[Hayama x Reader]

932 96 9
                                    

Siscon Hayama! x Reader

-=-

Tangan besar memegang tangan seorang gadis kecil, jari-jarinya menelusup, mengantarkan kehangatan di tangan dingin. Berharap tetap selalu hangat di dalam genggamannya.

Ia menyesal, benar-benar menyesal. Maniknya menatap nanar tubuh gadis di depannya. Masih belum juga terbangun dari tidurnya. Sudah berapa lama ini?

Satu,

Dua,

Tiga.

Ah, memang benar ini salahnya. Kenapa ia tidak bisa membangunkan gadis kecil itu? Bukankah sudah terlalu lama dia berada di sana?

Hey gadis kecil, apa kau tidak bosan? Setiap hari masih bergelut dengan mimpimu di sana? Aku ingin bertanya, apa yang ada di dalam mimpimu itu? Sampai-sampai kau melupakan orang yang sangat mencintaimu.

Orang itu tahu, rasa cintanya sangatlah mustahil. Namun, persetan dengan itu! Ia ingin melindungi gadis kecil itu dan juga selalu bersamanya. Ia tak peduli jika dicap sebagai siscon atau yang lain.

Ia tahu, orang-orang jahat selalu bersamanya, termasuk orang tuanya. Pernah sekali ia mendengar tentang penjualan manusia. Orang tuanya bahkan merencanakan akan menjual gadis kecil tersebut.

Apa salah gadis ini?

Apa mereka tidak mau menerima darah dagingnya sendiri?

Ia--Hayama Koutaro. Rasa cinta kepada gadis kecil--adiknya sendiri sudah tersebar sampai ke orang tuanya. Ia rela melepas marga Hayama demi bersama adiknya ini.
Persetan dengan keluarga Hayama yang tidak memerhatikan gadis ini. Keluarganya hanya mementingkan uang. Selalu uang, uang, dan uang. Pemuda bersurai kuning itu sudah muak dengan semuanya.

"[Name]." Panggilan lirih menyebut nama sang gadis kecil, berharap dia terbangun. Tidak biasanya ia seperti ini. Ia selalu tersenyum, tertawa, kadang juga bertingkah kekanak-kanakan. Sekarang? Sudah lenyap.

Pada malam natal, disaat semua orang tengah bergembira menyambut hari ini. Hayama hanya bisa duduk termenung sambil menunggu penantian yang 'tak kunjung tiba.

Hayama menghela napas. Sayang sekali ia tidak bisa menemani adiknya itu sehari penuh, pagi sampai sore hari ia harus dituntut untuk pergi kuliah sedangkan sore sampai malam ia menemani adiknya. Melihat keadaan adiknya yang belum membaik. Hayama tidak pernah absen sekali pun untuk menjenguk adiknya.

Netranya menangkap kembang api, indah. Rasanya ia sangat ingin melihatnya bersama [Name].

Tangannya beralih menyentuh puncak kepala [Name] mengelusnya dengan perlahan. Bibirnya menyentuh dahi sang gadis, kecupan singkat untuk mengucapkan selamat malam.

Memang ini sangat terlambat baginya. "Aku tahu ini sudah tidak pantas bagiku," Hayama menghela napas. "Aku ingin hadiahku yang dulu."

"Selamat natal!" Ucap seorang pemuda dengan senyum yang mengembang, ia mengulurkan sebuah kotak hadiah kepada seorang gadis yang berumur kira-kira sepuluh tahun.

"Huwa! Apa itu hadiahku nii-chan?" Gadis dengan surai kuning itu melihat kotak dengan berbinar. Ah, sungguh gadis yang menggemaskan.

Koutaro mengangguk, sontak sang gadis--Hayama [Name] tersenyum senang dan langsung mengambil hadiahnya dari Hayama Koutaro--sang kakak.

"Um, bukankah yang memberikan hadiah itu Santa?" Tanya [Name] polos, Hayama hanya mengacak-acak surai adiknya itu dengan gemas.

"Kalau begitu anggap saja kakakmu ini Santa!" Jawabnya.

[Name] tersenyum. "Uhm!" ia menanggapi Hayama dengan semangat.

"T-tapi kalau nii-chan memberikanku hadiah, aku harus membalasnya." Tutur gadis itu dengan wajah yang ingin menangis, Hayama gelagapan saat mengetahui [Name] ingin menangis.

"J-jangan menangis [Name]-Chan, kakak sudah mendapatkan hadiahnya, jadi jangan khawatir." [Name] menatap Hayama, ia memiringkan kepalanya ke kiri.

"Apa hadiahnya?"

"Hadiahnya adalah, [Name]-chan selalu bersama kakak!"

"Benar bukan?"

Gadis kecil itu tersenyum lagi ia menganggukkan kepalanya berkali-kali. "Onii-chan benar! [Name] selalu berada di sisi Nii-chan."

Hayama tersenyum tipis, memori masa lalunya terulang jelas di dalam kepalanya. Hayama melirik jam, pukul 9 tepat.

Hawa dingin menyergapnya saat ia keluar dari rumah sakit untuk mencari makanan. Syal berwarna hitam ia lilitkan di sekitar lehernya untuk mengurangi dingin.

Ia melangkahkan kakinya menuju toko yang 'tak jauh dari rumah sakit. Membeli beberapa roti dan juga air putih untuk mengganjal perutnya. Maniknya menatap salju yang tengah berjatuhan.

Alisnya bertautan, tangannya merogoh ke saku--mencari benda elektronik yang tengah dibawanya. Panggilan masuk dengan cepat Hayama menerimanya.

Maniknya mengkilat senang saat ia mendengar perkataan sang penelpon, segera saja ia melangkahkan kakinya menuju rumah sakit semula.

"[NAME]!" Hayama membuka pintu kamar gadis kecil itu.

Merasa namanya dipanggil gadis kecil itu segera melihat pemuda berdurasi kuning yang sama dengan surainya itu.

"Onii-chan...." Suara lemah menyambut gendang telinga Hayama, langsung saja Hayama mendekati [Name] dan memeluknya singkat.

"Onii-chan...." Gadis tersebut tersentak saat tubuhnya direngkuh oleh kedua tangan yang panjang, hangat.

Air mata [Name] lolos, entah kenapa ia merasa sangat sakit. Seolah baru saja mengingkari janji yang telah dibuat olehnya dan kakaknya sendiri.

"[Name], jangan menangis." Hayama mengusap air mata [Name] dengan jarinya, menatap gadis kecil itu dengan senyuman yang terus saja tampak di wajahnya.

"Aku sangat mencintaimu, jadi janganlah menangis." Ucap Hayama yang terdengar disela-sela tangisan [Name] yang mengeras.

Ia berjanji pada dirinya sendiri, selalu akan mengawasi [Name] dan melindunginya.

●END●

Req by -[ saltyfluous ]-

Ku kurang suka ama endingnya :")
Menurut kalian entah gaya penulisanku masi sama ama yang dulu atau tidak dan bagus apa gak sih?

Butuh jawaban saya :"D

Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang