Pintu jati itu tertutup tepat setelah beberapa kata terlontar berupa ujung dari pembahasan. Kedua kaki jenjang tersebut lantas melenggang santai. Tatkala si pemilik melongsorkan tubuh ke seonggok sofa panjang yang entah kenapa kian naik kodratnya, senyum yang dielukan serupa sinar surya lenyap seketika, berganti tarikan napas serta air muka yang setara lelahnya.
Dua pertemuan yang mencetuskan permulaan proyek besarlah biang dari energi Jung Hoseok yang terombang-ambing sampai tersedot habis. Semua kalangan tahu, bukan perkara mudah menjadi seorang pimpinan tertiggi, apalagi induk perusahaan yang statusnya merupakan salah satu penyokong ekonomi negara. Dari bunyi 'teng' jam kerja mulai, Hoseok terus menebar senyum sekaligus untaian penyemangat tidak kentara pada bawahannya baik yang memang nampak berjiwa kosong maupun yang memang satu spesies dengannya. Imbasnya, Hoseok hanya mampu melepas topengnya di pukul istirahat begini.
Ini melelahkan, kelewat lelah hingga terasa seolah rohnya menjerit hendak melepaskan diri. Namun, Hoseok yakin, mereka akan memanen balasan setimpal atas nama kerja keras. Benar, masalah waktu. Bukan sekali dua kali pengalamannya memperbudak.
Mengatupnya dua kelopak berbulu itu lantas menyusun satu figura, seorang wanita berperut buncit yang tengah mengulas senyuman. Eksistensinya di dalam sana menguarkan kehangatan. Seingat Hoseok, baru tadi pagi ia merengkuh serta menyapu bibir si wanita lembut, tidak lupa mengecup juga mengusap perut berisinya, tapi mengapa ia sudah rindu? Sontak Hoseok menghela, kembali.
"Yumi-ya, aku membutuhkanmu," desah Hoseok lepas. Ya, mau bagaimana lagi, dia yang bernama Jeon Yumi-lah si pengisi daya kecerahan Jung Hoseok. Hoseok saja memang cukup, dan alangkah meruah kalau ditambah Yumi. Tidak membual, lelahnya hilang.
Bunyi pintu terseret tidak serta-merta menarik Hoseok agar memberikan atensi. Jangankan melirik, membuka mata pun tidak. Paling Namjoon, pikirnya.
"Kudengar ada yang membutuhkanku, benarkah?"
Seolah tamparan, mata Hoseok menyibak lebar lalu secara spontan membenarkan posisi duduk. Sosok yang hanya ia bayangkan rupanya hadir di rongga penglihatannya. Yumi itu serupa remot yang mengendalikan Hoseok lewat kehadirannya. Detakan kehidupan Hoseok bertalu di ritme yang agak sedikit melenceng dari kelaziman, kombinasi senang yang mendesentralisasi. Hoseok memang begitu.
"Bagaimana rapatmu? Lancar?" Yumi menaruh tas berisi kotak bekal berukuran lumayan di atas meja. Usai kegiatan tersebut, dirasakan sepasang lengan Hoseok menuntun ia untuk terduduk di atas paha. Air wajahnya menuntut, bahkan. "Kakimu akan sakit, karena aku sudah berat. Kau tahu, 'kan?"
Heseok masa bodoh, malah ia telah bersandar nyaman di punggung dengan kedua tangan yang bertaut di hadapan perut yang menampung dua jiwa tersebut. Di lain sisi, Yumi hanya tersenyum seraya mengusap afeksi punggung tangan sang suami. "Ayo makan," ajaknya lembut, ditambah ingatan Hoseok yang tak seberapa memakan sarapannya. Diburu waktu, siklus tidur Hoseok jadi kurang etis. Beruntung tidak merusak kesehatannya. Mungkin, berlaku sekarang saja.
"Nyonya, kumohon, biarkan seperti ini dulu," suara rengekan Hoseok teredam.
"Baiklah, tapi di hitungan kelima harus sudah dilepas, oke?" Yumi memicing jahil. Menggoda Hoseok jelaslah terbaik. "Kalau tidak, aku akan langsung pulang. Satu ... dua ...."
