Chapter #5

57.1K 2.3K 139
                                    

"Ketika seorang anak diberikan kepadamu, berarti Allah percaya bahwa kamu bisa menjaganya dengan baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ketika seorang anak diberikan kepadamu, berarti Allah percaya bahwa kamu bisa menjaganya dengan baik." ~ Radza

***


Aku menatap pantulan wajahku melalui kaca besar yang terletak persis di depan wastafel, benar katanya aku terlihat pucat.

Dengan cepat, kubasuh permukaan wajahku menggunakan air dingin. "Hey kamu! Semalam saat berhubungan, kamu hebat, tidak membuatku sakit. Tetap seperti ini ya, agar tidak ada yang mencurigaiku."

Aku tersenyum lebar, sambil sesekali mengusap pelan permukaan perutku, yang tertutup sweater rajut berwarna coklat muda, pemberian dari seseorang di masa lalu.

Dengan malas, aku keluar dari kamar mandi lalu bergegas ke tempat semula. Lelaki itu, masih terduduk manis di sana, sesekali mata pekatnya melirik arloji hitam yang melingkar apik di tangan kirinya.

"Sudah selesai?"

Aku mengangguk, saat pertanyaan itu terlontar dari mulut Shaka. "Langsung ke mobil saja, aku sudah cek out."

Tidak perlu menjawab, cukup menurutinya saja, karena berbicara empat mata dengan Shaka, adalah hal yang sangat aku hindari.

***

Hanya keheningan yang terjadi sepanjang perjalanan, sama sekali tidak ada pembicaraan. Aku memilih menatap keluar jendela, melihat jalanan yang ramai, dipenuhi para manusia yang lalu lalang memenuhi kota Loss Angels.

Memilih memejamkan mata, saat nyeri itu kembali menderai, adalah pilihan yang tepat. Kugigit kuat bibir bawahku, saat rasa perih itu mulai menjalar keseluruh bagian perutku. Bayangan masa lalu yang tanpa izin malah merasuk kedalam memori-ku, membuat tanganku refleks terkepal. Kejadian yang tidak akan pernah termaafkan, bahkan di nafas terakhirku sekali pun.

Jakarta,Nov, 2011.

"Kita mau kemana?" Aku mendongak, menatap intens lelaki disampingku, yang sedang fokus mengemudi.

"Diamlah Radza, nanti kamu juga akan tau," jawab lelaki itu dingin, membuat bibirku mengerucut sebal.

"Sudah sampai."

Aku mengernyit, saat mobil hitam yang kami tumpangi, berhenti tepat di depan sebuah rumah tua. Kugenggam kuat jemari Shaka, saat hawa tidak enak menyeruak masuk menembus pori-pori kulitku.

Shaka menatapku lekat. "Kenapa?"

"Tidak apa," jawabku cepat.

"Yasudah, ayo." Aku mengikuti Shaka keluar dari mobil. Perasaanku mendadak tidak enak, saat langkah kakiku memasuki rumah bercat coklat pudar itu.

SELFISH (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang