Gue bisa menyerahkan mimpi gue untuk lo – Ardhan
∞∞∞
Aku baru saja selesai memasukkan bolu terakhir ke dalam oven, beberapa waktu yang lalu Tante Winda pamitan menyusul Tante Yeyen dan Jihan. Aku kepo sih dengan masalah Jihan, tapi aku gak mau ikut campur. Jihan udah besar ini dan dia Jihan bukan orang yang bisa ditindas dengan mudah, yang ada juga dia yang nindas orang.
"Ngelamunin apa?" suara berat menyentak lamunanku.
Aku berbalik dan mendapati Ardhan menatapku dengan gelas kosong di tangannya. Tiba-tiba saja aku merasakan wajahku memanas, sepertinya seluruh aliran darahku naik ke wajah tiba-tiba. "Gak ngelamun kok," jawabku pelan.
Ardhan berjalan melewatiku menuju wastafel, dia meletakkan gelas kosongnya di sana. "Malam ini ada acara?" Ardhan bertanya tanpa sedikit pun berbalik menatapku. Ini dia nanya aku atau hantu?
"Lo nanya gue?"
Ardhan berbalik menatapku yang berdiri tidak jauh darinya, badan tegapnya bersandar pada pinggiran wastafel. Ardhan melipat tangannya di depan dada sehingga membuat otot biceps-nya seolah-olah akan meledak karena kaos slim fit yang dikenakannya tidak cukup besar memberikan ruang. Aku menelan air liurku pelan, berusaha mengalihkan fokusku pada hal lain.
"Iya lah nanya lo, gak mungkin gue monolog sama gelas kotor," seloroh Ardhan yang sebenarnya kesal tapi suaranya datar-datar saja, sama halnya dengan wajah gantengnya itu.
Aku membuat gerakan mencibir kecil, sekaligus berusaha untuk tidak terlalu fokus menatap kegantengan Ardhan yang sudah sampai kemana-mana itu. "Gak kemana-mana sih, gue cuma mau maraton film aja," aku menjawab pertanyaan Ardhan tadi.
Jawaban Ardhan atas jawabanku sungguh mencengangkan sodara-sodara, dia hanya mengangguk singkat dan kemudian berlalu begitu saja melewatiku. Tentu saja aku memasang muka bego, di dalam hati aku sudah berharap bakalan diajakin jalan keluar malam senin-an gitu.
"Lo nanya doang? Lo gak mau ngajak gue jalan?" tanyaku sedikit jengkel.
Ardhan berhenti tanpa berbalik menatapku, hanya suaranya saja yang dapat aku dengar. "Ayok gue ajak jalan sampai pintu depan."
Bangke!
"Lo ngusir gue?!" kok aku jadi emosian gini ya? Apa tanggal bulananku sudah dekat?
Ardhan tidak menanggapiku dan tetap berjalan meninggalkanku sendirian di dapur. "Mbak itu kuenya dikeluarin dari oven 15 menit lagi ya, aku mau ke depan," ujarku pada pembantu rumah tangga Tante Winda yang kebetulan baru kembali dari supermarket.
Selagi menunggu Jihan, aku duduk di atas permadani ruang keluarga. Rumah Tante Winda ini sangat sepi, mungkin karena penghuninya tidak begitu banyak. Untuk membunuh kebosanan, aku membuka tas ransel kecilku dan mengeluarkan macbook-ku. Aku memilih untuk memeriksa kembali pekerjaanku. Ada banyak naskah yang harus aku edit dan kerjakan, salah satunya untuk pengajuan drama musikal.
Berbicara soal drama musikal aku jadi penasaran dengan Ardhan, kira-kira dia akan membuat cerita seperti apa? Ardhan itu mungkin mukanya datar dan terlihat tidak hangat, namun dia bisa membuat cerita yang luar biasa romantis dan menyentuh. Terkadang jika dilihat ceritanya sederhana, namun penuh makna dan begitu menyentuh.
Tema drama musikal kali ini adalah tentang reinkarnasi, entah kira-kira aku bisa atau tidak membuat naskah dalam bahasa inggris. Sejujurnya saja, bahasa inggris-ku tidak begitu bagus dan aku beberapa kali juga harus meminta bantuan Bemby yang lebih jago. Kali ini aku ingin sekali membawa nama Indonesia untuk menjadi pemenangnya, siapa sih yang gak mau budaya negaranya dipentaskan di beberapa negara di Asia?
Sayangnya Indonesia belum pernah menang, Ardhan pun hanya sempat masuk pada tahap final dan harus menerima kegagalannya. Yah, memang itu waktu Ardhan masih begitu muda dan belum banyak pengalaman. Kalau sekarang, aku yakin Ardhan adalah kandidat kuat untuk menjadi juara. Nama Ardhan juga cukup terkenal karena beberapa kali filmnya berhasil menembus pasar mancanegara.
"Ayo!" Ardhan berdiri di hadapanku dengan penampilan yang fresh, sepertinya dia baru saja selesai mandi. Kali ini Ardhan mengenakan kaos berwarna cokelat tua dan jaket bomber sebagai pelapisnya, celana pendeknya berganti dengan celana levis dongker.
"Buset lo mandi pakai parfume?" tanyaku karena aroma parfume Ardhan yang cukup kuat mengalihkan fokusku. Ardhan mendelik sebal dan aku hanya bisa nyengir tak berdosa, "Mau kemana lo?" tanyaku kemudian.
"Katanya mau jalan, ini udah sore nanti macet," sahut Ardhan santai.
Aku menatap Ardhan kaget, bahkan aku berdiri dari dudukku masih dengan kedua tangan memegangi macbook mahal yang baru aku beli beberapa bulan lalu. Bahaya kalau aku lupa diri dan menjatuhkannya begitu saja.
"Lo ngajakin gue jalan? Atau lo mau nganter gue pulang, modusnya ngajak jalan padahal sebenarnya mau ngusir gue?" Aku menatap Ardhan dengan tatapan tidak percaya. Secara Ardhan cukup kejam semenjak putus.
Ardhan berjalan melewatiku sambil berkata, "Buruan bawel!"
Untuk beberapa detik aku masih terpaku dengan kenyataan yang terasa tidak nyata ini. Hingga aku tersentak saat mendengar namaku diteriakkan oleh Ardhan dengan lantang. Aku buru-buru memasukkan barang-barangku ke dalam ransel, kemudian berlari menyusul Ardhan. Aku mengumpat pelan saat aku masih harus melewati rintangan memakai kaos kaki dan sepatu. Sedangkan Ardhan, dia sedang memanaskan motor gedenya yang terparkir di sebelah mobilku.
"Njir kok si Ardhan ganteng banget sih," dumelku pelan, takut kedengaran si Ardhan dan dia malah terbang menembus luar angkasa kan bahaya.
Jantungku berdetak kencang saat aku harus berjalan menuju Ardhan yang menunggu dalam diam di atas motornya. Apa lagi saat Ardhan menyerahkan helm untukku, jantungku seolah-olah siap melompat keluar dari rongga dadaku. Ini kalau Ardhan ngajakin ke bulan juga pasti bakal aku iya-in aja.
Aku naik ke atas boncengan dan sepertinya tubuh dan otakku sedang lancang, aku memeluk pinggang Ardhan sedikit, ingat gak banyak ya. Senyumku mengembang saat Ardhan mulai melajukan motornya di jalanan ibu kota yang pastinya sangat ramai. Ini baru yang namanya jalan-jalan sore asik.
"Mau makan bakso gak?" tanya Ardhan yang saat kami terkena lampu merah. Aku hanya bisa mengangguk pelan pertanda bahwa aku setuju. "Lo gak mau makan yang lain?" tanya Ardhan lagi saat lampu lalu intas berubah warna menjadi hijau. Mungkin Ardhan sedang mencoba memecah keheningan di antara kami.
"Emangnya kalau gue minta makan yang lain lo bakal kasih?" tanyaku sedikit menggoda Ardhan.
"Lo minta apa aja gue kasih Sel, asal jangan minta gue jauhi lo aja," jawab Ardhan santai dan entah kenapa jantungku berdetak sangat cepat. Oh My God! Aku tidak kuat kalau harus dihadapkan pada makhluk super manis seperti ini.
"Gombal!"
"Gue serius. Gue bisa menyerahkan mimpi gue untuk lo."
"Kapan lo mimpiin nomor lotre? Boleh bagi-bagi deh!"
Bersambung
Yuhuuu aku update lagi nih, cie aku udah mulai update tiap hari. Kalau sepi biasanya aku males buat update, jadi jangan biarkan lapak ini sepi. Oke? :D
Yuk vote dan komentarnya :)
Oh iya buat yang mau kenalan sama ane silahkan follow IG aku ya : azizahazeha. Siapa tau kalau novel TomCal beres kalian bisa dapat info dari sana :D
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue VS Mantan
ChickLitArdhan dan Miselly memutuskan mengakhiri hubungan mereka karena hal sepele. Bekerja sebagai penulis script membuat keduanya sering adu kemampuan. Ardhan yang terkenal sebagai penulis script dan juga seorang produser mengincar proyek drama musical ke...