Desau angin menyejukkan di hari yang telah berpijak pada langit bersemburat oranye—di berbagai titik bahkan ada kelabu dan keunguan—memanjakan setiap pemilik raga yang enggan beranjak di sebuah tempat sama indah nilainya dengan keberlangsungan suasana kala ini. Ada yang masih berlarian, mengobrol, diam, saling tatap satu sama lain, tertawa, dan tak terkecuali menangis. Opsi terakhir itu orangnya bernama Jung Hoseok. Ia menangis, tersedu bukan main, dan mungkin kurang lebih tiga puluh menit. Hitungan sebenarnya adalah satu jam lebih, sebab akrabnya taman Rumah Sakit surga tempat ia bermain bersama bocah-bocah sewaktu mentalnya terusik rupanya tidak cukup keras membantu sesak di hati Hoseok membaik.
Leukemia. Penyakit kanker darah yang mampu mematikan orang itu, Jeon Yumi divonis mengidapnya.
Banyak yang Jung Ilwoo uraikan, tetapi Hoseok hanya menangkap nama penyakit terkutuk itu dan istrinya, karena ia telah kehilangan kemerlip dunia, seketika. Untuk selanjutnya, Hoseok tidak ingat. Tahunya, ia menyeret kaki ke salah satu bangku di taman, tubuhnya lantas merosot kemudian ia menangis. Meski hanya diagnosis sementara dan belum final leukemia jenis apa, Hoseok berpikir dalam seduan, terus berulang semacam kaset rusak; kenapa?
Memang, sebagai manusia yang masih hidup, bernapas dengan mulus, tidak ada alasan bagi suatu kemalangan untuk tidak singgah. Dia tidak memilih, melainkan dipilihkan kepada siapa yang dianggap mampu menanggungnya. Maka sebab itulah, wadah yang terpilih mau tidak mau harus menerima lantaran telah ada jaminan. Namun, di situ jelas Hoseok tidak mengerti. Kenapa harus Yumi-nya? Wanita yang sedari menengok dunia untuk pertama kali pun sudah ditopangi bahunya oleh ketidakberuntungan. Tidak cukupkah? Bahkan dia baru saja terlahir kembali guna mengecap kebahagiaan bersama dua kehidupan lain yang bersarang di rahim. Yumi-nya sanggup? Tidak. Bahkan dia nyaris mati, jika Hoseok tak sigap. Jadi, haruskah?
Sungguh, Jung Hoseok bukan tipikal orang yang terus mengeluh terhadap apa yang ia terima. Terlahir di keluarga bertopeng, haus kekuasaan, harta dan segala anteknya sampai membuat ia kehilangan keseimbangan psikologis alih-alih mati. Hoseok sering dipermainkan takdir, tetapi ia tetap mengumbar lengkungan hangatnya. Dari beragam reaksi, tersenyum adalah senjata terbaik yang Jung Hoseok patenkan, baik mewakili atau menyembunyikan perasaan buruknya. Hoseok tak terbiasa mengaplikasikan, misal, kesedihan atau kehancurannya dengan menangis—jemari tangan dan kaki terbilang masih banyak guna menghitung. Oleh karena itu, Hoseok pakai sisa dari satu setengah jam lebih tadi untuk menenangkan diri, sehingga ia bisa berdiri di samping pintu kamar rawat tanpa mata merah dan sembab seperti saat ini.
Hoseok mengambil napas lalu mengeluarkan perlahan. Mengingat berapa lama waktu yang lewat sejak ia meninggalkan ruangan, Yumi pasti sudah sadar. Mungkin juga telah mengobrol kemudian cekakakan bersama Sheira, entah apa bahasannya. Dengan bayangan terkaan sendiri saja mampu membuat bibir Hoseok berkedut kecil. Namun, di detik sama Hoseok sadar, tusukan menyakitkan di dada akan mampir usainya. Terus menerus, saling beriringan seperti tetesan hujan, dan Hoseok harap ia juga memiliki jeda.
Lagi-lagi, lelaki Jung menghirup napas hanya saja lebih dalam, mengumpulkan semua keberanian agar terserap masuk dalam diri sehingga saat ia mengembus yang keluar adalah seluruh ketakutannya. Ternyata memang benar, tatkala pintu terbuka, retina Hoseok disajikan pemandangan sesuai dugaa. Yumi yang tertawa lepas. Tak ada lagi alat bantu yang menyinggahi hidungnya, dan kendati wajah itu pasi, kemilau senyumnya masih membuat Hoseok memuja.
Jung Hoseok yang sebegitu cintanya ini, bagaimana bisa menerima dengan mudah si leukemia bernaung tanpa izin di badan istrinya itu.
"Karena calon super Daddy kita sudah datang, kami permisi dulu." Ternyata Sheira bukan satu-satunya penemani Yumi, tetapi ada seseorang yang Hoseok anggap kakak, Kim Seokjin, dan Kim Roane juga ada di sini. Menyambut Hoseok dengan kilatan menggoda kemudian Seokjin mengusak pelan kepala Yumi. "Calon super Mommy, semoga lekas sehat," Seokjin menambah ungkapan pamit. Keduanya—Seokjin dan Roane—melenggang keluar, tak lupa Seokjin hadiahkan tepukan dorongan semangat di sisi lengan Hoseok dan kepalan dukungan dari Roane, sampai mereka betulan hilang eksistensinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/159353790-288-k21472.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fated
Fanfiction[COMPLETED] [Alternative Reality] Di hamparan damai yang begitu nyaman dan hangat, Jung Hoseok bersama dua permata hatinya membuka lembaran bercoret tinta keagungan nama malaikatnya yang telah tertidur. Start: 16-09-18 Finish: 26-02-19 ©suyominie, 2...