Chapter #16

37.4K 1.8K 112
                                    

"Radza cepat, kenapa malah diam saja?" teriakan nyaring Shaka membuatku terlonjak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Radza cepat, kenapa malah diam saja?" teriakan nyaring Shaka membuatku terlonjak.

"Iya, sebentar." Aku menengok lalu mengambil tangan kecil Alaia. "Jangan buat dia emosi, bahaya."

Gadis itu mengangguk pelan, lalu mengikuti langkahku.

"Pakai payungmu, Radza, gerimis." Aku menurut, mengambil payung lipat di tasku dan segera memakainya. "Anak piyik, jalan cepat, jangan jadikan kakimu sebagai alasan!"

Aku berusaha tidak menyaut, mengingat bahwa berdebat dengannya tidak akan pernah berakhir baik.

"Radza, kamu bawa sisir?" tanya Shaka menghentikan langkahnya.

Aku ikut berhenti lalu mengangguk malas. "Kenapa?"

"Tolong rapikan rambutnya." Dengan sinis Shaka melirik Alaia. "Pakaian minyak yang wanginya seperti bayi juga," tambah Shaka membuatku mengernyit, kenapa iblis ini?

*

Aku tersenyum lebar sambil merapikan rambut bergelombang milik gadis di sampingku. Alaia hanya menunduk sambil beberapa kali memilin dress biru pemberianku. "Pakai minyak ini ya, Al?"

Anak itu mengangguk patuh saat aku mengangkat minyak berwarna hijau di depan wajahnya. Dengan gerakan perlahan kuoleskan cairan itu ketubuh kecilnya. "Eh, resleting kamu dari tadi tidak ditutup?"

"Tangan Alaia tidak sampai, Nyonya." Aku meringis paham, kemudian segera membenarkannya.

"Sudah belum?" Aku mengumpat ketika tiba-tiba kepala Shaka muncul dari balik kaca dan menubruk kepalaku.

"Seperti yang kamu liat," ujarku kesal.

"Oke, keluar kalian." Dengan malas aku menurutinya. "Sandalmu kenapa kumal sekali sih!"

Jika bersama Shaka mengumpat adalah hobiku. "Demi apapun, tidak akan ada yang memperhatikannya, ini sudah malam!"

"Tidak, aku tidak mau mengajaknya masuk jika sandalnya kumal!"

"Sumpah, aku malas berdebat," ujarku frustasi.

"Alaia di sini saja." Gadis itu berkata lirih dan aku segera menggeleng.

"Itu yang aku mau tapi lihat Nyonya kamu sungguh menyebalkan!" Iblis ini menyalahkanku?

"Aku sama Alaia saja, kamu masuklah minum kopi sepuasnya sampai pagi juga tidak apa."

Dengan kasar Shaka menarik jemariku, bahkan teriakanku sama sekali tidak dia dengarkan. "Alaia, ikuti kami." Gadis itu menurut dan segera berlari terpincang dari belakang.

"Kalian disini,jangan masuk dulu, tunggu saya sebentar," ucap Shakti penuh ancaman dan aku hanya mengangguk malas.

*

Hanya keheningan yang terjadi saat Shaka pergi entah kemana, aku terdiam sambil sesekali melirik gadis kecil di sampingku. Mata bellow berwarna hazel, hidung mancung dan kulit seputih susu, perfect little girl.

Jika dengan penampilan seperti ini, Alaia terlihat seperti anak orang berada. Ingin sekali bertanya lebih tapi dengan segera aku mengurungkan niatan itu. Mungkin memang dia segerombolan anak jalan yang ditinggal orang tuanya, sangat malang memang, tapi mungkin sudah jalan hidupnya seperti itu. Lagian aku memang tidak terlalu suka anak kecil, hanya pada gadis ini entah kenapa aku menaruh simpati yang cukup besar.

"Berikan pada anak itu." Bukan Shaka namanya jika tidak mengagetkan.

"Apa?" tanyaku sambil melirik plastik hitam di tangannya.

"Ambil saja, aku tunggu di dalam." Shaka menarik tanganku kasar lalu menaruh plastik itu.

Aku berdecak kesal lalu mengambil sesuatu dari dalamnya. "Sepatu sandal?"

Otak ku mulai mencerna sambil terus menatap sepatu kecil itu dengan tatapan bingung. Lalu goncangan kecil pada jemariku sukses membuatku terlonjak dan tanpa sengaja menjatuhkan plastik itu.

"Maaf, Nyonya," ujarnya bergetar dan segera berjongkok untuk mengambil sesuatu yang terjatuh.

"Tidak apa," jawabku singkat.

Dengan cepat aku menarik pelan tangan mungil Alaia untuk duduk di kursi pojok. "Buka plastik hitam itu, ada sepatu sandal, cepat kamu pakai atau tuan kamu yang gila hormat itu akan mengamuk."

Anak itu mengangguk patuh, lalu segera mengeluarkan isinya, senyum menawan itu seketika terbit ketika melihat sepatu sandal berwarna biru dongker dengan corak kartun frozen yang menghiasi. "Cepat, Al."

Dengan cekatan Alaia mengangguk, segera memakai sepatu sandal yang ajaibnya pas di kaki kecilnya, tidak bisa dipungkiri ilmu mengira-ngira Shaka memang sangat baik.

"Ayo," ucapku menarik tangan mungil itu tidak sabaran tetapi Alaia tidak bergeming.

"Apa lagi?" tanyaku mulai frustasi.

"Ini, Nyonya."

Dengan gerakan kilat kuambil tas plastik itu dari tangan Alaia, dahiku mengernyit saat menemukan sebuah bando warna senada dengan hiasan pita di pinggirnya. Tanpa sadar, sudut bibirku terangkat, ada perasaan hangat yang melingkupi hatiku. Shaka ternyata romantis sekali jika dengan anak kecil, andai yang diperlakukan seperti ini adalah anak yang terlahir dari rahimku tujuh tahun lalu pasti akan sangat menyenangkan, tapi sudahlah itu hanya ada di dalam mimpi.

"Nyonya," panggil Alaia pelan dan aku segera menunduk lalu memberikan senyum simpul kepadanya. Sedikit berjongkok ku pasangkan bando lucu itu di kepalanya.

"Sandal kamu tinggal disini dulu aja yah, nanti diambil kalau akan pulang." Alaia hanya menurut ketika tangannya sudah kutarik masuk ke dalam coffe shop.

" Alaia hanya menurut ketika tangannya sudah kutarik masuk ke dalam coffe shop

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Next??

Kalo rada nggak nyambung maap. Aku juga bingung. Wkwkwkwk

Terimakasih sudah membaca❤

SELFISH (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang