Tiga

3.2K 133 6
                                    


Hari terakhir di rumah.
Uuuh... rasanya baru kemarin sampai, tapi besok aku harus sudah kembali ke kos dan sendirian lagi. Mungkin diantara kalian yang sedang berjuang untuk hidup mandiri jauh dari orang tua, apakah kalian yakin dengan keputusan itu? Coba deh dipikirkan ulang ya, karena sendiri itu gak enak.

Pagi ini seperti biasanya, tempat berkumpul paling menyenangkan saat di rumah itu ya di dapur. Ada mama, bapak, juga kedua adikku yang susah akur. Hmmm... Sekarang aku sudah punya 2 adik lho! Sebelum kelulusan beberapa bulan lalu, mamaku melahirkan adik bontotku yang bersyukurnya dia laki - laki dan menjadi kesayangan mama & bapak. Huuuft! 😑😑

Nah, sedangkan adikku yang pertama perempuan, namanya Gendis, usianya terpaut 10 tahun dariku. Sekarang dia masih kelas 2 SD dan yang paling membuatnya sangat menyebalkan adalah cerewetnya gak ketulungan!

Kriiiiiiiiing......kriiiiiiiiing.....

"Mbaaaaak, ada telpon tuh!" adikku Gendis memanggilku dari ruang tamu.

"Iyaaaaaaaa!" aku bangkit dari duduk dan menuju ruang tamu. Ponselku selalu aku letakkan di nakas samping meja tivi, karena tidak ada tempat lain yang memiliki sinyal bagus selain ruang tamu. Maklum saja rumahku berada di pelosok Keerom dan masih minim sinyal operator ponsel.
Poor me!

"Assalamualaikum, ada apa mas?" tanyaku pada seseorang di seberang sana.

"Wa'alaikumsalam, dek Mia apa kabar? Alhamdulillah seneng banget akhirnya telponku diangkat," jawabnya basa basi.

"Ya alhamdulillah kabar baik, mas. Oh itu maaf ya, kemarin - kemarin waktu mas telpon kan aku masih sibuk UAN."

"Oh iya ya, terus sekarang gimana sudah lulus?"

"Sudah mas, alhamdulillah. Besok mau daftar kuliah. Emm.... Mas Sa'id apa kabar?"

"Hehe...rindu ya?"

"Lhoo kenapa tiba - tiba mikir begitu? Pede banget sih?" jawabku ketus, pertanyaan aneh.

"Emangnya enggak ya?"

"Biasa aja kok mas. Situ aja yang ngarep kan?"

"Oh... Kabar mas sehat. Dek........ kamu mau gak...... nikah sama mas?"

"Astaghfirullah! Kok nanya begitu, mas? Aku kan baru aja lulus kemarin,"

"Mas serius, dek. Nikah sama mas ya?"

"............"

"Kok diam?"

"Miiiaaaaaaaaaa!" teriak mama dari dapur dan menyelamatkanku dari pertanyaan yang menjebak itu.

"Eh mas, maaf ya.. Aku dipanggil mama, tutup dulu yaa. Assalamualaikum," selamatlah jiwa ini, aku segera menuju dapur dengan perasaan lega.

Aneh memang, lama tidak saling kabar tapi tiba - tiba sok melamar. Dikiranya aku cewek apaan coba?

Mas Sa'id adalah seorang bintara TNI-AD yang dulu sempat aku kenal beberapa bulan saat aku masih duduk di bangku kelas X. Tapi, saat itu dia sudah punya pacar dan berencana untuk menikah. Aku memang menyimpan perasaan padanya, tapi aku tidak berani meneruskan. Kebetulan, dia adalah adik leting sekaligus sahabat kakak iparku, menantu bude yang pada saat itu juga aku tinggal di rumahnya. Dan saat ini, dia mengejarku dengan meminta nomor ponselku dari sepupu aku itu karena cintanya yang dulu bukanlah jodohnya. Ribet kan?

Lagian itu sudah berlalu, aku sudah tidak menyimpan rasa apa - apa pada lelaki manapun. Dan itu sebabnya aku tidak suka dengan yang namanya si kacang ijo, selalu mau menang sendiri. Cintanya yang lalu pergi, kemudian dia mencari pelarian yang lain. Mungkin kalau alasan dia benar - benar cinta padaku, masih bisa aku terima. Tapi ya itu tadi, dia mencariku bukan karena cintanya. Siapa yang peduli?

Jodohku, si Abang Loreng! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang