Part 17

541 36 6
                                    

Kataya POV

Oh God kenapa aku harus selalu malu – maluin sih kalau di depan orang? Gak bisa ya sehari aja aku gak malu – maluin? Duh, pokoknya aku malu banget sama kejadian perutku yang bersuara dengan lantang, padahal aku bilang gak lapar. Tapi oke aku emang salah bilang lagi gak lapar, padahal jelas – jelas aku lapar banget. Gimana gak lapar coba, ini udah lewat dari jam makan siang. Wajar dong kalau perutku bersuara untuk minta jatahnya?

Tapi sudah lah, kejadiannya sudah berlalu, beberapa menit yang lalu. Sekarang juga aku sudah kembali lagi ke tempat di mana Kak Mikail sedang menjalani operasi. Kau tau, aku benar – benar khawatir dan takut jika terjadi sesuatu kepada Kak Mikail. Tapi aku tak tahu apa alasannya. Mungkin aku hanya bersimpati padanya karena ia sedang tertimpa musibah. Atau bisa juga karena dia selalu membantuku jika aku sedang kesulitan, jadi saat ini aku merasa bahwa memang seharusnya aku khawatir terhadapnya.

Entah lah aku bingung dengan semuanya. Yang jelas saat melihatnya dalam keadaan tak berdaya aku juga merasakan sakit yang sedang ia rasakan. Kalian mungkin berpikir aku aneh, tapi memang itulah kenyataannya. Yang jelas aku benar – benar bingung sekarang.

Sampai seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan yang sama dengan Kak Mikail, aku dan Carlos pun langsung menanyakan bagaimana keadaannya.

            “dok, gimana keadaan teman saya?” tanya Carlos

            “beruntunglah kalian membawanya dengan tepat waktu. Kalau tidak dia akan kekurangan sangat banyak darah.”

            “lalu sekarang bagai mana keadaannya? Apakah ia baik – baik saja?” kali ini aku yang bersuara.

            “kalian tenang saja, operasinya berjalan dengan lancar, dan teman kalian baik – baik saja. Tapi dia baru akan sadar 2 kali 24 jam karena pengaruh obat bius.”

            “syukurlah, terima kasih dok.” Ucap kami hampir berbarengan

            “sama – sama, kalau begitu saya permisi dulu, kalau kalian ingin menjenguk teman anda, sebentar lagi ia akan dipindahkan ke kamar rawat.”

            “sekali lagi terima kasih banyak dok”

Kalian tau apa yang aku rasakan sekarang? Lega. Sekarang aku lega mendengar Kak Mikail baik – baik saja dan operasi penjahitan luka di pundaknya berjalan denga lancar. Aku tak tahu harus berkata apa yang jelas aku merasa beban yang ada di pundakku selama beberapa jam belakangan ini, hilang entah kemana. Intinya aku sudah bisa bernafas lega mendengar bahwa Kak Mikail baik – baik saja.

Aku dan Carlos langsung memasuki ruang rawat Kak Mikail, setelah ia di pindahkan dari ruang operasi tadi. Kalian tau apa yang ada di otakku saat ini? Sakit. Aku sakit melihat Kak Mikail yang pucat dan mengenakan alat bantu bernapas. Aku sedih melihatnya dalam keadaan seperti itu. Rasanya seperti ada yang menusuk – nusuk di jantungku. Aku benar – benar tak tega melihat dalam keadaan semengenaskan itu. Terlebih aku bingung dengan perasaan yang berkecamuk di dalam dadaku ini.

Sebenarnya aku kenapa? Aku benar – benar tak mengerti dengan perasaanku sendiri. Mungkin kah kalau aku menyukai Kak Mikail? Kurasa tidak, karena Kak Mikail lebih pantas menjadi sosok kakak yang selama ini selalu aku impikan. Tapi saat aku mengecamkan bahwa Kak Mikail lebih pantas menjadi kakakku, seperti ada yang berontak dalam hatiku. Oh Tuhan aku tak tahu harus bagaimana. Aku tak mengerti dengan semua yang terjadi. Aku terlalu buta dalam hal percintaan. Sehingga aku tak tau mana yang bisa dikatakan dan hanya kasih sayang semata saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 24, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Behind The GlassesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang