Rain, Tear, and The Ring

2.2K 18 0
                                    

Aku berjalan menuju dapur dengan malas. Kulihat ibu sedang tersenyum kearahku sambil menata lauk di meja makan. Yasa juga baru saja selesai mencuci tangan dan sudah siap duduk untuk menyantap makan malam. Hari ini aku berencana keluar bersama Arya untuk menonton konser yang tiketnya sudah aku pesan sejak dua bulan yang lalu. Namun, sejak siang tadi Arya sulit untuk dihubungi. Walaupun tiga hari lalu saat aku menelfonnya dia bilang kalau dia akan ingat, tapi aku sedikit was-was karena dia tidak sekali atau dua kali lupa dengan janjinya.

"Mina, ayo makan malam dulu." Ibu meneriakiku dari arah dapur. Aku yang sekarang ini sedang mondar mandir di dekat pintu hanya berharap bahwa Arya akan memencet bel rumahku dalam waktu dekat.

"Aku makan malam di luar aja sama Arya, Bu."

"Kamu jadi keluar nonton konser sama Arya?"

Aku masih terdiam. Aku lihat kembali pesan terakhirku yang belum dibaca oleh Arya lima belas menit yang lalu.

"Arya berangkat dari kantor atau dari rumah?" tanya ibu lagi.

Aku pun menatap ibu dan Yasa bergantian. Pada akhirnya aku duduk di kursi makan bersama Yasa yang sudah selesai menyendok nasi dipiringnya.

"Nggak tau deh, Bu. Arya nggak bisa dihubungi dari siang."

"Kalau Aryanya sibuk nggak usah dipaksa. Nonton konsernya kan bisa lain hari." Timpal ibu sambil memberikan lauk di piring Yasa.

"Kamu harus ngertiin dia. Dia kan sibuk diperusahaannya, pasti memang nggak bisa ditinggal kerjaannya. Yang sabar."

Ibu mencoba menenangkanku, tapi rasanya aku seperti tidak terima. Kalau dipikir-pikir, ibu selalu lebih menyuruh diriku untuk mengalah kepada Arya. Harus mau dinomor duakan dengan pekerjaannya. Harus extra sabar katanya. Pada akhirnya aku hanya bisa menghela nafas.

"Kali ini konsernya nggak mungkin ada lagi tahun depan, Bu. Kak Mina pasti nggak mau lewatin lah." kata Yasa dengan sotoy-nya. Entah mengapa aku lebih senang saat mendengarnya.

Aku menoleh ke arah Yasa dan dia pun mengedipkan sebelah matanya kearahku. Anak ini tidak kalah juga untuk menghiburku. Aku hanya tersenyum kearahnya sambil mengacak ujung rambutnya.

"Lagi pula Arya udah janji kok." timpalku tak mau kalah.

"Yaudah mending kamu hubungi lagi aja si Arya."

Aku kembali berjalan menuju kamarku. Ku tatap dua lembar tiket diatas meja riasku dan kembali menatap layar ponselku yang masih sepi belum ada satu pun balasan pesan ataupun telfon dari Arya.

Yasmina L
Kamu sibuk ya, sayang? |
Nggak lupa sama plan kita malam ini kan? |
Kalau kamu udah nggak sibuk, hubungi aku |call me back, or at least, text me|

1 menit, 2 menit, 3 menit dan menit-menit selanjutnya masih juga belum dibalas.

"Oke, kali ini aku nyerah!"

***

Aku meneliti kembali make up ku di depan cermin. Bujuku, rambut, sampai sepatuku dan juga caraku berjalan. Aku takut jika ada sesuatu yang salah aku kenakan hari ini. Akhir-akhir ini aku menyadari sikap Arya kepadaku yang tidak seperti biasanya. Aku bukannya ingin jadi perempuan yang selalu diprioritaskan, tapi aku selalu beradu dengan pertanyaan seperti : Apakah aku tidak menarik lagi? Apakah topik pembicaraanku dengannya ketika di telefon terdengar monoton? Ataukah aku yang kurang perhatian padanya? Apa potongan rambutku terlihat aneh, jadinya dia illfeel padaku? Terlepas dari semua pertanyaan itu, hal yang paling aku khawatirkan ialah, apakah aku pantas bersanding dengan pria seperti Arya?

INTERLUDE : 14 Days AuntumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang