[14] Rock, Paper, and Scissors

912 17 2
                                    

Jo buru-buru menancapkan gas mobilnya setelah menyadari sesuatu yang salah dengan Siren. Pikiran dan jantungnya sudah bergejolak tidak karuan. Setelah apa yang dia temukan di kamar mandi rumahnya hari ini, Jo akhirnya menyadari bahwa Siren tidak pernah benar-benar berhenti mengkonsumsi obat terlarang itu. Dia seharusnya mengetahui hal itu lebih awal, tapi perempuan itu ternyata berhasil membodohinya.

Jo membelokkan mobilnya secara mendadak disebuah gang sempit yang mungkin hanya bisa dilalui oleh satu jalur kendaraan. Langit yang awalnya cerah dengan sinar matahari terasa redup dan hilang setelah memasuki daerah itu. Jo harus memarkirkan mobilnya disebuah tempat yang aman lalu berjalan beberapa gang lagi. Gang yang lebih sempit, yang daerahnya sedikit becek dan banyak sekali coretan tembok disana. Hingga dia berhenti disebuah pintu besi yang ingatannya mengembalikannya ke sepuluh tahun yang lalu.

Jo mengetuk pintu itu dengan nada yang tidak biasa. Lalu ada sebuah suara yang membalas dari dalam.

Jo menarik nafasnya dalam-dalam dan akhirnya menyebutkan nama samarannya. Pintu itu terbuka dan Jo masuk disana sambil berharap agar ini menjadi kali terakhirnya menginjakkan kakinya disana.

***

Jo buru-buru memasuki kamar apartemen yang dia sendiri sudah hafal betul nomor sandinya. Dipanggilnya nama perempuan itu dengan rasa panik. Dia tidak menemukan perempuan itu di tempat tidurnya, maka dia segera memeriksa semua bagian ruangan yang ada disana. Namun saat pendengarannya menangkap sebuah suara rintihan di kamar mandi, dia langsung menuju kesana.

Dilihatnya Siren dengan hanya memakai sleeveless shirtnya dan sebuah celana pendek tampak menggeliat dan meringkuk di lantai kamar mandi. Penampilannya sudah tidak karuan dan keringat seakan sedang membanjiri tubuhnya. Jo menangis, air matanya seolah berbicara sendiri tentang keadaan yang kini dilihatnya.

"Obatnya..." rintih Siren dengan mata yang sayu tapi menginginkan.

"Kenapa seperti ini Rena?"

"Berikan... obatnya."

"Aku akan memberikan ini sebagai yang terakhir. Apakah kamu tidak sadar bagaimana aku harus kembali ke tempat kotor itu hanya untuk mendapatkan benda sialan ini?"

Siren seakan ingin berteriak tapi tidak kuasa karena efek craving yang dialaminya sangat hebat. Jo hanya mendengar suara yang tercekat karena rasa 'ingin' yang seakan menggerogoti jiwanya.

Jo duduk berlutut didepan pintu kamar mandi seketika dan Siren menangkap hal itu dengan kedua matanya. Jo menangis hebat dan sempat berteriak karena merasa lelah menghadapi hal semacam ini selama hidupnya.

"Kamu tahu Rena? Kamu telah mengingkari semua janji yang pernah kita buat dulu."

"Jangan menceramahiku." Suaranya masih tercekat.

Jo tidak mampu membendung air matanya dan sesekali dia menghirup udara banyak-banyak dalam ruangan itu. Siren yang sudah tidak tahan dengan craving yang dia alami berusaha sekuat tenaga untuk menggapai obat ditangan Jo yang jaraknya tidak sampai dengan satu langkah kakinya.

"Berikan obatnya!"

"Berjanjilah ini yang terakhir dan ayo kita sembuhkan bersama."

Namun tiba-tiba seluruh badan Siren bergetar hebat. Pupil matanya sudah bergerak tidak menentu. Jo buru-buru menghampirinya dan merentangkan tubuhnya. Siren cukup tenang untuk beberapa saat setelah Jo memasukkan beberapa obat kedalam mulut Siren. Ditiupnya mulut Siren dengan mulutnya sendiri, dia sampingkan helai rambut yang memutupi wajah Siren yang sudah memucat. Jo juga menyempatkan untuk menepis air matanya ketika mengangkat perempuan itu dan menggendongnya untuk dia pindahkan ke tempat tidur.

INTERLUDE : 14 Days AuntumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang