Aku adalah matamu yang mengawasi dari jauh.
Aku yang lahir di kegelapan malam, dan dirimu yang lahir saat mentari bangkit dari tidurnya.
Akulah rembulanmu, Dirimulah mentariku.
Tapi takdir tak pernah memaklumi, dan waktu tak pernah mengasihani.
Aku adalah separuh dirimu, Tapi Dirimu tak memerlukan diriku
Kau hidup dengan kebahagiaan
Dirimu yang bersinar terang dan aku bersembunyi dalma gelap
Kau tak perlu aku yang melunturkan kebahagiaanmu
Kau dikelilingi orang-orang yang mencintaimu,
Tapi aku hanyalah retakan kecil dalam cerminmu.
Hari ini aku bertemu denganmu lagi
Kau menggenggam tanganku saat aku menggapainya
Bagaimana aku menjelaskan ini?
Aku ingin hidup untukmu, bersamamu.
-----------------------------------------------------------------------------------
Pantulan.
Penuh hina dan dusta,
Dewasa atau tidak, baginya sama saja.
Kerikil yang diasah tidak akan jadi permata
Monster terduduk, terdiam, hening.
Terkutuklah takdir dan penampilannya, dan masa lalunya.
Dia membenci ayahnya, Dia mencintai Ibu dan saudaranya.
Dia membenci otaknya, Dia membenci teman-temannya, Dia benci pada Manusia.
Ah... apakah ia masih punya teman? sepertinya tidak.
Tapi sampai akhir Monster itu menolak kalah.
Pikirnya,
biar bukan permata, biar kerikil ini bernilai
monster itu menolak kelemahan.
pikirnya,
tak perlu bersahabat dengan takdir, tak perlu memohon kemujuran
TANPA MEMBUANG JIWAKU,
AKAN KUCOBA BERGELUT DENGAN TAKDIR

KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Putri Peratap
PoetryDipropaganda oleh pikiran, dihancurkan oleh jiwa Kebohongan terbesarku, adalah diriku sendiri. Aku, sang putri Aku, sang monster Aku, sang Peratap Inilah Elegi ratapanku. Kompilasi Puisi (c) Syerin