4.

674 24 0
                                    

"Lean! Kembalikan penaku!" teriak Nathan sambil mengejar Lean.

"Tidak! Ini penaku, kak Anna yang memberikannya langsung padaku!" tolak Lean sambil berlari menghindari kejaran Nathan.

"Enggak! Itu penaku!!" pekik Nathan sambil mempercepat larinya.

"Apa kita perlu memisahkan mereka?" tanya Danar yang di jawab gelengan oleh Raka.

Nathan menubruk sofa saat Lean dengan sengaja berkelit. Perutnya terasa sakit karena terbentur sandaran kursi yang lumayan keras.

"Oh shit! Damn! Fuck you, Lean!!" umpat Nathan sambil meringis kesakitan.

Navendra menjewer telinga Nathan saat mendengar bahasa sarkasme meluncur bebas tanpa bisa dikendalikan dari mulut putra bungsunya.

"Aw ... Aw ... Aw ... Daddy. Astaga, ini benar-benar sakit." keluh Nathan kesakitan. Tangannya memegang tangan Navendra yang masih setia menjewer telinganya.

Navendra berhenti menjewer Nathan. Ia merasa seperti Anna berada didekatnya saat mendengar ucapan Nathan dan tingkahnya barusan.

"Aku jadi merindukan keusilan Anna...." guman Raka.

Ruth berjalan mendekati Lean.

"Astaga Lean, kau ini nakal sekali. Menyembunyikan pena Nathan di bawah ranjang. Nakal! Sama seperti kakak manismu itu," ujar Ruth sambil menjewer telinga Lean dengan pelan.

"Kak Anna waktu kecil juga nakal?" tanya Lean saat Ruth melepas jewerannya.

"Iya. Dia seperti kado dalam kado. Penuh kejutan yang mampu mengejutkan semua orang, bahkan dalam hal kecil sekalipun." jawab Ruth.

"Benar. Tingkah Anna yang misterius dan suka sekali berteka-teki membuat kami bertanya-tanya, 'Sejenius apa Anna?' dia gadisku yang manis dan misterius." komentar Raka sambil berjalan mendekati Ruth dan Lean. Begitu juga dengan Danar, Navendra, dan Nathan.

"Ceritakan pada kami!" pinta Nathan.

"Anna melarang kami untuk menceritakan masa lalunya." tolak Danar.

Tingtong ... Tingtong....

"Ada suara bel. Aku akan membukanya." ujar Ruth.

Ruth membuka pintu dan terkejut melihat dua remaja tanggung yang memakai pakaian kurang bahan. Dalam hati Ruth meringis kecil, dandanan mereka membuat sakit mata saja.

"Hallow~ Mommy ... Lama banget sih buka pintunya!" sungut salah seorang dari mereka sembari menaikkan kaca mata hitamnya ke atas rambut.

"Ya ampun ... Cabe-cabean dari mana ini? Mommy yang undang ya?" ejek Nathan yang tiba-tiba muncul dari dalam mansion.

"Dasar adek durhaka kamu!" hardik gadis yang memakai kacamata minus.

Nathan hanya menjulurkan lidah. Mana perduli ia dengan nasib kedua kakaknya. Nasibnya sendiri aja masih luntang-lantung gak jelas. Untung Anna selalu sabar dalam menghadapi sikapnya dan sikap Lean yang bebal selama ini. Nah, anehnya adalah ia sadar jika perilakunya selama ini sangat buruk dan ia tak mau berubah menjadi pribadi yang lebih baik.

"Yee~ bodo'!" balas Nathan sambil berlalu kembali masuk ke dalam mansion. Ia pikir tadi yang datang adalah Anna, ternyata bukan.

"Ayo masuk, Mona, Zahra. Jangan ladeni sikap Nathan, dia emang gitu," ajak Ruth.

Tak ia perdulikan jika kata-katanya menyakiti hati Nathan karena kenyataannya memang seperti itu. Apa yang mereka lihat dan apa yang Anna lihat selalu sinkron, entah apa yang Anna lihat dalam diri Nathan dan Lean hingga bisa bersabar selama lima belas tahun.

"Daddy!!" pekik kedua gadis membuat delikan tajam dari Lean.

"Cabe! Mulutnya bisa dikondisikan?" umpat Lean yang mendapat jitakan dari Mona dan Zahra.

