"Segala berkat untukmu, Tuan Putri." Si Bayangan bernama Adrian. Meski samar bentuknya sebagai bayangan, tapi ia adalah seorang laki-laki yang diliputi kegelapan. Adria adalah laki-laki yang baik dan ialah yang menyelamatkan Sang Putri dari Danau Kristal.
"Bahkan setelah tenggelam, kecantikanmu tetap luar biasa" Adrian membungkuk di depan Sang Putri.
Sang Putri terkikik geli mendengar ucapannya.
"Kamu yang menyelamatkan aku, harusnya aku yang memujimu." Sang Putri tersenyum lebar, lalu bertanya. "Mengapa kau diliputi kegelapan?"
Adrian terdiam. Samar Sang Putri bisa melihat mata dan laki-laki itu di antara kegelapan yang bak membakar tubuh lelaki itu dari ujung kaki hingga kepalanya. Tak banyak yang bisa didapati dari manik mata berwarna abu-abu itu. Tak terbaca apapun. Sorot matanya kosong, tak berujung, tak terbaca, sangat misterius.
"Putri, apa anda senang melukis? aku senang melukis." Alih-alih menjawab, Adrian mengalihkan pertanyaan dengan pertanyaan kembali.
"Kau belum jawab pertanyaanku, Adrian" Sang Putri merajuk. "Aku tidak akan jawab kalau kau belum jawab pertanyaanku. Kau ini sebenarnya mahkluk apa?"
Adrian terdiam sejenak sebelum akhirnya meneruskan.
"Putri, apakah anda mau lihat hasil lukisanku?" Adrian berjalan mendekati Sang Putri dan menggapai tangannya. "Lukisanku itu, saking indahnya sampai-sampai kegelapan ini menelanku."
Sang Putri memiringkan kepalanya bingung.
"Kau diliputi kegelapan karena lukisan? memangnya lukisanmu seperti apa? Sang Putri balas menggenggam tangan Adrian.
Adrian tersenyum.
"Lukisan terindah"
-----------------------------------------------------------------------------
Bahaya,
Dengarkan hamba.
Jangan lakukan itu,
jangan jangan jangan jangan !
Bahaya,
Aku tahu,
Terkutuklah, terbakarlah di api abadi.
Menimbulkah perih,
sakit sakit sakit sakit !
Bahaya,
Tubuh tuan mencoba hidup
Hati tuan ingin lenyap
mati mati mati mati mati mati !
Bahaya,
Berhentilah melukis garis merah
Merahnya pudar, garisnya abadi,
henti henti hentikan!
Perih itu kebodohan
Jangan melukis, Jangan tuan muda
kepuasan itu tak akan lama menyokongmu.
Buanglah kuasnya putri, jangan ada lagi garis merah.
harusnya,
harusnya,
harusnya..
harusnya.
Bertahanlan tanpa garis.
A/N : terinspirasi dari catatan di malam hari, menolak untuk mengulang kembali sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Putri Peratap
Thơ caDipropaganda oleh pikiran, dihancurkan oleh jiwa Kebohongan terbesarku, adalah diriku sendiri. Aku, sang putri Aku, sang monster Aku, sang Peratap Inilah Elegi ratapanku. Kompilasi Puisi (c) Syerin