08 - Demand

1.2K 202 15
                                    

Gerik awan kelam berkabung terus saja berbondong-bondong menggeromboli disusul badai yang enggan sudi mereda pada kisah sepasang anak keturunan Jung. Tidak ditemukan kesalahan, sebenarnya. Karena, Jeon Yumi berusaha sebaik mungkin menjalani pengobatan sesuai instruksi Jung Ilwoo dengan harapan tanpa perlu mendekam di ruang perawatan. Namun, yang terjadi, lagi-lagi dia ambruk persis di tangkapan Jung Hoseok ketika lelaki tersebut hendak pergi ke kantor. Dan seperti kesepakatan diam-diam antara Hoseok dan Ilwoo; jika Yumi kembali tidak sadarkan diri, maka dia harus segera dirawat.

Ya, Hoseok setuju gagasan, bahwa tatkala diagnosis terbukti konkret, Yumi mesti diberi perawatan intensif langsung dari pihak Rumah Sakit. Bukan rawat jalan. Akan tetapi, Yumi yang maniknya tetap berkilat-kilat mengungkapkan, dia belum mau di sini. Dia ingin pulang. Dia masih mau memandangi kebun impian diselingi acara minum susu atau teh sembari mengobrol. Dia masih ingin menatap langit di ayunan atap rumah kemudian tidur di pelukan Hoseok.

Semua itu, bagaimana Jung Hoseok tega menolak?

Walaupun berat hati, diam-diam Hoseok turut menyenangi keputusannya. Sebab, belum tentu ia bisa melihat Yumi tersenyum dan tertawa sebegitu riang andai memaksakan untuk tinggal di kamar inap Rumah Sakit. Yumi pribadi yang bebas, dia akan berontak apabila dikengkang. Menuntutnya hanya akan membuat Yumi tertekan, yang kemudian berimbas pada kemerosotan fisiknya. Maka jadilah Hoseok membiarkan Yumi memilih sesuai tindak keinginan, setidaknya akan membuat dia lebih bahagia terlepas dari mimpi buruk yang bersemayam dalam bayang-bayang gelap.

Namun, agaknya, takdir kurang senang Yumi terlalu cepat bahagia. Masih mau menghadiahi kesulitan sebagai ucapan selamat menempuh jalur ketidakberuntungan, dan keputusan dilandaskan kenaifan Hoseok juga turut menyumbang dukungan atas keberhasilan kado itu. Akibatnya—dari diskusi yang tercerna melalui mulut Ilwoo—sel kanker darah di tubuh Yumi mulai mengibarkan bendera perang. Mendesak lenggang tanpa dibentengi.

Ilwoo memberi Hoseok arahan untuk anak kembarnya segera dilahirkan melalui metode Sectio Caesar agar Yumi bisa menerima pengobatan kankernya—seperti kemoterapi, terapi radiasi, transplantasi sel induk, serta lain sebagainya. Hoseok tampak tertegun jika dilihat dari luar. Tetapi dari dalam, jiwa Hoseok hancur berkeping dihempas badai.

Apakah kali ini Yumi setuju?

Pertanyaan tersebut menyerbu Hoseok ampun-ampunan yang lekas ditimpali pikiran lanjutnya, semacam ia wajib membujuk Yumi biar memberi lampu hijau, atau ia akan terancam kehilangan istri dan anak-anak. Maka sebabnya, siksaan dunia itu harus Hoseok cegah, tidak boleh lebih jauh menyakiti kesayangannya.

Hoseok mencari-cari figura Yumi yang sedang tertawa bahagia di jengkal memorinya. Perlahan senyum Hoseok merekah, ia memperoleh banyak pegangan supaya mampu membuka pintu kamar rawat dan menghadapi seseorang yang sedang berjuang di dalam. Dada Hoseok naik, bertahan, kemudian turun; indikasi ia menarik napas panjang. Mengumpulkan kekuatan yang ia koordinatkan pada empat cabang; kaki, tangan, otak, dan hati.

Pintu ruangan beresonasi mencekik seiring tolakan dari tangan Hoseok. Tidak seperti kala ia meninggalkan ruang inap, Yumi yang manik kembarnya meniti sebuah buku di tangan seraya menyender itu sendirian. Ibu mungkin sudah pulang, dan Sheira bisa jadi dia usir dengan kalimat semacam, "Carilah udara segar, Shei. Kau membutuhkannya. Setelah baikan, baru boleh ke sini lagi." Jadi, Hoseok tak berminat menyinggungi topik tersebut.

"Sudah kembali?" celetuk Yumi saat menyadari presensi Hoseok. Sembari menoreh senyum, Yumi menutup buku bacaannya perlahan. Di perspektif Hoseok, Yumi dan buku kombinasi bagus guna dipandang. Sama-sama menenangkan saat dicermati. "Ah, tadi di sini ramai, tapi sudah bubar beberapa menit yang lalu. Serius. Dan Sheria... hm, ya, kusuruh dia pergi ke taman dan kembali setelah baikan."

Our FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang