18. Pertaubatan

1.2K 216 22
                                    

Hari ini aku bermain-main di sekitar kawasan Fremont St. Sekedar berjalan-jalan, melepas penat sehabis bekerja dan menikmati hobby *Window Shopping ku.

Sudah lama sekali hidupku tidak ditanggung oleh seorang Daddy, aku hanya bisa memandang benda yang menurutku bagus, tapi tak bisa ku miliki karena harganya yang cukup untuk jatah makanku 3 bulan. Mungkin aku akan beli jika menemukan barang KW nya.

Di depan sana, banyak orang-orang berkerumun. Aku penasaran dan ikut melihat lebih dekat. Seorang pria tua tengah memainkan pianonya dengan sangat bagus, sampai-sampai banyak orang terpukau dengan nada-nada yang ditekan oleh jari berkerutnya.

Aku mematung, perlahan air mataku jatuh. Tidak, aku bukan menangis karena permainannya yang begitu apik, namun suara-suara dentingan tersebut mengingatkanku akan sesuatu yang harusnya ku kubur dalam-dalam.

Piano dan Guru Choi. Betapa aku ingin sekali kembali memainkannya. Aku seperti terlempar ke masa lampau, di mana masa kecilku diisi kegembiraan dengan bermain piano. Menyanyikan lagu rohani bersama anak gereja lain, bagaimana aku di sayang oleh para pengurus gereja karena keaktifan ku, dan ceramahan para pendeta yang selalu menambah ilmu keagamaan ku.

Aku merindukan itu semua.

Setelah pria itu menyelesaikan penampilannya, orang-orang bertepuk tangan meriah. Secara sukarela mereka menaruh sebagian uangnya di topi bundar pria tersebut.

"Sir, aku akan memberimu $100 kalau kau mengijinkanku memainkan pianomu" aku berteriak lantang, beberapa orang mengalihkan atensi padaku, termasuk si pak tua tersebut.

"Kemarilah, nak. Kau mau memainkan lagu apa?" pak tua itu menyahut

"Sebuah lagu yang meninggalkan kenangan terdalam bagiku"

Kemudian jariku mulai menari diatas tuts tersebut. Tidak lagi melihat partitur, karena aku sudah hapal diluar kepala. Bagiku, lagu kenangan salah satunya adalah Amazing Grace. Sebuah lagu pujian Kristen berisi ungkapan hati seseorang setelah ia menemukan keajaiban Tuhan yang membuatnya bertaubat. Aku pernah memainkan maupun menyanyikan nya saat masih aktif di gereja dulu.

'Ajaib benar anugerah

pembaru hidupku!'

Ku hilang, buta bercela;

oleh-Nya 'ku sembuh...'

Aku bernyanyi dengan suara berat khas ku. Ada sedikit sensasi seperti gemetar ketika kembali mengenang lagu tersebut.

'...Ketika insaf, 'ku cemas,

sekarang 'ku lega!

Syukur, bebanku t'lah lepas

berkat anugerah!

Di jurang yang penuh jerat

terancam jiwaku;

anug'rah kupegang erat

dan aman pulangku.

Kudapat janji yang teguh,

kuharap sabda-Nya

dan Tuhanlah perisaiku

tetap selamanya....'

Tanpa kusadari, air mataku mengalir turun. Aku tersentuh dengan nyanyianku sendiri, sebuah perasaan sakit dalam hatiku yang tidak bisa ku jabarkan. Sampai-sampai aku tak sanggup melanjutkan liriknya. Beruntung pak tua itu tahu, beliau membantu ku melanjutkan liriknya yang terhenti. Sedangkan aku hanya fokus menekan tiap tuts sambil berlinang air mata.

'....Kendati nanti ragaku

terkubur dan lenyap,

padanya-Nya aku berteduh

bahagia tetap.

Meski selaksa tahun lenyap

di sorga mulia

rasanya baru sekejap

memuji nama-Nya!'

Lagu tersebut selesai, orang-orang bertepuk tangan meriah. Pak tua itu memberi tatapan empati padaku. Beliau membawaku ke dalam pelukannya.

"It's beautiful performance. Why you cry? Are you touched by the song or someting else?"

Aku sesenggukan, tak mampu menjawab. Batinku meronta-ronta pilu. Aku sadar kalau sekarang aku sangat jauh sekali dengan Tuhan, aku merasa berdosa sekali. Tuhan kini mengetuk pintu hatiku, sehingga aku dibuat menangis tanpa sebab seperti ini. Sebuah tamparan halus agar aku kembali mengingat-Nya. Betapa aku dulu sangat berbakti pada-Nya, menyanyikan lagu pujian untuk-Nya, dan sekarang?

"Sir, aku kembali teringat dengan dosa-dosaku" ujarku kemudian

Pria tua itu tersenyum, "Tuhan maha pemaaf, dia lah yang rela berkorban demi kita. Apa kau merasakan keajaiban itu juga setelah menyanyikan ini?"

Aku mengangguk, "Dosaku sangat berat, rasanya aku terlalu hina hanya untuk sekedar kembali menghadapnya. Hikss..."

"Semua orang pasti melakukan dosa. Entah itu sekecil debu maupun sebesar semesta. Kini Tuhan sedang merindukanmu, tidak peduli seberapa rendahnya kau. Dia ingin kau kembali, Tuhan masih mengharapkanmu"

Aku menangis semakin kencang. Apa yang dikatakan pria tua itu telah menohok hatiku hingga ke relung terdalam. Kembali teringat ketika aku masuk dalam jeratan dosa tersebut, saat itu aku tengah dilanda guncangan hebat dalam hidupku. Harusnya aku memohon pada-Nya untuk meminta pertolongan, bukan terjerumus semakin jauh ke dalamnya.

Sejatinya sosok Sugar dilahirkan dengan penuh cinta kasih, kepribadiannya santun dan penurut, bukan seorang lelaki jalang yang merayu pria-pria kaya di sana-sini, seperti saat ini.

Dari kecil, aku selalu mendengarkan setiap ceramah pendeta dengan khidmat. Lagu-lagu kerohanian banyak yang ku hapal diluar kepala, juga aktifitasku dulu yang sering berhubungan dengan sesama anggota gereja. Sehingga aku bisa mendapatkan rahmat Tuhan di hatiku, sulit sekali untuk melepasnya sampai sekarang

Mau seberapa jauh aku berpaling, hatiku akan selalu tertaut secara otomatis.

Sepulangnya dari sana, aku hanya merenung. Memikirkan kembali apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Kembali mengumpulkan secercah keyakinan, aku berjanji akan memperbaiki semuanya. aku ingin menata hidupku lebih baik, dan kembali dekat pada-Nya.

.

.

.

Note: Jadi sebelum aku publish bagian ini, aku khawatir banget. Sumpah beneran 😂 kebetulan chairmate ku seorang Kristen, aku tanya dulu ke dia. Dan dia bilang ga masalah. Ada sedikit kelegaan, tapi chapter ini penting buat menjelaskan apa yang membuat Sugar tiba-tiba bertaubat 🙃

*Window Shopping = CLBK (cuma liat beli kaga :v)

Ps: Ini Chapter terakhir dari Flashback

[END] Sampah Masyarakat -NamgiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang