Mantan akan terlihat berbahaya saat sudah putus. Bahaya untuk kesehatan pikiran dan jantung
•••
"Jadi besok lo balik ke Jogja?" Leo bertanya saat aku selesai bercerita ingin pulang ke Jogja untuk menghadiri acara Jihan.
Aku mengangguk sekilas dengan mata yang memandang kerlap-kerlip lampu gedung yang menjulang tinggi. Saat ini aku dan Leo terjebak macet yang cukup panjang, untunglah acara gala premiere baru akan mulai satu jam lagi. Setidaknya menggandeng Leo tidak akan mempermalukanku di depan Ardhan dan yang lainnya. Leo cukup oke dari segi wajah dan penampilan, tidak malu-maluin.
"Gue pengennya ngajak lo biar bisa jadi tameng kalau ditanya kapan nikah," gumamku pelan.
Leo melajukan mobil yang kini sudah berhasil lepas dari kemacetan, hanya tinggal satu persimpangan lagi kami sampai di tempat acara. "Ntar yang ada lo emang disuruh nikah sama gue Sel. Bukannya hadirin acara pertunangan Jihan, lo malah hadirin acara pernikahan lo sendiri," canda Leo dengan nadanya yang terdengar menggelikan.
Aku dan Leo sudah terbiasa bercanda seperti ini, jadi jangan heran. Leo suka aku jadikan tumbal untuk acara-acara yang membutuhkan pasangan. "Serem banget sih Le. Gak kebayang gue harus tinggal seatap sama lo, tiap hari gue kenyang dengan segala macam pertanyaan cinta-cintaan lo itu," kelakarku sambil bergidik ngeri.
Leo tertawa terpingkal-pingkal sampai memukul stir mobil, untunglah kami sedang berada di lampu merah. Jika tidak, aku tidak tahu lagi bagaimana nasib nyawaku dan Leo sekarang. Mungkin malaikat maut seganteng oppa-oppa di drama korea sudah datang menjemputku kali ya.
"Le kok lo belum punya pacar sih?" tiba-tiba saja pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibirku.
"Belum ada yang cocok Sel. Masih berpetualang gue," sahut Leo setelah dia reda dari rasa gelinya. "Lo sendiri kenapa masih jomblo?" tanya Leo balik sambil melajukan mobil setelah lampu lalu lintas berubah warna.
"Mau fokus karir sih gue. Lagian gue jadi jomblo juga baru beberapa hari," aku menatap Leo sambil menaikturunkan alisku menggoda Leo yang kini cukup terkaget dengan ucapanku.
Untunglah Leo masih bisa fokus saat berbeluk masuk parkiran. "Kok gue gak tau lo punya pacar? Pantes belakangan ini jarang ngajakin jalan," cerocos Leo yang sepertinya begitu penasaran.
Aku membuka pintu mobil saat mobil sudah terparkir sempurna. "Lo gak nanya juga sih. Lagian lo udah ketemu kok sama mantan gue," sahutku yang kini merunduk mencari sepatuku di bawah jok.
kulempar sepasang wedges ke atas pelataran, kakiku turun mengenakan wedges dan membiarkan Leo lebih duluan keluar dari mobil. "Yang tadi siang itu?" cerca Leo yang kini sudah berda di hadapanku.
Aku tersenyum menatap Leo setelah kakiku terpasang sempurna sepasang wedges biru dongker. Aku membiarkan Leo menutup pintu mobil bagianku, kemudian menerima uluran tangan Leo. Andai saja Leo bukan sahabatku, pasti dia sudah aku pacari sejak dulu.
"Nanti juga lo bakalan ketemu sama Ardhan lagi," kataku sambil berjalan beriringan dengan Leo menuju tempat acara. Pakaianku kasual, karena memang tidak ada red carpet, tema yang diusung memang bertema santai.
"Satu profesi sama lo?"
"YUP!"
Entah aku yang salah melihat atau sepertinya senyum Leo begitu mengembang. Begitu senangnya kah dia sahabatnya itu menjomblo?
•••
Saat aku masuk ke lobi bisokop terlihat Bemby melambaikan tangannya. Temanku yang satu ini memang luar biasa, dia seperti biasa datang sendirian. Aku sih kalau bukan karena baru putus dengan Ardhan juga mendingan datang sendiri sih. Keki banget ngeliat Ardhan bakalan gandengan bareng Joana.
"Arah jam 9 gue. Ardhan-Joana ngobrol bareng dengan gaya sok romantis," info Bemby begitu dia berada di sampingku. Aku mengikuti lirikan Bemby tadi dan voila! Aku menemukan Ardhan mengobrol seru bersama Joana.
