Chapter #7

51.7K 2.4K 158
                                    

"Luka yang kamu torehkan padaku itu terlalu lama, sampai aku lupa caranya memaafkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Luka yang kamu torehkan padaku itu terlalu lama, sampai aku lupa caranya memaafkan." ~ Radza

***

Jakarta, 2012.

"Shaka, demi apapun perut aku sakit banget." Kuremas kuat pergelangan tangan lelaki di sampingku.

"Sabar, Radza! Tidak usah berteriak, telingaku sakit." Dihempaskannya tanganku dengan kasar.

"Shaka, ini sakit banget! Aku nggak kuat hiks."

Tangisku pecah, kuremas kuat dress berwana jingga yang melekat apik pada tubuhku. Shaka hanya diam sambil fokus mengemudi. "Aaaa huh huh," teriakku sambil berusaha mengatur pernafasan.

Lalu kurasakan tangan besar itu bersinggah di perutku yang sudah sangat membuncit. Kupejamkan mataku erat, mulai menikmati usapan Shaka yang begitu lembut.

"Saya nggak mau melahirkan normal!" Kututup kuat kedua kakiku saat suster itu menyuruhku mengangkang.

"Tapi anda bisa melahirkan normal, Bu." Aku menggeleng kuat, menolak mentah-mentah tawaran untuk mengelurkan bayiku secara normal.

"Bu, ayo kakinya dibuka," ujar suster itu lembut.

"Bawa saya ke ruang operasi, kalian tau perut saya sakit sekali!" Setetes air mata kembali tumpah, kuremas kuat kepala ranjang saat dorongan dari dalam semakin menggila.

Lelaki itu berkacak pinggang sambil tersenyum sinis. "Dok, operasi saja sih, turuti mau pasien, nanti saya bayar berapa pun itu."

"Ini bukan masalah biaya, Pak. Tapi pembukaan sudah hampir sempurna. Beberapa kali bu Radza mengejan, pasti si bayi akan keluar."

Shaka mengacak rambutnya frustasi, menatapku dengan tatapan setajam pisau, aku terus merengek berusaha meraih tangannya, ingin berbagi rasa sakit ini tapi lelaki itu tentu saja menolak. "Aku nggak ikut campur soal ini, Radza. Sudah aku bilang gugurkan! Sudah sampai di tempat aborsi juga, sudah jalan setengah menggugurkannya, tapi kamu keras kepala tetap mempertahankannya, maka nikmatilah penderitaan yang di buat anak kamu ini!"

Setelah Shaka membisikan kata-kata tajam itu, dirinya memilih untuk pergi dari ruang bersalin, meninggalkanku yang semakin terisak. "Shaka, sakit!"

"Eh, bapak mau kemana? Istrinya mau melahirkan ini." teriak dokter itu menghalangi langkah shaka. "Pak ini istrinya bagaimana kok malah ditinggal---"

"Biarkan saja, dok."Nafasku mulai tersenggal. "Saya sudah boleh mengejan?" tanyaku bergetar.

Kedua wanita itu membuka pelan kakiku, memastikan pembukaan sudah lengkap atau belum. "Ayo, sudah bisa mulai mengejan."

SELFISH (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang