Jungkook menuruni anak tangga dengan handuk kecil di kepalanya. Tubuhnya sudah merasa lebih segar dan bersemangat sehabis mandi tadi. Begitu sampai di anak tangga terakhir, manik matanya langsung tertuju ke arah meja makan. Di sana, Seolhee sedang terduduk manis sembari memangku adik laki-lakinya yang baru berusia tiga tahun. Masih terlalu kecil tapi sudah bisa berjalan dan berbicara cukup lancar.
"Di mana mereka? Kenapa Jeonshan justru bersamamu?" tanya Jungkook setelah mendudukkan diri di hadapan Seolhee. Memandang teduh setiap pergerakan tangan telaten Seolhee menyuapi Jeonshan.
"Mereka pergi. Ibumu izin pergi ke suatu tempat sampai sore nanti dan memintaku untuk menjaga Jeonshan. Kalau Ayahmu, tidak tahu," jawab Seolhee tanpa memandang lawan bicaranya. Masih sibuk dengan si Buntalan manis yang berada di pangkuannya. Semakin hari pipi Jeonshan terlihat semakin bulat, membuat Seolhee ingin selalu mencubit gemas atau sekedar memberikan kecupan.
"Laki-laki itu pasti pergi bertemu wanita simpanannya lagi. Sini, berikan Jeonshan padaku. Biar aku yang meneruskannya."
"Tidak mau. Hari ini Jeonshan milikku." Seolhee menolak begitu tegas, merengkuh adik laki-laki Jungkook seolah miliknya sendiri.
"Hey, mana bisa begitu! Jeonshan adikku, tahu!" kata Jungkook tidak terima.
Seolhee menatap tajam ke arah Jungkook, menunjukkan rasa ketidak sukaannya. Merasa kesenangannya telah diganggu.
"Tentu saja bisa! Jeonshan memang adikmu, tapi lihat siapa yang merawatnya, yang memandikannya, memberinya makan. Aku, bukan kau Jungkook! Lagipula mana ada seorang kakak yang asyik tertidur sementara adiknya menangis di kamarnya," ucap Seolhee menyindir sikap pemalas Jungkook.
"Ini 'kan hari minggu, jadi wajar saja kalau aku malas."
"Minggu atau tidak, kau tetap pemalas," sahut Seolhee cepat.
"Ck, aku tidak malas, Seolhee. Lagipula tugas menjaga Jeonshan seharusnya 'kan ibunya, ke mana sih, wanita itu?"
"Sudah kubilang, ibumu pergi ke suatu tempat sampai sore nanti. Jadi tugas menjaga Jeonshan hari ini aku yang mengambil alih. Memangnya kenapa sih, toh aku tidak keberatan? Jeonshan juga merasa senang. Iya 'kan, Shan-ie..." Jeonshan tertawa kecil karena diperlakukan bak seorang bayi. Seolhee begitu memanjakannya seperti kakak perempuannya sungguhan.
Sementara Jungkook diam-diam mengulum senyum kecilnya, melihat dua orang yang begitu dikasihinya terlihat begitu bahagia memberikan efek tersendiri untuknya. Setidaknya minggu paginya kali ini terasa lebih cerah.
"Seol..."
"Hm?"
"Kau tahu, melihatmu menjaga Jeonshan begitu baik seperti itu terasa sedikit aneh untukku."
Seolhee mengernyit, menatap wajah Jungkook dengan pandangan bertanya.
"Apa maksudmu? Aku aneh, begitu?"
Jungkook tertawa lebar, menutup mulutnya dengan salah satu lengannya sementara kedua matanya menyipit.
"Bukan, bukan seperti itu maksudku. Hanya... melihatmu menyuapi Jeonshan seperti itu, seperti melihat istriku di masa depan nanti. Ah, atau kita menikah saja biar bisa sungguhan terwujud, hm?"
Alih-alih merasa malu atau tersipu, Seolhee justru mendengus pelan. Menatap Jungkook dengan pandangan gelinya.
"Lupakan mimpi menggelikanmu itu, Jung. Aku tidak mau menikah muda, apalagi dengan pengangguran seperti dirimu. Mau makan apa nanti aku dan anakku?"
"Makan cinta, bagaimana?"
"Cih, menjijikan. Memangnya makan cinta bisa membuat perutku kenyang? Kelaparan sih iya. Cari uang dulu yang banyak, kemudian bangun sebuah rumah yang besar, baru tanyakan lagi pertanyaan bodohmu itu."