"Aku heran. Kelima adikku kalem-kalem semua, tapi kok kalian bisa mlenceng jauh dari sifat mereka sih?" sindir Raka.

"Heh! Abang nggak tau fesyen ya! Ini tuh lagi tren abang!!" pekik Mona tak terima.

"Abang nggak gaul sih! Fesyen kids zaman now ini, bang!" ejek Zahra sambil mengibaskan syal bulu-bulu berwarna pink ngejreng.

"Tren apa? Baju kurang bahan gitu, nggak punya duit ya? Fesyen, fesyen!" ejek Nathan sambil melempar kulit kacang yang entah di dapat dari mana. Pasalnya tak ada cemilan kacang kulit yang tersedia.

"Nath, Fes-yen!" eja Lean dengan nada centil. Meledek Mona dan Zahra.

"Fashion, bocah!" ujar Danar bosan. Keempat adiknya memang benar-benar menguji kesabaran mereka. Ia heran, bagaimana Anna bisa betah merawat dua bocah tengil ini. Jika Mona dan Zahra, mungkin karena lingkungan mereka yang kurang sehat. Sejak balita, eh? Atau batita? Terserah mana yang benar, yang pasti sejak kecil mereka tumbuh di lingkungan para super model, artis papan atas, dan lain-lain.

🐣🐣🐣🐣

"Kenapa kak Anna nggak jemput kita sih? Kalo pulang sendiri ntar malah nemuin rumah kosong tanpa penghuni. Heran! Pekerjaan kak Anna apa sih?" omel Nathan sambil memukul samsak yang sengaja Anna letakkan pada kamar mereka.

"Lagian, inget nggak kemaren waktu ada sidak? Cewek vulgar yang tiba-tiba nyium pipi lo? Dia bilang, 'Anna tau segalanya, sayang~ jaga diri baik-baik ya.' sambil kedip genit, ewh! Jijik banget gue." komentar Lean.

Nathan yang masih mengingat peristiwa mengenaskan itu pun refleks mengusap pipinya dengan kasar.

"Hiii~ Jangan ingetin gue soal itu, bukan lo aja yang jijik. Gue juga jijik!!" ujar Nathan sambil bergidik ngeri.

Tokk ... Tokk ... Tokk....

"Nathan! Lean! Ada yang ini daddy bicarakan dengan kalian. Ini mengenai Anna." panggil Navendra dari balik pintu.

"Soal kak Anna?" bisik Nathan dan Lean dalam tempo yang bersamaan lalu berlari mendekati pintu dan berebutan membukanya.

"Biar gue aja yang buka!" ujar Nathan.

"Gue yang buka!" ujar Lean.

"Gue!"

"Gue!"

"Gue!"

"Gue!"

"KALIAN STOP! Biar kakak yang buka." potong suara di luar kamar.

Kriett...

Pintu terbuka pelan seiring langkah Nathan dan Lean yang mundur menjauh dari pintu.

"Kak Anna jemput kita? YE!! YA!! YEE!! YAAA!!! YUHUUU!!!" sorak Nathan girang sambil joget Hula-Hula.

Navendra sweatdrop. Putra bungsunya jauh daripada ekspektasinya. Di luar saja Nathan dingin, judes, usil, bengal, pecicilan, dan sikap minus lainnya. Tapi saat di dekat Anna, Nathan menjadi anak yang penurut dan ... Gila. Lean? Anak itu tak ada bedanya dengan Nathan, sudah seperti pinang dibelah dua.

"Kakak cuma mau bawain boneka." sela Anna sambil menunjukkan boneka anak bebek berwarna kuning dan boneka anak ayam berwarna kuning.
*Entah kenapa Arv merasa aneh, pengen gigit orang😅

"Kalian butuh ini untuk malam-malam menyedihkan, bukan?" ujar Anna setengah meledek.

Navendra menahan tawanya, dua bocah yang mengaku sebagai pejantan tangguh itu suka boneka? Dan yang membuat Navendra bingung adalah kenapa kesukaan mereka berbeda tapi warna dan bentuk yang hampir serupa? Anak bebek dan anak ayam yang sama-sama berwarna kuning? Bedanya dimana lagi selain paruh dan kaki? itu pun jika kedua hal yang Navendra pikirkan memang berbeda.

"Kenapa kakak bawa benda kramat ini!!" pekik Nathan dan Lean bersamaan.

Jonathan Reyva Zaxiusz [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang