Kejadian tidak tertangkap radar prediksi rutin mampir di rentetan hidup Jung Hoseok. Sama halnya sekarang. Baik Hoseok atau siapa pun takkan menduga, bahwa ia bakal terduduk di suatu kafe sambil menyesap satu cup caramel macchiato bertemankan seseorang yang lama tidak ia jumpai batang hidungnya. Tadi, Hoseok hanya meninggalkan kantor kemudian singgah di Jaehwan Hospital beberapa jam ke depan dalam rangka menemani Jeon Yumi seperti rutinitasnya semejak wanita itu dirawat. Namun, tatkala sampai di pintu masuk, iris Hoseok bertabrakan dengan presensi iris lain. Mengecil seraya menceletuk selaras; "Hyung?" dan "Taehyung?"; lalu kembali normal, sampai berakhirlah mereka di kafe berjangka dua blok dari Rumah Sakit. Entah siapa yang memulai, Hoseok, orang itu, atau mungkin keduanya menginginkan.
Dia si artis yang belakangan ini hanya bisa Hoseok lihat sekilas di layar televisi. Si artis yang telah menjadi kawan sepermainan Hoseok sedari kecil. Si artis yang hendak merebut istri dan menghancurkan rumah tangga Hoseok. Si artis yang membuat Hoseok tahu rahasia besar di balik pernikahannya.
Dia, Kim Taehyung.
Kemunculan Taehyung yang mendadak ini memang mengherankan dan sedikit mengejutkan. Makanya, Hoseok tidak menutupi gelagat antipati, kendati sangat bukan karakternya. Bukan Hoseok dendam atas tindak kurang ajar si pemuda Kim, ia justru berterima kasih. Berkatnya, Hoseok dapat mempertahankan malaikat terbaik untuknya dan membagi cinta tanpa kepalsuan. "Di Jaehwan tadi, apa yang kau lakukan?" Bagi Hoseok, basa-basi tidak dibutuhkan. Selain minuman Hoseok tersisa sebuku jari, keduanya juga telah duduk sepanjang lima belas menit. Hanya berpandang, mengedar, menyeruput, serta mengetuk kaki.
Jika hanya begitu, Hoseok pikir, alangkah baiknya ia meluncur ke Rumah Sakit untuk menemani Yumi. Lebih menenangkan sekaligus menyenangkan, belum lagi bisa bermanja-manja sebagai bonus.
Bibir Taehyung melengkung naik sampai matanya pun ikut-ikutan. Padahal dia pandai berakting, tetapi di depan Hoseok semacam ini entah mengapa mendadak terasa canggung. Sungguh, Taehyung senang Hoseok memecahkan suasana aneh mereka. Jadi, Taehyung dapat mengalur saja.
"Menjenguk seorang wanita bernama Jeon Yumi setelah sekian lama tidak bertemu, mungkin?" Dengan resonasi menggoda, Taehyung sengaja menekan secara lebih sepenggal nama.
Hoseok menyesap minumannya lagi. Jika beranggapan Hoseok tersulut, maka salah. Ia enteng-enteng saja. Karena tabiat Taehyung memang begitu, 'kan? Lagi pula, mengunjungi orang sakit adalah perilaku terpuji. Akan lucu sekali, kalau Hoseok terpancing aura defensif serta posesifnya hanya sebab tersebut. Kecuali Kim Taehyung datang dengan menenteng kedok lain.
Hoseok mengelap sisa-sisa minuman yang tertinggal di bibir dengan lidahnya. "Selama menghilang di negeri orang, apa kau berhasil dengan tujuanmu?" pertanyaan Hoseok kelewat rancu untuk dicerna oleh si penerima.
Senyum Taehyung bertransisi ringisan antara menyerah dan putus asa. Helaian pirang Taehyung berayun akibat gelengannya. "Tidak, Hyung." Kim Taehyung tidak begitu yakin, tapi dia bakal mengimplementasikan spekulasinya alih-alih menggencarkan godaan. "Usaha melarikan diri sekaligus mencari pelampiasan gagal, ternyata presensi istrimu terlalu kuat untuk sekadar kuusir atau kuhapus dari hatiku, Hyung. Karena menyerah, makanya aku kembali," oceh Taehyung dibuat senatural mungkin. Diatensi terlukanya, Taehyung melirik Hoseok yang faktanya malah tersenyum enteng.
"Yang kau lakukan hanya setengah hati, Taehyung. Tidak heran gagal. Dan mending kau ganti pelampiasan dengan keseriusan, karena akan lebih mudah dan menyenangkan ketika dijalani." Lantas Hoseok mengacungkan jari telunjuk persis di muka Taehyung. "Namun, ingat, tiga hal ini. Jangan targeti istriku, jangan usik dia, dan jangan memberi noda pada hubungan kami, lagi. Mengerti, Kim Taehyung?" Hoseok bukan kalut Taehyung bakal mengacau, karena jawaban itu pasti selalu sama; Yumi tidak tertarik padanya, yang secara teknis tidak akan mungkin memilihnya.
Seketika pemuda Kim tertawa lepas. Dia tidak perlu khawatir ada orang yang mengenali, karena keduanya sengaja memesan tempat khusus yang terletak di lantai dua. Tahu sendiri, si Kim Taehyung ini baru kembali ke Korea dan dia tidak punya penggemar yang boleh dibilang sedikit. Taehyung diincar dari segala penjuru, bahkan untuk ke Jaehwah Hospital saja butuh strategi ekstra, tahu. "Tapi, Hyung, apa yang kulakukan saat itu, sampai sekarang tak pernah rasanya aku menyesal. Aku menyukainya, bahkan menyimpannya di memori terbaikku hingga sekarang. Terdengar jahat bukan? Karena pada dasarnya aku memang bukan orang yang baik, dan Hyung tahu benar pasal itu." Taehyung mengehela ringan, menatap acuh bulir-bulir dari cup sodanya—bersyukurlah kafe ini menyediakan bermacam varian minuman.
Ada jeda tercipta di antara mereka. Taehyung sibuk mengawang, sedangkan Hoseok pindahi pandangan ke luar kaca. Mobil berlalu-lalang bukan objek yang paling Hoseok minati. Lelaki Jung lebih tertarik pada pohon hias di trotoar. Hoseok tidak akan menyanggah penuturan Taehyung. Sebab, ya, jika seseorang memiliki asa, maka ia akan dikendalikan. Hanya tergantung pribadinya saja yang mesti pandai-pandai membentengi agar mampu mencegah hanyut lebih jauh lagi.
"Ah, kalau dipikir-pikir kembali, coba saja Hyung menyerah. Kemungkinan posisimu sekarang, aku yang mengisinya. Sial, kenapa pesona istri orang, terutama punyamu sebegitunya, ya? Kuat sampai tak tahu cara apalagi yang bagus digunakan buat melepaskan diri. Hyung, kau mesti—"
"Hei, hei, hei!" potong Hoseok gesit, nyaris dilemparkan wadah minuman ke muka Taehyung supaya mulut tidak tahu aturan itu bungkam. Hoseok tahu diri, ia sama cerewetnya, tetapi Taehyung ini. Bagi Hoseok, Taehyung esentrik, artinya pemuda itu aneh—dan hanya orang tidak sehat yang kontra atas perspektifnya. Lantas Hoseok menggeleng. "Jika aku menyerah di sini, aku yang akan menyesal."
Taehyung mengumbar alunan tawanya kembali. Dan jauh di relung, Hoseok rasa tidak sia-sia Taehyung menghilang. Maksudnya, ada titik diferensial dari seorang Kim Taehyung yang terduduk bersamanya itu. Belum pasti secara akurat, tetapi semacam lebih membuat Hoseok merasa tidak terganjal menguarkan aura lebih bersahabat. Mirip yang ia rasakan sebelum Taehyung berubah menjadi Kim Taehyung yang super menyebalkan. Ini bagus, dan semoga benar adanya.
"Sepertinya aku harus kembali," ungkap Hoseok kala mencuri dua jarum di lingkar tangan. Hoseok memberesi apa yang bisa ia beresi; termasuk memungut sampah camilan mereka yang terbujur dengan maksud membuangnya sekalian.
"Hoseok-hyung," panggil Taehyung tatkala Hoseok beranjak, dan kemudian dia melanjutkan bersama pandangan keseriusan terparkir di rongga indra penglihat Hoseok, "Ayo berdamai."
"Kalau kedok aslimu bukan agar dapat leluasa menjenguk yang kemudian mendekati istriku dalam konteks afeksi, maka baiklah. Ayo berdamai."
"Sayangnya, itu salah satu tujuanku, Hyung," cicit Taehyung lantas memasang air muka campur aduk, terkejut dan kecewa. "Bagaimana ini?"
"Apa boleh buat. Selamanya kita berperang." Serta-merta Hoseok mengedik kemudian tersenyum miring seolah menawarkan suatu konvensi. "Kita bicara lagi nanti." Hoseok menepuk bahu Taehyung yang cengengesan dua kali. "Sampai jumpa."
Lagi hepi. Jadi publish aja. Ditahan-tahan entar jadi eekRabu, 20 Februari 2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fated
Fiksi Penggemar[COMPLETED] [Alternative Reality] Di hamparan damai yang begitu nyaman dan hangat, Jung Hoseok bersama dua permata hatinya membuka lembaran bercoret tinta keagungan nama malaikatnya yang telah tertidur. Start: 16-09-18 Finish: 26-02-19 ©suyominie, 2...