Ch. 11 : Kedewasaan Si Monster

60 6 0
                                    


Aku adalah matamu yang mengawasi dari jauh.

Aku yang lahir di kegelapan malam, dan dirimu yang lahir saat mentari bangkit dari tidurnya.

Akulah rembulanmu, Dirimulah mentariku.

Tapi takdir tak pernah memaklumi, dan waktu tak pernah mengasihani.

Aku adalah separuh dirimu, Tapi Dirimu tak memerlukan diriku

Kau hidup dengan kebahagiaan

Dirimu yang bersinar terang dan aku bersembunyi dalma gelap

Kau tak perlu aku yang melunturkan kebahagiaanmu

Kau dikelilingi orang-orang yang mencintaimu, 

Tapi aku hanyalah retakan kecil dalam cerminmu.

Hari ini aku bertemu denganmu lagi

Kau menggenggam tanganku saat aku menggapainya

Bagaimana aku menjelaskan ini?

Aku ingin hidup untukmu, bersamamu. 

-----------------------------------------------------------------------------------

Pantulan.

Penuh hina dan dusta,

Dewasa atau tidak, baginya sama saja.

Kerikil yang diasah tidak akan jadi permata

Monster terduduk, terdiam, hening.

Terkutuklah takdir dan penampilannya, dan masa lalunya.

Dia membenci ayahnya, Dia mencintai Ibu dan saudaranya.

Dia membenci otaknya, Dia membenci teman-temannya, Dia benci pada Manusia.

Ah... apakah ia masih punya teman? sepertinya tidak.

Tapi sampai akhir Monster itu menolak kalah.

Pikirnya,

biar bukan permata, biar kerikil ini bernilai

monster itu menolak kelemahan.

pikirnya,

tak perlu bersahabat dengan takdir, tak perlu memohon kemujuran

TANPA MEMBUANG JIWAKU,

AKAN KUCOBA BERGELUT DENGAN TAKDIR 

Elegi Putri PeratapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang