Ch.7 : Hancur

98 10 1
                                    


Gaung kepedihan meliputi kerajaan. Sang Raja meratapi permukaan air danau sebening kristal yang telah melahap putrinya.

Danau itu menolak bahkan untuk menunjukkan mayat dari anak perempuan semata wayangnya tersebut.

Dari sisi lain tangisan Sang Raja, Thalassa berdiri di tengah dua prajurit berbaju zirah perak. tangannya terikat dan ia tak dapat pergi kemanapun.

beberapa menit sekali, sebelum Sang Raja selesai meratap dan memberikan perintah lain pada para prajurit, salah satu dari mereka akan menyiramkan air pada Thalassa.

Seperti lumba-lumba yang terperangkap dalam jaring, disimpan para manusia yang menamai diri mereka pawang untuk pertunjukkan dan hiburan pada esok hari, atau hari-hari berikutnya.

Bedanya, Thalassa bukanlah obyek hiburan, tapi obyek kemarahan.

Teman baiknya, Sang Putri telah tenggelam karena ia memaksanya berenang. Dalam diam ia ikut meratap, mengutuki dirinya sendiri mengapa kecerobohan itu dibayarkan oleh nyawa Sang Putri. 

Tapi ia bahagia,

Karena ia tahu, ketika Sang Raja menjatuhkan hukuman mati padanya, ia akan bebas dan Sang Raja akan tetap menderita karena kehilangan Putrinya.

"inilah, Harga dari penyekapanmu, dan harga atas jasaku yang selalu menasihatimu walau kau adalah orang yang memerangkapku, Raja yang membusuk dari dalam hingga ke selah tulang-tulangnya yang rapuh itu. Kembalikan aku pada kebebasan dan kematian."

Tapi berapa harga nyawa dari teman baiknya?

____________________________________________________________

Mereka yang memiliki dunia

Mereka yang memiliki surga

Rasa memiliki tak pernah seserakah ini

Monopoli akan kepuasan

Hasrat atas tujuan tak terbendung

Yang dimiliki kelak akan hancur

Yang tak dimiliki kelak akan sirna

Rasa dan rasio

Dua insan yang melekat di sudut jiwamu

Hancur ditelan waktu dan kuasanya

Saat hampa memelukmu,

Ingin monopoli apa lagi?

Elegi Putri PeratapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang