Healer

1.4K 10 0
                                    

Dijam yang sudah larut seperti ini, jalanan kota Seoul masih sangat ramai. Di kursi taman yang sepi itu, Yasmin duduk disana dengan wajah yang pucat dan mata sembab . Kedua tangannya menggenggam ponsel yang sudah dalam keadaan nonaktif.

Sekarang ini Mina sedang kacau. Dia baru menyadari kebodohannya dan juga dia merutuki hal itu. Ini bukan lagi di Jakarta, yang mana dia bisa pergi kemanapun naik TransJakarta atau MRT sesuka dia. Dan sekarang dia sendirian disana. Sebenarnya dia membawa powerbank tapi benda itu tidak berguna karena dia lupa untuk menchargenya pagi tadi saat masih di hotel.

Yasmin juga tidak tahu dia ada di wilayah apa sekarang. Uang dengan mata uang won pun juga hanya dia punya beberapa saja, karena Arya lah yang membawa uang dan kartu debit serta kebutuhan transaksi lainnya. Sudah sangat komplit kesengsaraannya malam ini.

Mina menyandarkan punggungnya di kursi taman sambil memejamkan mata. Tidak lama dengan lambat laun dia mendengar suara langkah kaki yang tampak tenang mendekat kearahnya. Mina mempercayai bahwa sekarang ini dirinya sedang bermimpi. Bermimpi sedang ada di rumah dan menunggu Arya disofa ruang tengah. Berharap laki-laki itu akan menggendongnya dan memindahkannya ke ranjang. Namun sebuah gelas hangat terasa di sebelah pipi kananya. Mina terjingkat dan membuka kedua matanya, hanya ada Dean yang berdiri disana menatapnya. Ternyata ini sungguhan.

"Anda ingin kembali ke hotel?"

Yasmin menggeleng pelan sambil menerima kopi hangat pemberian dari Dean.

"Anda yakin akan lari seperti ini? Tidak ingin mendengar penjelasan Pak Arya?" Dean memastikan.

"Kamu tahu Dean? Saya sebenarnya tidak minum kopi." Kali ini suara Yasmin sedikit ketus.

"Benarkah? Maaf kalau begitu saya akan membeli minuman yang lain."

"It's okay."

"Saya pikir anda akan meminumnya, karena anda menerima pemberian saya waktu itu."

"Namun tidak kali ini kan? Saya sudah mengatakannya."

Dean akhirnya merasa canggung karena hal itu. Ada jeda diam yang cukup panjang diantara mereka, Dean sendiri pun tidak berani memulai percakapan lagi walau hanya sekedar membuat suasana menjadi cair.

"Walaupun saya tidak meminum isi dalam gelas ini, setidaknya gelas ini masih menghangatkan saya. Terima kasih yaa.."

"Iya, sama-sama." Dean menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

"Saya bingung Dean. Saya harus kemana setelah ini. Otak saya bilang saya harus kembali, namun hati saya bilang saya enggan. Saya merindukannya tapi hati saya masih terasa sakit. Saya ingin mendengar penjelasannya, tapi saya belum siap kalau harus malam ini." Yasmin meneteskan air matanya, sehingga dia harus menundukkan kepala agar Dean tidak memergokinya.

"Saya tidak ingin dia khawatir, tapi kenapa dia melakukan semua itu dibelakang saya. Selama tiga tahun ini, tiba-tiba saya merasa asing dengan pria itu. Apakah dia benar-benar suamiku?" Kali ini Yasmin tersedu dalam tangisnya. Dean yang mendengarnya pun merasa tidak tega. Tangan kanannya tiba-tiba urung untuk hanya memberikan sebuah sentuhan lembut dipunggng perempuan yang dia anggap client tour-nya itu. Alhasil Dean hanya terdiam sambil memandang segelas kopi ditangannya.

"Saya butuh waktu, untuk bisa menemuinya kembali dan mendengar semua penjelasannya."

"Seperti kopi inj." Sahut Dean.

Yasmin menoleh dengan pipi yang dipenuhi air mata. Dean mencoba memberikan tatapan teduh agar Yasmin merasa nyaman.

"Anda membiarkan saya memberikan kopi ini kepada anda kali pertama, walaupun sebenarnya anda tidak suka meminumnya. Namun dikali kedua, ketika saya memberikannya lagi, anda tidak gusar untuk memberi tahu saya bahwa anda tidak menyukainya. Mungkin hal itu bisa disamakan dengan anda dan pak Arya. Kalian hanya perlu memberi kesempatan kedua untuk saling menjelaskan. Mungkin butuh beberapa waktu agar keduanya tidak saling menyakiti dan merasa tidak enak."

Yasmin menatapa Dean cukup lama hingga pria itu secara tidak sadar menjadi salah tingkah, hingga berpikir kalau ada yang salah di wajahnya.

"Kamu bijak sekali Dean, sepertinya saya menyukaimu."

"Apa?"

"Saya menyukai kalimatmu barusan, terima kasih."

Dean sempat berpikir berulang kali untuk mencoba memahaminya. "Oh, tentu. Saya pandai dalam hal seperti ini. Ha-ha." Dean lagi-lagi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Yasmin segera mengusap sisa-siaa air mata dipipinya dengan cepat. "Maaf kamu harus melihat saya menangis jelek seperti ini."

"Tidak apa-apa, saya rasa anda tetap cantik walau sedang menangis."

Yasmin sempat mengangkat wajahnya karena sedikit terkejut dengan kalimat yang baru saja Dean ucapkan. Dean yang baru saja mengatakannya tanpa beban itu seketika tersadar dan segera menutup mulutnya.

"Saya barusan bilang apa?"

Yasmin akhirnya tertawa dibuatnya, seolah perempuan itu tidak menghiraukannya. Dean yang masih melongo mencoba menyembunyikan senyumnya setelah melihat perubahan ekspresi perempuan disampingnya ini. Tiba-tiba entah darimana asalnya, sebuah angin segar terasa sedang menerpa paru-parunya.

***

Setelah sampai di depan sebuah gerbang berwarna biru tua, mereka berhenti sejenak disana. "Saya tinggal disini."

Melihat ekspresi Yasmin yang tampak bingung, Dean langsung menjelaskan tanpa bermaksud macam-macam.

"Ini sudah sangat larut. Bu Yasmin bilang tidak ingin kembali ke hotel tempat anda menginap, tapi saya juha tidak bisa memesankan hotel untuk anda. Jadi untuk malam ini, hanya sementara, bu Yasmin bisa menginap disini." Kata Dean menjelaskan. "Kalau anda mau?" Dean merasa kikuk sendirian.

"Ada tiga kamar, kebetulan teman-teman saya sedang tidak ada dirumah untuk beberapa hari ini. Jadi bu Yasmin bisa memilih kamar yang anda mau."

Yasmin yang awalnya sedikit ragu kini mulai merasa tenang. Karena sejak awal Yasmin juga tidak berniat senyewa kamar hotel mengingat dia tidak punya uang yang cukup. Ternyata ditawari menginap di rumah laki-laki asing seperti ini terasa ngeri juga. Namun Yasmin sedang mencoba membangun pikiran positif di otaknya sekarang hingga akhirnya dia menyetujuinya.

"Sepertinya saya butuh menginap beberapa hari. Saya tidak punya cukup uang untuk menyewa kamar hotel, ha-ha." Akunya.

Dean sedikit terkejut, terlihat dari ekspresinya yang melotot. "Sepertinya anda harus segera mempertimbangkan untuk kembali menemui pak Arya."

Yasmin hanya mengangguk dengan ragu-ragu.

Untuk pertama kalinya Yasmin cukup terkesan setelah melihat ruangan yang baru saja dia masuki dan dia merasa bahwa tidak akan masalah jika harus menginap disini beberapa hari hingga dia bisa menghubungi Arya kembali. Berbicara soal Arya, dia sedikit khawatir jika mengingatnya. Yasmin melihat jam dinding dan dia baru mendapati bahwa ini sudah hampir tengah malam.

"Dean, bisakah saya pinjam kabel charge ponsel?"

"Biar saya ambilkan." Kata Dean sambil mengantar Yasmin ke ruangan disisi kanan ruang keluarga.

"Ini kamar untuk anda beristirahat. Maaf kalau agak berantakan." Kata Dean sambil menyalakan lampu disetiap sisi ruangan.

"Sebenarnya ini kamar teman saya. Tapi tahun kemarin dia baru lulus kuliah dan meninggalkan tempat ini. Akhirnya tempat ini kosong untuk beberapa waktu. Anda bisa menggunakan ruangan ini." Jelas Dean.

"Terima kasih." Mina cukup terkesan setelah melihat interiornya yang sederhana.

"Kalau begitu selamat beristirahat. Kalau butuh apa-apa, bisa ketuk pintu kamar diseberang. Itu kamar saya." Kata Dean sambil berlalu.

"Dean?" Panggil Yasmin saat Dean akan menutup pintu.

"Terima kasih untuk semuanya."

Dean hanya tersenyum kearahnya dan mengangguk "Selamat malam." Ucapnya sambil setelahnya menutup pintu ruangan itu.

***

INTERLUDE : 14 Days AuntumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang