khalinta

4 0 0
                                    

Terakhir kali menggambar diri adalah ketika usiaku belum genap lima. Gadis kecil berkemeja merah. Senyum merekah. Surai terkuncir kuda.

Terakhir kali memuji diri adalah ketika usiaku belum genap sepuluh. Gambarku dapat nilai sembilan. Semua yang ada di kelas melirik tidak senang.

Sekarang, aku terus menanyakan hal yang sama; kenapa aku berhenti bangga pada diri sendiri? Kenapa hilang rasa sayang itu setelah makin dewasa diri?

"Tidakkah kaupikir harusnya kau bangga karena berdiri di sini?" Kau berkata tanpa melirik. Meski lenganmu masih di pinggangku.

"Tidakkah kaupikir butuh langkah yang banyak dan keringat yang sangat untuk bisa sampai di sini?" Desau, suara gemerisik kolam turut membuat suasana risau. "Aku tahu kau, Sayang. Tak ada puas jika belum mencapai. Tapi kau sudah sampai, sudah di sini. Dengan kakimu yang masih kuat. Cantikmu tak luntur. Suraimu taklagi dikuncir kuda, mengilat dia di bawah mentari dan terpancarlah pesona. Kau sudah sampai. Melalui ombak lautanmu yang tak gampang. Aku yang menyaksikannya sendiri."

Makna yang kau sebut sampai tak berarti banyak untukku. Bagaimanakah aku harus menyebutnya sampai jika nyata-nyatanya aku—

"Hei, Khalinta. Janganlah membutakan mata atas semuanya. Dimana kau kemarin? Di tempat yang sama kah? Kau taklagi dengan memarmu, tak ada lagi sayatan yang membuatmu menangis. Kau taklagi dengan lukamu, tak ada lagi sepi yang pilu. Khalintaku, Sayangku—"

Sudah. Ingatlah diriku. Ingatlah bawa jika ada yang membuatku menyeret langkah, itu kau. Banjirlah air mata. Aku tak perlu bangga ternyata, hanya harus terus mengingat bahwa kau ada.

c, 23/10/2018

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 09, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WORDS - Write It DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang