Otot-otot bibir Jung Hoseok tertarik ke atas dua kali lebih kuat dari biasanya kepada kolega-kolega yang ia jabat tangani bergantian. Bisa dibilang hal tersebut semacam selebrasi alih-alih mengucap terima kasih atas kerja sama dalam menyukseskan salah satu proyek raksasa yang mereka konstruk dengan begitu apiknya. Bayaran yang sangat setimpal mengingat sebegitu banyak perjuangan Hoseok dan para rekan kerahkan demi memetik lalu menggenggam kata berhasil. Pada kasus Hoseok, salah satu pengorbanannya yang terasa kecil, tetapi sangat berharga adalah, meninggalkan istri dan calon anak kembarnya di rumah sendirian, kendati sendirian di sini juga tidaklah akurat; ada pelayannya dan Sheira yang menemani.
Bae Sheira, gadis berumur satu tahun di bawah Jeon Yumi ini awalnya pengawal yang lantas bertransformasi menjadi teman dekat Yumi di menit lanjut mereka berkenalan. Ada dan tidaknya Hoseok bersama Yumi, Sheira bakal selalu bekerja, meski dari jauh sampai atau bahkan disuruh Yumi pulang daripada jadwal selesainya. Apalagi seperti sekarang, kehadiran gadis Bae itu sangat dibutuhkan sepajang tujuh puluh dua jam penuh guna mendampingi Yumi. Hoseok tidak tengah di kantor bahkan Seoul, sore kemarin ia bergegas terbang ke Jepang. Tidak terburu-buru juga, karena itu memang telah terjadwal di minggu sebelumnya; tuntutan. Jauh di dalam rongga asa, Hoseok kurang rela. Meninggalkan kesayangannya beberapa jam saja, biar kerapkali ia tutupi, Hoseok sudah uring-uring, apalagi berhari-hari. Hoseok belum pernah berpisah dari Yumi hingga selama itu, sekalipun dan ia tak berharap lewat dari itu. Lantas kini, ia mesti puas dengan memandangi istrinya di layar ponsel atau menggali memori tentang Yumi yang ia rekam secara benar.
“Hobi, Namjoon,” panggilan berintonasi serak dari seorang lelaki berperawakan lebih pendek, tetapi lebih tua darinya bergerak mendekat dari seberang tempat ia berasal. Terkhusus yang ini, tidak butuh bersalaman atau menepuk bahu kemudian di saat orang tersebut bisa memeluk sekaligus mengumpati Jung Hoseok di satu waktu, kapanpun ia ingin. Dia Min Yoongi, dan Jung Hoseok adalah seseorang yang telah dia anggap adik selayaknya pemuda lain yang selalu berada di sisi-sisi Hoseok; Kim Namjoon. Hadirnya Yoongi bersama dengan Hoseok dan Namjoon bukanlah suatu kejutan, selain terikat secara personal, mereka juga terikat atas keagungan nama masing-masing; kemitraan. “Ayo makan siang bersama,” Yoongi mengajak.
“Oh, sebentar. Tidak biasanya Hyung lebih dulu memulai,” sambar Hoseok spontan, dan Namjoon yang berbenah menyumbangkan seulas senyum persetujuan. Semua orang telah bubar, tentu mereka bebas berinteraksi selapang bahu Kim Seokjin—sayang sekali, dia seorang Dokter—dan kening Park Jimin—dia telah diwakili oleh Ayahnya sendiri.
“Aku baru ingat kalau belum makan, dua hari.”
Hoseok terkekeh, Namjoon pun sama. Sangat Min Yoongi sekali, pikir mereka. Beruntung Yoongi masih bisa mengingat, bagaimana kalau dia betul-betul tenggelam dalam pekerjaan kesukaan; membikin musik; dan tuntutan; atas nama yang tersemat. Tidak mustahil untuk Yoongi kembali dirawat di Rumah Sakit akibat kekurangan sana-sini. Yoongi pekerja keras, tidak akan berhenti, kecuali benaran tuntas atau hal lain yang berpotensi merusak kekonsistenan. “Astaga, Hyung! Agaknya kau memang harus cepat-cepat menikah agar selalu ada yang mengingatkan dan memperhatikanmu.”
“Suran-noona? Park Jihyo? Chuha? Atau ... Jihyun-noona? Kau masih memiliki banyak pilihan, Hyung,” Namjoon jadi ikut-ikutan menggoda. Namun, seperti yang sudah-sudah, hanya raut datar bergurat intimidasi Yoongilah penutupnya. Kendati sering bercanda, topik semacam ini sama sekali tidak cocok, jika menyangkut seorang Min Yoongi. Lelaki berkepala tiga itu masih enggan disinggungi pasal kehidupan romansanya. Padahal sejauh ingatan, Yoongi begitu digandrungi. Entahlah, biar jadi urusan Yoongi saja.
“Baiklah. Di tempat biasa?” Hoseok mengembalikan percakapan ke jalur inti perkara usai berdeham kecil—tidak mau menyenggol lebih jauh. Tempat biasa Hoseok maksud ialah Kedai Ramen yang ada di persimpangan, tidak jauh kantor cabang ini. Tak ada keistimewaan lebih, kecuali memperoleh rasa terjamin dari Kedai tersebut. Hanya saja, tatkala mereka ke Jepang, entah di rangka apa saja, mereka tidak absen menyempatkan diri ke sana, semacam ritual wajib.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fated
أدب الهواة[COMPLETED] [Alternative Reality] Di hamparan damai yang begitu nyaman dan hangat, Jung Hoseok bersama dua permata hatinya membuka lembaran bercoret tinta keagungan nama malaikatnya yang telah tertidur. Start: 16-09-18 Finish: 26-02-19 ©suyominie, 2...