CHAPTER 2

4.8K 792 14
                                        


"Tidak ada, Jung. Tidak ada yang menggangguku. Catatan sejarahku juga ada di dalam kamar. Mereka tidak melakukan apa-apa."

Seolhee masih pada pendiriannya, tidak ingin Jungkook mengetahui kejadian yang sebenarnya lalu tersulut emosinya.

"Kita sahabat, kan? Mau sampai kapan kau menutupi semua permasalahanmu padahal jelas-jelas kau sudah mengetahui seluruh hal gila yang terjadi pada hidupku? Setidaknya jika kau tidak mau aku masuk ke dalam permasalahan keluargamu biarkan aku tahu beberapa beban lain yang kau pikul itu. Seberapa kuat pundak ringkihmu itu sampai tidak mau berbagi, huh?"

Helaan napas meluncur dari bibir Seolhee, pria di sampingnya benar-benar akan berusaha mengorek lebih dalam informasi jika ia tidak juga mau bercerita. Mungkin saja beberapa masalah yang selalu coba ia tutupi akan dibongkar pria itu juga. Tidak, tidak boleh. Seolhee belum siap.

"Bukuku basah. Mereka membuangnya ke tempat sampah lalu menyiramnya dengan air. Aku masih mencoba mengeringkannya sebelum nanti aku salin ulang," jelas Seolhee dengan jujur.

"Bodoh. Kenapa tidak memberitahuku?!"

"Dan membiarkanmu berolahraga dengan otot besarmu itu, begitu? Memang kau tidak malu ya melawan para gadis dengan kekerasan?"

Jungkook mendengus kesal. "Cih, makanya lawan mereka jika tidak ingin aku ikut campur. Pukul, tendang atau jambak saja rambut pirangnya. Bukankah seperti itu cara perempuan bertengkar? Mau sampai kapan kau menjadi pihak lemah yang dibully? Sesekali kau harus mencoba jadi pelaku utama kejahatan, Seolhee."

"Dasar gila. Mana ada teman yang menyarankan tindakan bodoh seperti itu." Seolhee mengalihkan pandangannya ke atas, menatap beberapa bintang yang berkelip-kelip di langit. "Lagipula, aku tidak mau mengotori tanganku dengan menindas orang memalukan seperti itu."

"Kalau begitu cuci tangan saja setelah melakukannya. Bersih, kan?" sentak Jungkook, merasa jengkel setengah mati dengan sifat baik hati yang dimiliki Seolhee. Baik hati boleh, tapi tentu harus diseimbangkan. Jika terus ditindas bukankah namanya justru direndahkan?

Manik mata Seolhee menatap dalam milik Jungkook, memberikan senyuman hangatnya lalu bertanya pelan, "Kau belum mengerti juga, ya?"

"Apa?"

"Orang-orang seperti mereka itu hanya mencari perhatian lebih dari sekelilingnya dengan menonjolkan tindakan bodohnya. Memang apa yang bisa dibanggakan dari pertarungan adu otot di dalam kelas? Aku lebih suka jika dilakukan di dalam ring pertarungan yang sesungguhnya. Setidaknya mungkin aku akan masuk tv ha ha..."

"Lalu kau mau selalu menjadi si Lemah yang selalu di tindas, begitu?" tanya Jungkook dengan nada sinis.

"Kata siapa? Aku bahkan jauh lebih kuat dari kumpulan wanita bergincu merah itu," sahut Seolhee, giginya mengunyah pelan permen karet yang masih ada di mulutnya. Menikmati sedikit rasa manis yang masih tersisa. "Aku memangkas nilai-nilai mereka."

Jungkook terkesiap mendengar penuturan Seolhee.

"K-kau apa?"

"CCTV kantor itu rusak, tidak pernah dibetulkan karena alasan dana dan kebetulan sekali si Botak menyuruhku untuk membantunya merekap nilai semester. Jadi, ya begitu."

"Kau gila! Kau bisa dikeluarkan dari sekolah, bodoh!"

"Benarkah? Sayangnya sampai sekarang gadis manis ini belum juga dikeluarkan, Jung."

"Maksudmu, ini bukan kali pertama? Sudah berapa lama kau melakukan tindakan kriminal itu?"

Seolhee menggelengkan kepalanya. "Tentu saja bukan. Sudah tiga tahun, mungkin. Aku tidak mengurangi banyak nilai yang membuat orang lain merasa curiga, tapi jika diakumulasikan selama mereka bersekolah tentu akan berdampak besar pada nilai akhirnya. Well, setidaknya manusia dengan otak dengkul seperti mereka akan mendapatkan balasannya di akhir. Ah, tidak sabar melihat air mata mereka saat kelulusan nanti."

