2.

949 40 0
                                    

"LEAN! KAK ANNA NGGAK ADA!" teriak Nathan heboh.

"KAK ANNA HILANG!!" teriak Nathan lebih heboh lagi.

Bugh!!

Lean memukul pundak Nathan dengan keras.

"Teriak sih teriak. Tapi jangan pas kuping juga kali!" omel Lean.

Nathan tak peduli. Yang terpenting adalah keberadaan Anna. Ia tak mau naik angkutan umum yang bahkan tak pernah ia naiki.

"Kak Anna kemana sih? Keburu bel masuk ini." guman Nathan gelisah.

"Heh! Kak Anna tadi nitip kunci motor, nih." ujar Lean sambil memperlihatkan dua kunci motor berbandul gitar dengan warna berbeda, warna merah dan warna biru tua.

"Jangan bilang ini kunci motor bebek." ujar Nathan ngeri. Pasalnya motor matic di garansi mempunyai gantungan kunci yang sama dengan warna biru tua.

"Kuncinya aja beda! Sama apanya!" dengus Lean.

Tanpa banyak omong Lean menarik Nathan dan menunjukkan dua motor sport keluaran terbaru. Yang satu berwarna biru tua dan yang satu lagi berwarna merah. Lean melempar kunci berwarna biru tua kepada Nathan.

"Wuiihh... Keren! Kak Anna tau aja kita mau motor ini." komentar Nathan sambil menaiki motornya.

"Iyalah! Apa sih yang nggak kak Anna tau." timpal Lean sambil menaiki motornya.

Nathan dan Lean mengendarai motor mereka dengan kebut-kebutan di jalan raya. Saling susul menyusul seolah tengah balapan di arena sirkuit. Kelincahan mereka dalam menyelip mendapat gelengan dari pengendara lain. Masih saja anak zaman sekarang yang suka melanggar aturan lalu lintas.

Saat gerbang sekolah akan di tutup, Nathan dan Lean menggeber motor mereka hingga pak satpam kembali membuka gerbang dan menyingkir dari jalan.

"Keren! Kapan-kapan kita balapan." ajak Nathan.

"Iyalah! Harus itu. Kita harus tunjukin sama Reo and the geng, kita bukan anak mami." ujar Lean menyetujui

"Masuk nggak nih? Lumayan juga sih tawaran kak Anna semalam." tanya Nathan.

Lean melihat jam di tangan kirinya. Pukul 06:59, satu menit lagi bel berbunyi.

"Masuk aja lah." ajak Lean.

Di perjalanan menuju kelas, banyak pasang mata yang menatap Nathan dan Lean dengan tatapan memuja.

"Tumben masuk." sindir Darrel saat melihat Nathan dan Lean berdiri di depan pintu kelas. Hanya demi Anna, Black Angel mau menjadi guru bagi kedua adik Anna yang bandel tak tertolong.

Nathan dan Lean bersikap stay cool. Darrel mendengus geli saat Nathan dan Lean duduk di bangku mereka dan memasang tampang datar. Sama seperti Anna dulu.

"Baiklah anak-anak. Buka buku paket halaman 76. Pelajari BAB 3, kita akan ulangan satu jam lagi." titah Darrel.

Nathan dan Lean hanya duduk sambil memainkan ponsel. Entah bermain game atau sekedar chatting satu sama lain.

Jonathan R
Bosen😥
Perasaan PPKN udah ulangan kemaren😩

Leandra M
Pasti kerjaan kak Anna😧

Jonathan R
😣😣

Leandra M
Maen game aja gih.
Ganggu orang aja😡

Jonathan R
😏

"Ada perubahan. Setengah jam lagi kita ulangan." seru Darrel sambil meletakkan ponselnya.

Jonathan R
Pasti dia ngadu sama kak Anna.

Leandra M
Bawa santai aja😏
Kita jenius sobat.

"Lima belas menit lagi." seru Darrel iseng.

"Pak! Kita kesusahan buat konsentrasi! Diem pak!" protes salah satu siswi yang diangguki seluruh anak didik Darrel kecuali Nathan dan Lean.

"Hah~ ya sudah. Ulangan di tunda dan nilai kalian bapak kosongi lima pertemuan." ujar Darrel santai sambil membereskan buku-bukunya.

"Nggak bisa gitu dong pak!" protes Nathan. Pupus sudah harapannya untuk meminta banyak hal pada kakak tersayangnya jika Darrel mengosongi nilainya.

"Ulangan sekarang juga saya siap, pak!" tantang Lean.

🐣🐣🐣🐣

"Astaga! Soal tadi mudah banget. Nilai kita pasti seratus lebih." seru Nathan sambil mengaduk mienya.

"Nathan!" panggil seorang gadis.

Nathan berbalik dan gadis itu tak membuang kesempatan. Saat tinggal satu senti lagi, tubuhnya tersungkur ke tanah karena tarikan seseorang.

"How dare you! Jangan sentuh Nathan!" seru pelaku penarikan tadi, Anna.

"Siapa lo hah? J*langnya Nathan, iya! Sini maju kalo berani." tantang gadis itu dengan pongah.

"If you dare? Of course yes!"

Nathan dan Lean diam tak berkutik. Jika mereka memangilnya 'kakak', orang-orang akan tau jika mereka adik dari seorang Ellyzana Zaxiusz.

"Okay! Rasa'in tinju gue!" seru gadis itu sambil melayangkan tinjunya ke wajah Anna.

Dengan anggun Anna mengelak dan menangkap kepalan tangan gadis itu.

"Jennifer Annette Lincoln. Tak kusangka kebiasaan ibumu menurun padamu." komentar Anna sambil menghempas tangan Jen.

"Lo! Maksud lo apa nyamain gue sama j*lang murahan itu, hah!!" teriak Jen tak suka.

Anna menghela napas lelah. Ia berniat mengawasi kedua adiknya secara langsung dengan pergi ke sekolah yang ia bangun bersama anggota Black Angel dan malah mendapati putri Chiel sendiri ingin mencium adiknya.

"Yeah, salahku juga sih..." guman Anna pelan.

"Kau tak tau pekerjaan ibumu yang sebenarnya, Jen." lanjut Anna.

Anna menepuk pundak Jen dua kali dan berlalu melewatinya dan melewati meja kedua adiknya yang terpaku dan ragu untuk memanggil. Anna tersenyum kecil, mengingat statusnya di luar rumah adalah mami bagi Nathan dan Lean.

"Mrs. Ellyzana? Senang anda berkunjung, ada yang bisa saya bantu?" tanya orang yang menjabat sebagai Kepsek, disampingnya ada Wakasek.

Anna tersenyum kecut. Niat hati sekedar ingin membantu sang adik, eh malah terjebak sama dua orang gak guna.

"Kalian melihat apa yang akan Jen lakukan kepada Nathan? Dean, Joe?" tanya Anna malas.

Keduanya mengangguk samar. Setiap detik mereka gunakan untuk berdoa agar Anna tak memenggal kepala mereka.

"LALU KENAPA DIAM SAJA!!" bentak Anna murka.

Nathan dan Lean yang baru pertama kalinya melihat Anna marah bergidik ngeri dengan wajah pucat pasi, keluarga mereka saja jika marah tak semenyeramkan ini.

"Trus lo mau apa? Hah! Jangan sok suci, dulu lo incest 'kan sama abang lo!" tuduh Jen.

Mata Anna membelalak kaget. Siapa yang menyebar gosip murahan seperti itu?

"Incest?! Jika bisa, nak. Aku tak akan segan melubangi kepalamu." ancam Anna santai.

"Hei, Elly... Sudah, jangan ladeni gadis tengik itu." bisik Dean tepat di telinga Anna.

Anna menghela napas lelah. Jen satu spesies dengan kedua adiknya. Akan sulit untuk menaklukannya, mengingat ia tak terlalu dekat dengan Jen.

Tanpa pamit barang sebentar, Anna melenggang pergi dari kantin. Langkahnya yang tegas dan anggun membuatnya menjadi pusat perhatian. Tubuh Anna yang memang tak berubah sejak lima belas tahun lalu membuat mereka bertanya-tanya, apa yang dilakukan gadis SMP sepertinya di SMA seperti ini?

"Dasar ketua, suka seenaknya sendiri."

Jonathan Reyva Zaxiusz [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang