"Cintaku padamu itu ibarat detak jantung, tidak akan berhenti sebelum aku mati." ~ Radza
***
"Maaf lama," ujar Shaka sambil memasuki mobil. "Mau mampir atau langsung ke hotel?"
Tidak ada jawaban. Fokusku tetap pada benda berbentuk persegi panjang yang berada di tanganku. "Jika ada yang bertanya, tolong dijawab. Jangan membuatku muak, Radza!"
Kuhembuskan napas kasar, jika aku tetap diam, bisa dipastikan lelaki ini akan memperkosaku sekarang juga. "Aku ingin ke club!"
"Tidak!" Aku mendongak menatap wajah Shaka yang mengeras.
"Tenang saja, aku akan layani kamu sebelum pergi." Tarikan kasar di bahuku, membuat dahiku berkerut tidak mengerti.
"Apa? Aku akan puaskan kamu, tenang saja." Dengan gerakan erotis, kuusap dada bidang miliknya yang masih tertutup kemeja.
"Kamu tidak boleh lagi datang ke club!"
Lelaki itu menepis kasar tanganku yang ingin membuka kancing teratas kemejanya. Aku jelas saja terpana, ada apa dengan Shaka? Kenapa beberapa hari ini sifatnya menjadi sangat aneh? Kupejamkam mataku sejenak, berusaha mengabaikan semua perubahan yang terjadi pada lelaki ini, toh jika dipikir juga tidak ada gunanya.
"Terserah, aku tidak peduli, izinmu tidak penting!" tukasku enteng.
Aku hampir saja terhuyung ke depan, saat mobil yang kutumpangi mendadak berhenti. Kutatap wajah Shaka dengan perasaan ingin meledak, entah kenapa semenjak aku keluar dari rumah sakit sifat lelaki ini semakin menyebalkan. Bahkan hari ini aku sudah berada di kota kelahiranku, Jakarta. Perdebatan sengit yang terjadi semalam membuatku akhirnya mengalah. Percuma berdebat dengan Shaka yang hanya akan berakhir di ranjang. Sex adalah penyelesaian utama permasalahan, itulah pedoma yang selalu Shaka tekankan.
Padahal rasa takut untuk kembali menginjakan kaki di negara ini, setelah enam tahun berlalu pun masih belum hilang sepenuhnya. Bayangan kejadian buruk di masa lalu masih terus bersinggah di memoriku. Bahkan aku tidak siap, jika tanpa sengaja bertemu keluargaku atau pun keluarga Shaka.
"Jangan gigit bibirmu!" Teriakan itu membuyarkan lamunanku, aku tergelak ketika menyadari wajah Shaka yang berada tepat di depanku. Dengan tergesa aku beranjak mundur, tapi sialnya sebelum hal itu terjadi sebuah kecupan sudah bersinggah di bibirku. "Jika aku melihatmu menggigit bibir lagi, maka aku akan langsung menciumnya, bahkan bisa saja lebih!"
***
Sesampainya di kamar hotel, kulepaskan pakaian yang melekat pada tubuhku, menyisakan bra dan underware berwarna merah menyala. Aku tersenyum lebar lalu berjalan mendekati Shaka. "Ayo, cepat!"
Tatapan bingung Shaka hampir saja membuatku terbahak. "Apa yang kamu lakukan?!"
"Memuaskanmu sebelum kamu meminta. Aku ingin bersenang-senang di club malam ini, jadi sebelum itu terjadi, bukankah aku harus membuatmu senang terlebih dahulu?" tanyaku retoris.
KAMU SEDANG MEMBACA
SELFISH (TERBIT)
Romance[ Follow terlebih dahulu jika mau membaca! ] Menikah tidak selalu dijadikan simbol saling mencintai, karena tidak semua pernikahan diawali dengan jatuh cinta. Kalimat itu sangat cocok untuk menggambarkan kisah cinta Shaka dan Radza. Dua kepribadian...