Jungkook memandang Seolhee dengan pandangan tidak percaya. Gadis lemah lembut itu ternyata memikirkan pembalasan yang lebih kejam. Sepertinya pepatah yang mengatakan agar tidak memandang sampul luarnya saja, itu benar.

Ia tahu, Seolhee memang pintar, selalu menjadi buah bibir guru-guru di sekolahnya. Siswi yang begitu dibanggakan sekolah. Dengan wajah polos dan tatapan matanya yang selalu teduh, Jungkook yakin tidak akan pernah membuat orang-orang percaya jika gadis itu telah berbuat di luar batas.

"Kau kenapa?" tanya Seolhee setelah mendapati Jungkook yang terus menatapinya. "Kecewa denganku, ya?"

"Tidak," sahut Jungkook cepat. Bibirnya menyunggingkan senyum manisnya. "Aku justru bangga padamu. Setidaknya kau berhasil memanfaatkan kepandaianmu."

"Hah?"

"Kuakui, perbuatanmu memang jahat sekali karena bisa menghancurkan masa depan orang lain, tapi sepertinya sepadan dengan dosa-dosa yang mereka tanam. Mengulang satu tahun sepertinya tidak akan begitu berat untuk mereka. Toh kegiatan mereka hanya menebalkan bibir."

Seolhee tersenyum cerah, menampilkan deretan gigi rapihnya.

"Tentu saja! Mereka memang pantas mendapatkan balasan dariku. Bukankah mereka menginginkan perhatian besar dari orang-orang? Jadi, aku dengan baik hatinya mengabulkan keinginan mereka. Para gadis bergincu merah itu benar-benar akan menjadi pusat perhatian saat kelulusan nanti."

Tangan kanan Jungkook terulur mengusapi gemas surai Seolhee. Tidak terpikirkan jika sahabat baiknya mampu memikirkan hingga sejauh itu.

"Kau pintar sekali, sih!"

"Pintar itu kewajiban, Jung. Lemah boleh, tapi bodoh jangan."

"Iya, iya. Jangan menyindirku dong!"

Sebelah alis Seolhee terangkat, melirik Jungkook dengan pandangan bingung.

"Aku tidak menyindir. Tapi jika kau merasa ya bukan salahku. Makanya belajar dengan benar, bodoh. Sudah mau kelulusan, bagaimana bisa nilai Bahasa Inggrismu tidak lebih dari tiga puluh? Memalukan!"

"Yak! Aku sudah belajar dengan giat, Seol. Nilainya saja yang tidak mau naik, mungkin keberatan perut bulatnya. Lagipula, seharusnya kau membantuku. Tambahkan beberapa nilaiku di komputer yang kau rekap," ujar Jungkook berusaha bernegosiasi.

"Tidak akan. Kalau bodoh ya belajar. Jangan mengharapkan cara instan!"

Jungkook mendecak sebal, kedua tangannya menyilang di depan dada. Matanya memicing tajam menatap gadis di sampingnya.

"Memangnya kau tidak pernah menambahkan nilaimu sendiri, huh?"

"Tentu saja tidak!" bantah Seolhee cepat. "Aku itu pintar, bukan licik. Lagipula untuk apa menambahkan nilai dengan cara seperti itu jika aku terlalu mampu menambahkan nilaiku dengan jeri payahku sendiri?"

"Ck, dasar sombong!"

"Sombong tapi mampu itu tidak apa-apa. Salahkan saja perasaan iri orang-orang yang tidak mampu itu. Sudah tahu tidak bisa menggapainya masih saja melihat ke atas, seharusnya mereka melihatnya ke bawah agar lebih banyak bersyukur!"

"Iya, Seol. Iya. Aku kalah, oke? Berhenti berbicara lagi, kau membuatku jadi terlihat sangat bodoh."

"Memang..."

"Yak!!!" Jungkook memekik kencang, pinggiran telinganya sudah terlihat memerah menahan malu. "Sudah, aku mau masuk ke dalam. Lebih baik mendengarkan teriakan nyaring mereka daripada terlihat semakin bodoh di depanmu."

Jungkook beranjak berdiri, segera melangkahkan kakinya memasuki halaman rumahnya. Tapi langsung membalikkan punggungnya saat hampir mendekati pintu masuk.

"Yak, Park Seolhee! Perempuan paling menyebalkan yang sialnya paling menggemaskan juga, cepat pergi tidur! Selamat malam," ujar Jungkook disertai senyuman manisnya sebelum benar-benar masuk ke dalam rumahnya.

Sementara Seolhee hanya terkekeh pelan melihat tingkah Jungkook. Setidaknya ia telah berhasil mengembalikan senyuman manis sahabat baiknya itu.

"Dasar bodoh..."

[]

LILIUM✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang