidup, Jung. Belum mati, tapi kenapa orang-orang selalu merasa kasihan setiap melihat wajahku? Sekalipun sudah mati, bisakah mereka tidak mengasihaniku? Aku normal, Jung. Tubuhku lengkap tanpa kekurangan satu apapun. Tidak bisakah mereka bersikap biasa setiap melihatku? Atau berpura-puralah seolah tidak pernah melihatku."
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
LILIUM✓
FanfictionJeon Jungkook itu hancur, tapi Park Seolhee jauh lebih hancur. Keduanya memiliki penyebab kehancuran yang sama tapi berbeda cara dalam menanggapinya. Satu hal yang keduanya tahu, mereka ditakdirkan untuk bersama. Started : 28 August 2018 Published ...