Begini, jika esok tak lagi kudapati dan mataku terpejam erat. Jika mentari tak lagi bersinar dan malam tak lagi sejuk. Jika dedaunan jatuh dan pohon tumbang. Jika kau marah lalu memecah semua barang.
Jika saja nyawaku melayang dan jiwaku tersamar. Pada suatu malam. Pada suatu hari. Pada suatu hari yang tak kutahui itu kapan. Percayalah, Khalinta, percayalah bahwa namamu adalah kata terakhir yang kusebut.
Tak peduli kapak menghujam jantungku sehingga namamu tercekat dan tak terdengar jelas. Tak peduli cahaya mengabur dan membayangi senyum cantikmu. Tak peduli kabut menghalangi surai cokelat rambutmu yang indah. Tak peduli darah mengalir bersama liur atau memar terasa pedih di atas permukaan kulit.
Percayalah bahwa jika ada satu hal yang kuingat dengan jelas, itulah dirimu. Dengan segala bayang menyenangkan. Tidak, tidak, aku tidak bersedih. Setidaknya, inilah yang bisa kutulis dan akan kau baca. Pada suatu petang. Atau suatu tempat ketika fajar. Ketika hujan, badai, atau terik dan bumi terasa kering kerontang. Kau akan merasa sedikit senang. Sedikit tenang. Bahwa pada hari terakhirku, kaulah satu-satunya yang ingin kudekap. Kaulah.
21/9/18
KAMU SEDANG MEMBACA
WORDS - Write It Down
Random"Kadang kita hanyalah jiwa yang bisu. Tak mampu berkata kemudian menipu. Berharap baik baik saja, padahal sakit di jiwa. Bilang tak apa-apa, tapi berharap tatapan mengapa."