.
.
.
Malam ini begitu menegangkan, sibuk dan ramai orang yang entah kapan datangnya. Dengan tangis dan bisik - bisik lirih makin membuat suasana menjadi horor. Entah apa yang terjadi setelah ketua panitia menerima panggilan telepon beberapa jam yang lalu.Kami masih disuruh untuk menunduk lebih rendah lagi, memegang bahu kawan yang duduk di depan kami tanpa diijinkan untuk melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi. Aku masih berusaha untuk rileks, karena aku yakin semua ini hanya sementara saja. Toh esok menjadi hari terakhir kegiatan ini dan semua akan segera selesai.
"Untuk semuanya, siiaaaaap grak! Ayo berdiri! Masih dengan kepala melihat tanah, cepat!" komando dari ketua panitia terdengar.
Syukurlah kami sudah diijinkan untuk berdiri kembali setelah satu setengah jam duduk mematung dan mendengarkan ocehan tidak berarti dari kakak - kakak panitia. Cukup menguras mental para cama yang lain akibat tes ini, tapi aku berusaha untuk tetap tenang dan biasa - biasa saja agar tidak mendapat satu 'semprotan' panas dari mereka.
"Saya sampaikan kepada kalian bahwa teman kalian yang tadi dipulangkan karena kesalahannya mengalami kecelakaan di jalan saat menuju rumah dan saat sampai di UGD depan dia sudah meninggal akibat benturan di kepalanya dan jenazahnya ada di ruang duka. Jadi saya harap kalian bisa mendoakan untuk dia." lanjut ketua panitia.
"Innalillahi wa innailaihi raaji'uun," ucap beberapa cama.
"Oke, untuk kakak panitia yang lain pasang penutup mata. Kita akan lanjutkan giat malam ini," perintah ketua panitia.
Lalu masing - masing dari mereka membawa sebuah kain serbet untuk menutup mata kami . Satu per satu mereka tutup dengan rapat, agar tak dapat mengintip apa yang sedang direncanakan oleh panitia.
Setelah itu, kami diarahkan untuk berbaris dan memegangi punggung rekan yang berada di depan kami. Lalu berjalan perlahan dengan arahan kakak panitia, entah kemana. Rasanya seperti melewati rerumputan, semak - semak dan bebatuan. Perjalanan yang panjang tanpa kami tahu kemana akan dibawa.
Dan sampai pada sebuah tempat, terdengar tangisan dan rintihan yang mengerikan, seperti suara ketakutan, kami pun berhenti. Satu per satu dibawa ke dalam sebuah ruangan di tempat itu oleh kakak panitia yang sudah bersiap disana. Aku menunggu giliranku masuk.
Dan tiba - tiba aku mendengar suara yang sangat aku kenal, lengannya merangkul bahuku dan mengajakku masuk ke dalam ruangan itu.
"Ayo, masuk. Pelan - pelan saja ya!"
Deg!
"Si-ap!" ia menuntun untuk berjalan dengan hati - hati.
"Oke, kita sudah di dalam. Buka penutup matanya." aku menarik turun kain yang membuat mataku gelap beberapa saat tadi dan apa yang ku lihat ini?
"Ini ada mayat, kamu pegang ya! Kakinya saja, sebelah sini, oke?" ia menuntun tanganku memegangi tubuh seseorang yang sedang berbaring itu.
Hah? Mayat? Tapi kenapa tubuhnya hangat?
Aku tak sempat melihat orang yang sedang bersamaku, tapi aku tahu persis dia adalah abang yang aku dambakan sejak beberapa hari yang lalu. Sempat heran dengan mayat yang aku sentuh tadi, tapi aku lebih penasaran pada orang yang berada sangat dekat denganku ini.
"Oke, cukup. Pasang lagi penutup matanya...... Ayo keluar!" lengannya masih merangkul bahuku erat. Menuntun jalanku dengan hati - hati dalam barisan, setelah itu lenganku di arahkannya untuk memegangi bahu orang yang ada di depanku, seperti tadi.
~~~~~
Penutupan PPSM
Siang ini, setelah sepagi tadi kegiatan tak ada habisnya kami pun diijinkan beristirahat makan siang dan sholat dzuhur. Tapi hari ini tak akan se-lelah kemarin, karena upacara penutupan PPSM akan diadakan jam 2 siang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku, si Abang Loreng!
Romance[Prequel Catatan Hati Seorang Istri Prajurit] My love story in Jayapura city❤ Namaku Mia .. Usiaku 18 tahun dan baru lulus SMA. Mama memaksaku untuk menjadi perawat dan harus kuliah di Kampus Loreng (Akper RST), agar aku bisa segera menemukan jodo...