"Jadi gue buat tameng lo nih Sel?" tanya Leo dengan nada suara kecewa. Aku mengedipkan sebelah mataku menggoda Leo yang hanya bisa geleng-geleng kepala.
Berbeda dengan Bemby yang terlihat terpesona dengan Leo. Memang baru kali ini saling bertemu, sebelumnya mereka hanya tau dari cerita-ceritaku saja. "Kenalin Le. Ini Bemby dan Bemby ini Leo," kataku memperkenalkan keduanya.
Aku hanya dapat menggelengkan kepalaku saat Bemby bersemangat mengulurkan tangannya. Perempuan satu ini kalau naksir sama laki-laki memang suka lupa diri sih. Selagi Leo dan Bemby berkenalan, mataku tidak bisa berpaling menatap Ardhan.
Entah kebetulan atau bagaimana, Ardhan menoleh ke arahku. Begonya aku tidak bisa memalingkan pandanganku dan mau saja tertangkap basah oleh Ardhan. Sekilas aku seperti melihat Ardhan tersenyum, atau itu hanya ilusi mataku saja?
"Misel!" tepukan ringan Bemby menyadarkanku dan berhasil membuatku memutus jalinan saling tatap itu. "Tumben lo pake wedges, biasanya pakai flat shoes atau kets?" tanya Bemby yang melihat heran ke arah kakiku.
"Lagi pengen sih gue," sahutku singkat.
"Doa gue untuk malam ini, semoga lo gak jatuh gelindingan di tangga bioskop nanti," ucap Bemby dengan gayanya yang santai. Dia bahkan langsung kembali menatap Leo dan mengajak Leo berbincang.
Aku kembali melirik ke arah Ardhan dan Joana. Seketika itu aku pura-pura tidak tahu karena Ardhan berjalan ke arahku. Atau aku saja yang terlalu berharap? Aku bahkan bisa merasakan Bemby menyenggol lenganku, dia memberikan kode tentunya. Aku menatap Bemby dan melotot padanya untuk tidak menyenggolku terus.
"Tumben pakai wedges?" suara berat itu kembali kudengar. Pertanyaan itu sepertinya penting sekali sampai harus disamperin begini.
Banyak pasang mata yang sepertinya melirik ingin tahu, terutama para kru produksi yang sudah tahu soal aku dan Ardhan. Ini sama saja seperti kita disamperin mantan pacar saat lagi kerja. Bisa menggemparkan alam semesta dan menimbulkan bisik-bisik tetangga. Sungguh aku ingin mengenalkan Ardhan pada grim reaper untuk dicabut nyawanya segera.
"Emangnya ada larangan gue pakai wedges?" balasku dengan nada ketus. Masih kesal dengan segala sikap dingin Ardhan. Entah kenapa setelah putus aku lebih sering melihat Ardhan berkeliaran di sekitarku.
Ardhan hanya menaikkan bahunya pertanda dia tidak akan melanjutkan obrolan konyol ini. "Besok rapat untuk sinet, gue produsernya," lanjut Ardhan lagi. Bisa banget ya produser langsung yang turun tangan buat ngingetin penulisnya, semacam gak punya asisten aja ini orang.
"Gue udah lapor Mbak Desy gak bisa. Besok mau balik ke Jogja," kataku yang kini mulai sedikit merunduk mengelus kakiku yang mulai pegal. Maklum saja aku tidak terbiasa berdiri lama dengan wedges, mengenalan wedges dan sejenisnya saja jarang.
Kerutan di dahi Ardhan entah kenapa semakin membuat dirinya terlihat tampan dan berbahaya. Seolah-olah dia sedang memikirkan kalimat pedas apa yang bisa dia semburkan untukku. "Mbak Desy bilang apa? Mana bisa penulisnya mangkir," ujar Ardhan.
"Mbak Desy bilang nanti gue ikut rapat via video call aja," sahutku setelah mengingat-ngingat isi chat Mbak Desy tadi.
Ardhan mengangguk setuju dan aku bisa bernapas lega saat dia mulai berjalan meninggalkanku. Aku seperti baru saja selesai interview kerja di perusahaan ternama. Banyak tekanan dan terasa atmosfernya begitu kelam. Kalau dipikir-pikir lagi, Ardhan lebih cocok buat jadi grim reaper sih.
Bersambung
Yuhuuuu, double up nih :D
Jangan lupa vote dan komentarnya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue VS Mantan
ChickLitArdhan dan Miselly memutuskan mengakhiri hubungan mereka karena hal sepele. Bekerja sebagai penulis script membuat keduanya sering adu kemampuan. Ardhan yang terkenal sebagai penulis script dan juga seorang produser mengincar proyek drama musical ke...