Jungkook tersenyum kecil, tidak merasa tersinggung dengan perkataan Seolhee yang sedikit kasar.
"Kau materialistis sekali sih. Tahu tidak, di luar sana banyak gadis-gadis cantik yang berbaris panjang untuk bisa berkencan denganku. Di kedipi sekali saja sudah langsung bertekuk lutut padaku," kata Jungkook membanggakan dirinya. "Maklum, aku 'kan tampan."
Seolhee berpura-pura seakan ingin muntah saat Jungkook membanggakan ketampanannya. Entah apa yang merasuki Jungkook, pria itu jadi percaya diri sekali.
"Kalau begitu menikah saja dengan gadis-gadis bodoh itu. Ah, satu lagi, tolong garis bawahi. Aku itu realistis, Jung. Bukan materialistis. Cinta dan wajah tampan tidak berlaku untukku."
"Uang 'kan bisa dicari bersama, Seol."
"Omong kosong! Pria yang bilang seperti itu hanya beralasan manis saja karena tidak mau berkata tidak mampu. Memangnya apa salahnya sih menyiapkan dana besar sebelum menikahi gadis yang dicintainya? Memang setelah menikah uang akan langsung mengalir terus, begitu? Bagaimana jika justru semakin parah karena pengeluaran yang semakin bertambah? Ujung-ujungnya perempuanlah yang harus bekerja keras!"
Jungkook hanya diam, mendengarkan dengan baik pendapat seorang perempuan mengenai perumpamaan jika ada seorang laki-laki yang akan melamarnya. Benar, hidup memang harus melihat pada fakta yang ada, bukan pada "katanya" atau sebuah bualan bibir manis.
"Memang kau mau menikah di umur berapa?" tanya Jungkook sedikit penasaran.
Seolhee sempat terdiam, menghentikan suapan tangannya pada Jeonshan untuk berpikir sejenak.
"Aku tidak tahu. Yang jelas tidak di usia muda. Aku masih ingin mencari kesenangan yang belum pernah kulakukan. Banyak daftar yang kubuat sebelum siap menyerahkan kehidupanku pada suamiku kelak."
"Seperti?"
"Bertemu Ayah kandungku," jawab Seolhee disertai senyuman pahitnya. "Ahaha, tapi sepertinya tidak mungkin," sambungnya lagi diselingi tawa paksanya.
"Kenapa tidak mungkin? Kita bisa mencarinya bersama."
"Jung, kita sudah pernah membahas masalah ini."
"Memang, tapi aku masih terlalu penasaran kenapa kau begitu mudah menyerah pada keinginan terbesarmu. Kenapa kau tidak—"
"Jung, tolong hentikan. Aku sedang tidak ingin membahas masalah ini di depan adik manismu ini. Kau ingin dia mendengar betapa buruknya kehidupan kita, begitu?"
Pandangan Jungkook kini beralih menatap buntalan manis yang masih setia berada di pangkuan Seolhee. Adik laki-lakinya itu sedang menatap Jungkook dengan mata berbinarnya. Begitu murni dan penuh tanda tanya, penasaran akan apa lagi yang akan didebatkan kedua orang yang beranjak dewasa itu.
Jungkook sedikit menggeram, merasa begitu marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa menahan perkataannya di depan adiknya yang masih begitu kecil. Masih belum sepantasnya tahu-menahu mengenai permasalahan orang dewasa. Entahlah, setiap membahas masalah kedua orang tuanya dengan Seolhee ia merasa begitu bersemangat. Seperti ingin menyalahkan dan menunjukkan betapa buruknya orang-orang yang begitu ia sayangi tapi begitu tega menghancurkannya.
"Maaf. Aku kelepasan. Tolong jaga Jeonshan sebentar, aku ingin mencari udara segar," ucap Jungkook lalu berlalu begitu saja meninggalkan meja makan. Ia membutuhkan tempat hening, sebuah tempat yang dapat menampung segala amarahnya kepada kedua orang tua beserta dirinya sendiri.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
LILIUM✓
FanficJeon Jungkook itu hancur, tapi Park Seolhee jauh lebih hancur. Keduanya memiliki penyebab kehancuran yang sama tapi berbeda cara dalam menanggapinya. Satu hal yang keduanya tahu, mereka ditakdirkan untuk bersama. Started : 28 August 2018 Published ...