"Ya!" Lelaki Jung itu bersungut kecewa. Akibat keterpaksaan, Hoseok lantas melepaskan kalungannya, dan membiarkan sang istri yang tengah tersenyum kemenangan berinsut duduk di sebelah. Yumi berceletuk, "Secara teknis, aku 'kan, harusnya yang bermanja-manja. Aku yang mengandung, aku Ibunya."
"Bukan mustahil Ayahnya ikut terkena imbas, 'kan?" Hoseok tak ingin kalah. Ia menatap perut Yumi menagih dukungan. "Kalian di dalam sana setuju, 'kan? Iya, 'kan?"
Menantu sah keluarga Jung tanpa embel-embel kontrak tersebut berdecak gemas. Betul yang dikatakan Hoseok, kala menginjak kehamilan bulan keenam, tanpa sadar, sindrom mengidam Yumi terlempar kepada Hoseok. Terkadang ingin memakan makanan yang sejatinya tak ia sukai, tidak jarang pula meminta makanan yang sukar didapatkan di Korea. Hanya Hoseok yang masih minim kepekaan, dan Yumi apatis saja.
Mengandung dua anak sekaligus justru meningkatkan energi Yumi lebih dari sebelum ia hamil, kendatipun efek lelah dan nyeri jelas tertinggal, berlebih di area punggung. Namun, berangsur lenyap sebab Hoseok selalu bersedia mengurusinya dengan telaten. Pulang kantor Hoseok yang mesti berendam mengupas penat, malah menjelajahi tubuh Yumi. Bonus lebih, kata Hoseok. Tentu, bisa menyentuh yang terang saja menjalar ke kegiatan implisit. Dasar calon Ayah yang satu itu.
Dengan cekatan, Yumi membongkar lalu menata ulang faset bekal yang sengaja ia bawa. Bermacam varian makanan menggugah selera terpampang mengakibatkan timbulnya guncangan di perut Hoseok. Ia lapar, sudah pasti. Namun, gejolak ganjil merebut titik fokus yang ia tuangkan dalam air muka.
"Kau yang membuat semua ini? Sendirian?" Mata Hoseok sedikit besar tersebut kian melebar. "Ah, kenapa kau ada di sini? Kalau hanya mengantar bekal, kau bisa menyuruh pelayan. Yumi-ya, tolong perhatikan keadaanmu. Mestinya kau perbanyak istirahat, bukan melakukan kegiatan yang melelahkanmu. Walaup—ehm!"
Omelan Hoseok terpotong lantaran Yumi menyumpal mulut si empu dengan telur gulung. Reaksi antipati, sebisa mungkin Yumi hentikan kecerewetan Hoseok yang acapkali menyembul ke permukaan. "Memang aku yang membuatnya, tapi dibantu Eommonim dan Sheira. Aku ke sini juga bersama Sheira, dia menunggu di luar. Yang terpenting, selain telah mendapat izin dari Eommonim, anak-anak kita inilah yang menuntunku berada di depanmu. Ketika tahu Eomma-nya sudah bugar, mereka kompak menendang-nendang, merengek ingin bertemu sekaligus menyemangati Appa-nya yang sedang sibuk."
Kunyahan Hoseok lantas terkontaminasi oleh cengiran. Sebelah tangannya beringsut mengusap kandungan Yumi. "Kesayangan Appa, terima kasih." Lalu berpindah ke pipi sang istri. "Kesayanganku ini juga, terima kasih. Tapi Yumi, jangan terlalu aktif, oke?" Tentu, Hoseok tetap tak melupakan kekhawatirannya.
"Kami kuat, Sayang," yakin Yumi dengan sorotan setara.
Hoseok menghela, dan mendadak ia membuka mulut seraya melirik makanan-makanan tadi. "Mau lagi."
Ya, ia tak boleh meragukan Yumi-nya.
Iya-iya, kita mundur 18 tahun yang lalu dulu 😂 Btw di sini kandungan si yumi-alias rumah yoohee yooho- udah penghujung bulan ketujuh.
[210918]
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fated
Fanfiction[COMPLETED] [Alternative Reality] Di hamparan damai yang begitu nyaman dan hangat, Jung Hoseok bersama dua permata hatinya membuka lembaran bercoret tinta keagungan nama malaikatnya yang telah tertidur. Start: 16-09-18 Finish: 26-02-19 ©suyominie, 2...