02 - Rainbow Garden

2.8K 351 27
                                    

Berakar dari Yumi yang mencetus; "Aku ingin pelangi ada di kebun kita."; di dalam rengkuhan kemarin malam, sehingga di pagi harinya—selesai sarapan dan bersih-bersih badan—Hoseok berjongkok ria, mengamati kebun lavender yang telah disisihkan lebih dari seperdua kemudian dimigrasikan ke taman sektor timur. Ya, mana mampu Jung Hoseok melihat wajah sendu Jeon Yumi ketika bunga cantik itu dimusnahkan begitu saja, padahal masih bisa memanjakan mata, pun Hoseok juga bukan tipikal tegaan. Merawat cikal-bakal keindahan seratus kali lebih baik ketimbang membuang, prinsipnya begitu.

Baik hari kerja maupun cuti semacam waktu ini, hari-hari Hoseok selalu produktif. Meski seukuran memindai helai rambut panjang yang menutupi wajah tidur Yumi di siang bolong saja sudah termasuk sibuk. Sibuk yang pasti takkan absen mendulang senyum lebar khas Hoseok, jika disinggung. Menyenangkan. Hoseok selalu bersyukur mempunyai Paman Heejan yang tanggap ketika ia memerlukan sesuatu, menitah sekali, maka tunggu sejenak, apa yang Hoseok mau tersedia. Kembali, tergantung taraf kesulitan permintaan itu sendiri.

Dasar kebetulan tak mengenal apa-apa, benih tanaman yang berhasil dikumpulkan cukuplah berkendala. Lavender si veteran mengisi ungu, geranium mewakili merah, calendula menggandeng jingga, alamanda bersama kuning, haquetia epipactis bersemat hijau, dan sisanya, Hoseok meminta maaf kepada Yumi sebab masih dalam tahap penelusuran oleh koneksi dari Paman Heejan. Acapkali Hoseok keliru menerka suasana hati si ibu hamil yang tengah mengidam, merajuk, misal. Namun, Yumi justru merespon enteng, "Kenapa tidak aster saja? Semua warna ada pada aster. Aku suka." Dan bakal Hoseok ganti faset yang kosong sesuai perkataan Yumi, hitung-hitung mengurangi pekerjaan Paman Heejan serta bawahan.

Jemari panjang Hoseok menyentuh lembut bibit geranium dengan saksama lalu melempar pandangan kembali ke lahan yang sengaja dibuat tujuh lokal, masing-masing diberi jarak pemisah—seratus sentimeter—supaya ketika seluruh tanaman ini berhasil memenuhi standaritas kebun bunga pelangi impian Yumi, dia bebas berlalu-lalang dari ujung ke ujung, entah menyiram bunga, bermain ataupun sekadar iseng mengagumi. Tentu saja, bersama Hoseok dan anak-anak. Hanya memikirkannya saja, hati Hoseok sudah menghangat. Ia kian tak sabar menantikan ingatan buatan itu terealisasikan

"Tidak heran, jika seandainya matahari merasa kalah saing karena kau terus-menerus tersenyum seperti ini."

Dengan lambat, Hoseok menoleh lalu mendongak. Ia tidak lupa, bahwasanya Yumi memakai pakaian terusan selutut berwarna peach dan rambut sepinggang yang dikuncir setengah. Namun, di bawah pantulan sang surya yang disindir, wanita berbadan tiga itu merupakan sepaket mahakarya, tidak pantas disia-siakan tiap jengkalnya. Galaksi kecil Hoseok terkunci secara sukarela di rekahan senyum Yumi yang nampak sinkron. Lalu, Jung Hoseok gelinya bertanya, kapan ia tak mengagumi istri kesayangannya ini?

"Eits, jangan coba-coba mengikutsertakan diri di sesi tanam-menanam ini. Ingat itu, Yumi-eomma," peringat Hoseok ketika gestur Yumi menandakan ia akan menunduk. "Diam, duduk, dan perhatikan saja kerja kami dari kursi tempat kita biasa minum teh." Bibir Hoseok maju, mengisyaratkan arah yang dimaksud. Tempat mereka menconteng beragam keseharian.

Nah, kali ini, bibir Yumi ikut-ikutan, bedanya turun ke bawah. "Di sana terlalu jauh, aku ingin melihatnya dari dekat. Ah, mereka pun setuju." Dua tangan Yumi menumpu di perutnya sendiri, mengelus spiral kentara afeksinya. "Ayolah, Hoshiki-appa, Yumi-eomma janji tidak akan melakukan yang aneh-aneh."

Hoseok goyah. Sudah diwanti-wanti, bukan, ia kerap tak mampu menebak suasana wanita tercintanya yang satu ini. Terlebih dihiasi mata berkilat-kilat lucu saat memohon, mana bisa Hoseok apatis. Tidak bergelagat begitu saja, Hoseok telak terlena. Katakanlah Jung Hoseok lemah. Iya, ia tidak menyalahkan pasal koordinat kelemahannya yang jelas Jeon Yumi seorang. Lelaki Jung tersebut bangkit, menyisakan Yumi yang hanya setinggi sekat hidung bangirnya. Ia berderap mendekat tempat semestinya Yumi datangi, mengangkat satu kursi kemudian kembali ke posisi awal, dan menaruhnya. "Duduk manis di sini, ya, Sayang?"

Our FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang