Tujuh

2.1K 101 3
                                    


Triiiiing......

Notif sms berbunyi dari seorang teman baru yang akan menemani perjuanganku selama kuliah Akper nanti.

"Assalamualaikum, Mia. Besok aku jemput jam 10an ya! Dari Wulan,"

"Wa'alaikumsalam. Iyaa, say. Makasih ya!" send.

Triiiiing..... Lagi.

"Dek, selamat ya! Kamu diterima di Akper RST dari wawancara pagi tadi kamu dinyatakan lolos tes. Jadi Senin sudah masuk pra PPSM ya!" pesan dari mas Agus.

"Hmmm...sudah kuduga. Ya mesti saja diterima, karena yang megang berkasku 'kan kamu, mas." gerutuku sedikit kesal, "Iya mas, alhamdulillah. Makasih atas bantuannya ya!" send.

Beberapa menit kemudian, triiiiing..."Oke dek, sama - sama. Sampaikan salam buat mamamu ya!" balasnya.

Mas Agus adalah salah satu menantu kesayangan budeku yang dulu aku pernah tinggal di rumahnya saat masih kelas X itu, kalian masih ingat 'kan? Kalau lupa, buka lagi di part 2. Hehe...

Beliau pun seorang anggota tamtama TNI-AD yang berdinas tetap di Kesdam XVII/Cenderawasih dan alumni Akper RST tahun 2005 lalu. Maka dari itu, sangat mudah bagiku untuk masuk ke kampus itu walaupun sebenarnya prestasiku pun juga bisa diandalkan tanpa bantuan darinya.

Triiiing.... Ada 2 notif masuk.

"Miaaaa, jangan lupa nanti abis maghrib ke sekolah. Aku tunggu di depan gerbang ya! Awas telat!!!" pesan singkat dari Dewi.

"Nanti aku jemput ya?" pesan singkat dari Fauzi.

"Ya Allah, bales gimana ini?" kepalaku mulai pening dengan sms terakhir yang ku baca dan aku mulai berpikir cara apa agar aku tidak bertemu dia malam ini, "Ah, gini aja! Hmmm....  hehehe," aku membalas pesan Dewi dahulu tanpa membalas pesan Fauzi.

Lalu, triiiiing....

"Okelah kalo kamu berangkat sama Dewi, aku tunggu saja di sekolah ya!" balas Fauzi lagi.

"Hmmm berhasil! Untung Dewi bisa diajak kompromi, alhamdulillah!" sorakku sendiri.

Sebenarnya aku lebih memilih untuk tidur di kamar kos atau berbenah barang - barangku karena besok pagi aku sudah berpamitan pada Ibu kos yang dalam setahun ini aku tinggal serumah dengannya. Terlebih lagi mbak - mbak disini sudah seperti saudaraku sendiri, berat rasanya meninggalkan rumah ini.

"Nanti pake gamis yang mana ya? Yang ini norak, ini pucat banget dipake malem, atau ini aja ya pink vintage lumayan seger juga. Hmmm jilbabnya? Aah...yang ini bolehlah..." aku bukan tipe cewek yang ribet dengan fashion, bagiku jika sesuai dengan suasana dan event-nya tidak perlu baru atau mewah ya dipakai saja. Yang penting nyaman & menutup aurat 'kan?

Ba'da maghrib aku bergegas berangkat ke sekolah untuk yang terakhir kalinya. Aku tidak mau didahului oleh Fauzi untuk sampai disana. Sengaja aku meminta Dewi mengirim pesan singkat padanya tadi sore, berbohong dengan mengatakan ia akan mampir ke kos dan berangkat bersamaku, padahal hanya agar dia tidak benar - benar nekad menjemputku. Demi kebaikan tak masalah ya!

Sesampai di gerbang sekolah nampak Dewi sudah menunggu disana dan suasana memang sudah ramai sejak sore tadi.

"Gimana? Aman?"

"Aman kok, ayoo!" lalu kami segera masuk ke sekolah mencari dimana posisi teman kelas kami berkumpul.

Yap tidak salah lagi, mereka semua berada di kelas. Tampak dari kejauhan ada seseorang yang melambaikan tangan dari depan ruangan OSIS dan ia mendekat.

Jodohku, si Abang Loreng! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang